Penjelasan PKB tentang Munculnya Matahari Kembar di Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim memberi penjelasan terkait potensi matahari kembar dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 .
Baca Juga: Pemilu
Baca juga: Soliditas dan Kerja Keras Kunci PDIP Raih Kemenangan di Pemilu 2024
Ia menyebutkan, dalam beberapa kali putaran pilkada terakhir tahun 2020, banyak daerah yang sudah memiliki kepala daerah terpilih tetapi pelantikannya masih lama menunggu habis masa periode kepala daerah eksisting.
"Sama sekali tidak ada gangguan keamanan yang ditimbulkan adanya calon kepala daerah terpilih. Apabila pilpres hanya satu putaran, maka akhir Maret 2024 sudah akan ditetapkan Capres-Cawapres terpilih jika coblosannya 21 Februari 2024," kata Luqman Hakim.
Ia mengungkapkan, dengan komunikasi yang baik, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memfasilitasi proses transisi pemerintahan kepada calon presiden terpilih secara sempurna.
Selain itu, capres-cawapres terpilih memiliki kesempatan untuk memasukkan sebagian visi-misi dan janji-janji kampanye pemilu ke dalam rumusan APBN 2025 yang proses penyusunannya dilakukan di awal Tahun 2024.
"Dengan demikian, capres-cawapres terpilih hasil Pemilu 2024, setelah dilantik tanggal 20 Oktober 2024, akan langsung mengelola APBN 2025 yang sebagian sudah berisi visi misi dan janji kampanye pemilu," jelas Luqman.
"Model transisi seperti itu akan mempercepat kembalinya kohesi masyarakat yang sempat mengalami dinamisasi akibat pemilu," sambungnya.
Luqman Hakim mengungkapkan, dalam perspektif demokrasi, adanya capres-cawapres terpilih bersamaan waktunya dengan Presiden yang sedang memimpin, bukan hal negatif.
Keberadaan mereka kata Luqman, justru menjadi prasyarat penting terjadinya proses transisi pemerintahan secara damai dan bermartabat.
"Konsep matahari kembar yang menimbulkan dampak negatif hanya dikenal dalam budaya kekuasaan negara Monarki dan Kekaisaran. Negara kita tidak menganut sistem monarki maupun kekaisaran. Indonesia adalah negara demokrasi," pungkasnya.
Baca Juga: Pemilu
Baca juga: Soliditas dan Kerja Keras Kunci PDIP Raih Kemenangan di Pemilu 2024
Ia menyebutkan, dalam beberapa kali putaran pilkada terakhir tahun 2020, banyak daerah yang sudah memiliki kepala daerah terpilih tetapi pelantikannya masih lama menunggu habis masa periode kepala daerah eksisting.
"Sama sekali tidak ada gangguan keamanan yang ditimbulkan adanya calon kepala daerah terpilih. Apabila pilpres hanya satu putaran, maka akhir Maret 2024 sudah akan ditetapkan Capres-Cawapres terpilih jika coblosannya 21 Februari 2024," kata Luqman Hakim.
Ia mengungkapkan, dengan komunikasi yang baik, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memfasilitasi proses transisi pemerintahan kepada calon presiden terpilih secara sempurna.
Selain itu, capres-cawapres terpilih memiliki kesempatan untuk memasukkan sebagian visi-misi dan janji-janji kampanye pemilu ke dalam rumusan APBN 2025 yang proses penyusunannya dilakukan di awal Tahun 2024.
"Dengan demikian, capres-cawapres terpilih hasil Pemilu 2024, setelah dilantik tanggal 20 Oktober 2024, akan langsung mengelola APBN 2025 yang sebagian sudah berisi visi misi dan janji kampanye pemilu," jelas Luqman.
"Model transisi seperti itu akan mempercepat kembalinya kohesi masyarakat yang sempat mengalami dinamisasi akibat pemilu," sambungnya.
Luqman Hakim mengungkapkan, dalam perspektif demokrasi, adanya capres-cawapres terpilih bersamaan waktunya dengan Presiden yang sedang memimpin, bukan hal negatif.
Keberadaan mereka kata Luqman, justru menjadi prasyarat penting terjadinya proses transisi pemerintahan secara damai dan bermartabat.
"Konsep matahari kembar yang menimbulkan dampak negatif hanya dikenal dalam budaya kekuasaan negara Monarki dan Kekaisaran. Negara kita tidak menganut sistem monarki maupun kekaisaran. Indonesia adalah negara demokrasi," pungkasnya.
(maf)