Infiltrasi Kelompok Radikal Kepada Aparatur Negara Kerap Tak Disadari

Rabu, 06 Oktober 2021 - 23:46 WIB
loading...
Infiltrasi Kelompok Radikal Kepada Aparatur Negara Kerap Tak Disadari
Kader intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, infiltrasi kelompok radikal kepada aparatur negara kerap tak disadari. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Penyebaran ideologi radikal dan intoleran dinilai semakin massif menyasar semua golongan, salah satunya aparatur sipil negara (ASN). Ironisnya, penyebarannya dilakukan melalui infiltrasi kelompok radikal yang kerap tidak disadari keberadaannya.

Kader intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz menilai fenomena ini sebagai bentuk 'kecolongan' lembaga atau instansi negara atas masuknya ideologi radikal dan intoleran di lingkungannya. Terlebih gerakannya cenderung terselubung, sehingga luput dari perhatian dan penanganannya terlambat.

"Memang kelompok radikal ini sebetulnya begitu massif melakukan infiltrasi yang mana hal ini tidak disadari oleh pimpinan di intansi tersebut, sehingga penanganannya cenderung terlambat," katanya di Jakarta, Rabu (6/10/2021).

Baca juga: HNW: BNPT Perlu Waspadai Upaya Pengaburan Sejarah Komunis Radikal

Abdullah Darraz mengutip hasil riset Alvara Research pada 2018 yang menyebut sebanyak 19,4% ASN terindikasi radikal dan intoleran. Hasil ini membuka kemungkinan kelompok radikal ini telah menginfiltrasi, tidak hanya ASN, tapi juga institusi TNI dan Polri. Padahal ASN merupakan benteng pertahanan negara dan role model bagaimana Pancasila tertanam dalam diri pribadi seseorang sebagai warga negara Indonesia.

"Ada indikasi aparat itu diinfiltrasi (kelompok radikal). Semoga ini tidak secara institusional. Namun saat ini polanya adalah infiltrasi kepada oknum dengan mereka diajari ngaji dan sebagainya, yang lalu pada akhirnya lama-kelamaan mulai diperkenalkan dengan ideologi mereka yang bertentangan dengan Pancasila," katanya.

Pria yang juga tergabung dalam Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama BNPT ini juga menilai bahwasanya infiltrasi oleh kelompok radikal tersebut cenderung sulit diidentifikasi karena masyarakat menilai aparatur negara merupakan kelompok yang memiliki jiwa nasionalisme paling kuat. Karena itu, terpaparnya aparatur negara perlu menjadi perhatian semua pihak.

"Ya, selama ini kita menganggap kalau aparat ini merupakan orang yang paling kuat (jiwa) nasionalismenya. Nah kalau sudah diinfiltrasi ini repot juga. Maka dari itu harus ada kesadaran dari pimpinan instansi/lembaga bahwa bahaya ini nyata dan ada," kata pria alumnus Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini.

Baca juga: Semua Pihak Diajak Lakukan Upaya Preventif untuk Tekan Radikalisme

Abdullah Darraz berharap adanya kesadaran dan kepekaan dari tubuh instansi terhadap bahaya radikalisme, terutama yang menyasar aparatur negara.

"Kuncinya yang pertama adalah menyadari bahwa gerakan ini (radikal dan intoleran) ada. Kedua, sesegera mungkin mendeteksi sumbernya di mana, karena saya sendiri meyakini bahwa pendekatan kelompok radikal tersebut menarget orang-perorangan dengan mengajarkan hal-hal yang bertentangan atau polemik," katanya.

Langkah ketiga adalah internalisasi nilai-nilai ideologi Pancasila, nilai kebangsaan, nilai kebhinnekaan, serta nilai-nilai positif di negara Indonesia.

Abdullah Darraz mengkhawatirkan kelompok radikal dan intoleran juga menyasar instansi yang berada jauh dari jangkauan Ibu Kota. "Sepenilaian saya, sistem rekrutmen calon aparatur negara sudah sangat ketat karena mereka ini di-screening secara ideologi dan tes lainnya. Namun pasca reformasi, infiltrasi kelompok ini makin kuat. Apalagi mereka merasa difasilitasi oleh kemajuan teknologi informasi. Jadi kelompok radikal ini akan melakukan berbagai upaya, cara, dan media untuk melakukan infiltrasi," katanya.

Mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute ini juga menilai perlunya sinergi dan kerja sama seluruh lapisan masyarakat untuk menghalau pola pergerakan kelompok radikal yang kian masif.

"Saya rasa, instansi atau Lembaga perlu bekerja sama dengan unsur masyarakat yang memiliki concern terkait radikalisme dan visi kebhinekaan, sebagai contoh Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama). Di samping itu juga harus ada sinergi dengan tokoh keagamaan, tokoh masyarakat, dan ormas lain di berbagai daerah, karena perkara radikalisme dan intoleransi harus ditangani secara extraordinary," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1649 seconds (0.1#10.140)