Kisah Hidup Jenderal Sudirman: Dari Guru hingga Menjadi Panglima Besar pada Usia 29 Tahun

Jum'at, 08 Oktober 2021 - 05:40 WIB
loading...
Kisah Hidup Jenderal Sudirman: Dari Guru hingga Menjadi Panglima Besar pada Usia 29 Tahun
Patung Jenderal Sudirman di Jakarta. Jenderal Sudirman sempat menjadi guru, kemudian menjadi Panglima Besar pada usia 29 tahun. Foto Indonesian Press Photo Service/Arsip Nasional RI
A A A
JAKARTA - Jenderal Sudirman (Soedirman) adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Sempat menjadi guru, Jenderal Sudirman kemudian dikenang sebagai pahlawan nasional.

Sudirman lahir 24 Januari 1916 di Purbalingga. Sejak belia, Sudirman menunjukkan sikap yang tenang dan solutif, membuatnya mendapat sebutan Kaji Cilik atau Mas Kiai. Dia pun aktif di berbagai organisasi, yang dianggapnya sebagai bentuk pengabdian. Perannya dalam organisasi berbagai macam, seperti sebagai pemimpin di Hizbul Wathan, kepanduan Muhammadiyah di daerah Banyumas, Pemuda Muhammadiyah, hingga Majelis Pemuda Muhammadiyah di Banyumas.

Sebelum namanya besar sebagai pahlawan nasional yang memimpin perang gerilya melawan agresi militer Belanda, Jenderal Besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman tidak tercatat pada catatan pergerakan nasional pada masa itu. Sudirman muda justru berkecimpung di dunia pendidikan dengan menjadi guru dan kepala sekolah di HIS Muhammadiyah, Cilacap pada 1936.



Selain menjadi guru, dia juga berperan dalam memberdayakan ekonomi masyarakat di wilayah tempat tinggalnya dengan membuka koperasi. Perubahan yang dihasilkan lewat adanya koperasi ini memang tidak banyak, tetapi cukup membantu perekonomian orang-orang di sekitarnya.
Kisah Hidup Jenderal Sudirman: Dari Guru hingga Menjadi Panglima Besar pada Usia 29 Tahun


Pemeran tokoh Jenderal Sudirman ditandu para pejuang dalam fragmen kolosal mengisahkan perjuangan Jenderal Sudirman melawan penjajah dalam Peringatan HUT ke-70 TNI dan HUT ke-65 Kodam IV/Diponegoro di Lapangan Panglima Besar Jenderal Soedirman, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jateng, Senin (5/10/2015). Foto/Dok SINDOnews

Ketika menjadi guru di HIS Muhammadiyah, Cilacap, Sudirman mendapat gaji sebesar f.3 atau setara dengan tiga gulden Belanda dalam satu bulan. Dalam mengajar, Sudirman selalu menyelipkan nilai-nilai dan semangat nasionalisme kepada muridnya lewat cerita Revolusi Prancis.

Kecerdasannya dalam mengajar membuatnya disukai oleh murid-muridnya. Para pengajar yang ada di HIS Muhammadiyah juga memberi kepercayaan padanya untuk naik jabatan menjadi kepala sekolah.

Meskipun memiliki bakat menjadi tenaga pendidik, Sudirman tidak memiliki ijazah sebagai guru karena hanya lulus sekolah menengah pertama, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Wiworotomo. Untuk mengatasi kekurangannya di jenjang pendidikan ini, Sudirman memilih belajar dari guru-gurunya di MULO Wiworotomo.



Setelah itu, Sudirman terpaksa melepaskan pekerjaannya sebagai kepala sekolah karena situasi yang tidak memungkinkan yakni adanya serangan Jepang. Ia beralih menjadi ketua sector LBD (Lucht Besherming Dienst) atau Dinas Perlindungan Bahaya Udara yang dibentuk oleh Belanda.

Saat pendudukan Jepang, Sudirman menjadi anggota Syu Sangikai (dewan perwakilan), anggota Jawa Hokokai Karesidenan Banyumas, serta mengikuti pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor pada tahun 1944. Setelahnya, Sudirman dinobatkan menjadi daidancho (komandan batalion) Daidan III di Kroya, Banyumas.

Setelah Indonesia merdeka, Kolonel Sudirman menjabat sebagai komandan di Divisi V TKR Purwokerto di usia 29 tahun. Dia berperan dalam mengatur strategi melawan Sekutu di Ambarawa.

Pada 18 Desember 1945, Sudirman dilantik menjadi Panglima Besar TKR oleh Presiden Soekarno. Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II, Sudirman yang saat itu dalam keadaan sakit ikut bergerilya melawan Belanda.

Sudirman wafat di Magelang pada pukul 18.30 malam pada tanggal 29 Januari 1950. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta.

Pada tanggal 10 Desember 1964, Sudirman ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Sudirman dipromosikan menjadi Jenderal Besar pada tahun 1997.

*dilansir dari berbagai sumber
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3472 seconds (0.1#10.140)