Mendes Buat 4 Strategi Penanganan Kemiskinan Ekstrem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun ini menyiapkan 35 kabupaten/kota menjadi proyek percontohan penuntasan kemiskinan ekstrem. Seperti yang dicanangkan Presiden Jokowi, kemiskinan ekstrem ditargetkan hilang pada 2024.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menjelaskan, ada dua kategori warga miskin. Pertama, warga miskin ekstrem yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan. Kedua, warga miskin ekstrem yang masih dimungkinkan dapat melakukan aktualisasi diri untuk bertahan hidup.
Dalam penanganan warga miskin ekstrem, Mendes mencanangkan empat strategi. Pertama, memupus kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen yang dilakukan dengan pendekatan mikro berbasis desa. Kedua, subjek penanganan warga berbasis 'Satu Nama Satu Alamat' dengan melakukan tindakan berbasis sensus yang menyasar kepada seluruh warga atau keluarga miskin ekstrem.
Baca juga: 25 Desa di Karawang Kategori Kemiskinan Ekstrem, Bupati Ragukan Data Pemerintah Pusat
Ketiga, strategi penanganan penuntasan kemiskinan ekstrem berbasis satuan fase kegiatan dalam satuan wilayah desa. "Strategi keempat adalah pelaksanaan dan tindak lanjut penanganan diusulkan melalui Posyandu Kesejahteraan yang dikembangkan di kantong lokasi permukiman warga miskin ekstrem," kata Mendes yang akrab disapa Gus Halim ini.
Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini mengatakan, penanganan kemiskinan ekstrem di desa tidak memperdebatkan adanya perbedaan data. Sebab, kata Gus Halim, kemiskinan ekstrem dapat ditangani dengan melakukan konsolidasi langsung ke desa yang menjadi lokus penanganan kemiskinan ekstrem.
Gus Halim menjelaskan, aksi yang dilakukan untuk penanganan kemiskinan ekstrem, yakni pengurangan pengeluaran dalam bentuk Gerakan Asupan Kalori Harian, Bedah Rumah, Cek Kesehatan oleh Posyandu, BPJS Kesehatan, dan Beasiswa.
Baca juga: Penuntasan Kemiskinan Ekstrem Level Desa Berbasis Individu
Poin kedua, peningkatan pendapatan pada level desa mengandalkan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) yang menjadi fokus utama tangani keluarga miskin ekstrem. Selain itu, juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, penguatan BUMDes dan program pemberdayaan.
Ketiga, lanjut Gus Halim, yaitu pembangunan kewilayahan yang terdiri sanitasi permukiman keluarga miskin dan miskin ekstrem, sarana dan prasarana transportasi permukiman keluarga miskin dan miskin ekstrem. Poin keempat, adalah pendampingan desa dengan fokus RKPDes dan APBDes untuk penanganan warga miskin dan miskin ekstrem sesuai dengan RPJMN 2020-2024 sekaligus melakukan pendampingan.
"Poin kelima yaitu kelembagaan berupa Penguatan posyandu untuk keterpaduan layanan sosial dasar karena fungsi Posyandu sudah melebar," kata Mendes.
Dia mencontohkan, penanganan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Jumlah warga desa di daerah tersebut sebanyak 1.035.416 jiwa, dengan warga miskin ekstrem 96.837 jiwa, dengan pembagian kategori I sebanyak 14.059 jiwa dan kategori II 82.778 jiwa.
Kemudian, untuk keluarga miskin ekstrem, ada 36.158 keluarga dan berdomisili di 418 dari 419 desa. Artinya, kata Gus Halim, bahwa hanya ada satu desa di Kabupaten Bojonegoro yang tidak ada warga miskin ekstrem. Untuk kategori I, terdapat di 415 desa, sedangkan kategori II terdapat di 417 desa. Artinya, 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro terdapat warga miskin ekstrem.
"Jadi kalau rekap tingkat Kabupaten Bojonegoro berdasarkan hitungan Kemendes PDTT berbasis SDGs Desa Rp404.708.500.000," kata Gus Halim.
Data SDGs Desa
Hingga 6 Oktober 2021, sebanyak 44.520 desa atau setara 59 persen yang telah menuntaskan proses pendataan berbasis SDGs Desa. Rukun tetangga yang telah terdata sebanyak 485.280 RT dengan 30.901.327 keluarga sebanyak 92.172.656 jiwa atau 76 dari total warga desa.
"Data dikumpulkan oleh 1.575.944 relawan pendataan desa dengan penggunaan dana desa untuk pemutakhiran data SDGs Desa Rp 1.572.553.390.689 atau setara Rp 23 juta per desa," kata Gus Halim. Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 menyebutkan jika desa merupakan pemilik data dasar SDGs Desa dan kepala desa wajib memutakhirkan data berbasis SDGs Desa itu.
Dana Desa
Dana Desa yang dicairkan sebesar hingga 6 Oktober 2021 sebesar Rp51.434.615.356.838 atau setara 71,44 persen dari total anggaran Rp72 Triliun. Dana Desa telah dicairkan ke 74.890 desa atau sebesar 99,91 persen.
Dana Desa yang cair itu, untuk Desa Aman Covid-19 telah disalurkan Rp4.120.771.938.521, BLT Dana Desa Rp15.427.595.100.000, untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) Rp4.246.995.407.578, dan Dana Desa untuk kegiatan pembangunan desa di luar skema PKTD Rp 27.639.252.910.739.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menjelaskan, ada dua kategori warga miskin. Pertama, warga miskin ekstrem yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan. Kedua, warga miskin ekstrem yang masih dimungkinkan dapat melakukan aktualisasi diri untuk bertahan hidup.
Dalam penanganan warga miskin ekstrem, Mendes mencanangkan empat strategi. Pertama, memupus kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen yang dilakukan dengan pendekatan mikro berbasis desa. Kedua, subjek penanganan warga berbasis 'Satu Nama Satu Alamat' dengan melakukan tindakan berbasis sensus yang menyasar kepada seluruh warga atau keluarga miskin ekstrem.
Baca juga: 25 Desa di Karawang Kategori Kemiskinan Ekstrem, Bupati Ragukan Data Pemerintah Pusat
Ketiga, strategi penanganan penuntasan kemiskinan ekstrem berbasis satuan fase kegiatan dalam satuan wilayah desa. "Strategi keempat adalah pelaksanaan dan tindak lanjut penanganan diusulkan melalui Posyandu Kesejahteraan yang dikembangkan di kantong lokasi permukiman warga miskin ekstrem," kata Mendes yang akrab disapa Gus Halim ini.
Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini mengatakan, penanganan kemiskinan ekstrem di desa tidak memperdebatkan adanya perbedaan data. Sebab, kata Gus Halim, kemiskinan ekstrem dapat ditangani dengan melakukan konsolidasi langsung ke desa yang menjadi lokus penanganan kemiskinan ekstrem.
Gus Halim menjelaskan, aksi yang dilakukan untuk penanganan kemiskinan ekstrem, yakni pengurangan pengeluaran dalam bentuk Gerakan Asupan Kalori Harian, Bedah Rumah, Cek Kesehatan oleh Posyandu, BPJS Kesehatan, dan Beasiswa.
Baca juga: Penuntasan Kemiskinan Ekstrem Level Desa Berbasis Individu
Poin kedua, peningkatan pendapatan pada level desa mengandalkan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) yang menjadi fokus utama tangani keluarga miskin ekstrem. Selain itu, juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, penguatan BUMDes dan program pemberdayaan.
Ketiga, lanjut Gus Halim, yaitu pembangunan kewilayahan yang terdiri sanitasi permukiman keluarga miskin dan miskin ekstrem, sarana dan prasarana transportasi permukiman keluarga miskin dan miskin ekstrem. Poin keempat, adalah pendampingan desa dengan fokus RKPDes dan APBDes untuk penanganan warga miskin dan miskin ekstrem sesuai dengan RPJMN 2020-2024 sekaligus melakukan pendampingan.
"Poin kelima yaitu kelembagaan berupa Penguatan posyandu untuk keterpaduan layanan sosial dasar karena fungsi Posyandu sudah melebar," kata Mendes.
Dia mencontohkan, penanganan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Jumlah warga desa di daerah tersebut sebanyak 1.035.416 jiwa, dengan warga miskin ekstrem 96.837 jiwa, dengan pembagian kategori I sebanyak 14.059 jiwa dan kategori II 82.778 jiwa.
Kemudian, untuk keluarga miskin ekstrem, ada 36.158 keluarga dan berdomisili di 418 dari 419 desa. Artinya, kata Gus Halim, bahwa hanya ada satu desa di Kabupaten Bojonegoro yang tidak ada warga miskin ekstrem. Untuk kategori I, terdapat di 415 desa, sedangkan kategori II terdapat di 417 desa. Artinya, 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro terdapat warga miskin ekstrem.
"Jadi kalau rekap tingkat Kabupaten Bojonegoro berdasarkan hitungan Kemendes PDTT berbasis SDGs Desa Rp404.708.500.000," kata Gus Halim.
Data SDGs Desa
Hingga 6 Oktober 2021, sebanyak 44.520 desa atau setara 59 persen yang telah menuntaskan proses pendataan berbasis SDGs Desa. Rukun tetangga yang telah terdata sebanyak 485.280 RT dengan 30.901.327 keluarga sebanyak 92.172.656 jiwa atau 76 dari total warga desa.
"Data dikumpulkan oleh 1.575.944 relawan pendataan desa dengan penggunaan dana desa untuk pemutakhiran data SDGs Desa Rp 1.572.553.390.689 atau setara Rp 23 juta per desa," kata Gus Halim. Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 menyebutkan jika desa merupakan pemilik data dasar SDGs Desa dan kepala desa wajib memutakhirkan data berbasis SDGs Desa itu.
Dana Desa
Dana Desa yang dicairkan sebesar hingga 6 Oktober 2021 sebesar Rp51.434.615.356.838 atau setara 71,44 persen dari total anggaran Rp72 Triliun. Dana Desa telah dicairkan ke 74.890 desa atau sebesar 99,91 persen.
Dana Desa yang cair itu, untuk Desa Aman Covid-19 telah disalurkan Rp4.120.771.938.521, BLT Dana Desa Rp15.427.595.100.000, untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) Rp4.246.995.407.578, dan Dana Desa untuk kegiatan pembangunan desa di luar skema PKTD Rp 27.639.252.910.739.
(abd)