Pangkostrad Sebut Provokasi Justru Mirip Gaya PKI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman mengatakan seharusnya masyarakat Indonesia bersyukur memiliki Pancasila . Berkat ideologi bangsa tersebut, Indonesia yang memiliki banyak perbedaan satu sama lain bisa dipersatukan dan hidup berdampingan dengan damai.
Karena itu, Dudung mengingatkan jangan sampai ada provokasi yang justru mengarahkan pada perpecahan. ”Ini yang perlu disampaikan kepada seluruh masyarakat. Jangan karena ada kepentingan politik, kepentingan pribadi, karena frustasi dan sebagainya, akhirnya menggunakan medsos untuk memprovokasi," kata Dudung dalam diskusi virtual, Kamis (30/9/2021).
Dia menjelaskan, justru orang-orang yang memprovokasi itulah menyerupai gaya Partai Komunis Indonesia (PKI) zaman dulu. Efek yang ditimbulkan akibat provokasi itu, kata Dudung yakni terjadinya saling curiga dan saling menyalahkan. "Apa pun yang kita lakukan seakan akan tidak akan benar," tuturnya.
Beruntung sekali, Dudung mengatakan TNI sebagai benteng pertahanan negara sangat solid menghadapi beragam ancaman ideologi, dari ekstrem kiri maupun ekstrem kanan yang berupaya mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Kendati tidak menyebut nama, pernyataan Dudung soal ideologi ini tak bisa dipisahkan dari responsnya terhadap pernyataan mantan Pangima TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya. Gatot mencurigai ada infitrasi alias penyusupan di tubuh TNI untuk menghilangkan catatan paling kelam dalam sejarah Indonesia, yaitu G30S/PKI.
Gatot menguatkan kecurigaannya dengan bukti hilangnya patung Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD) dari Museum Kostrad. Tetapi hal ini segera dibantah Dudung.
Ketiga patung saksi sejarah terjadinya G30S/PKI tersebut bukan sengaja dihilangkan tetapi memang diambil penggasnya, yaitu Letjen TNI (Purn) AY Nasution, pangkostrad 2011-2012.
"Itu sama sekali tidak benar. Saya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD. Seharusnya tabayyun dulu sebelum membuat pernyataan,” kata Dudung,
Karena itu, Dudung mengingatkan jangan sampai ada provokasi yang justru mengarahkan pada perpecahan. ”Ini yang perlu disampaikan kepada seluruh masyarakat. Jangan karena ada kepentingan politik, kepentingan pribadi, karena frustasi dan sebagainya, akhirnya menggunakan medsos untuk memprovokasi," kata Dudung dalam diskusi virtual, Kamis (30/9/2021).
Dia menjelaskan, justru orang-orang yang memprovokasi itulah menyerupai gaya Partai Komunis Indonesia (PKI) zaman dulu. Efek yang ditimbulkan akibat provokasi itu, kata Dudung yakni terjadinya saling curiga dan saling menyalahkan. "Apa pun yang kita lakukan seakan akan tidak akan benar," tuturnya.
Beruntung sekali, Dudung mengatakan TNI sebagai benteng pertahanan negara sangat solid menghadapi beragam ancaman ideologi, dari ekstrem kiri maupun ekstrem kanan yang berupaya mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Kendati tidak menyebut nama, pernyataan Dudung soal ideologi ini tak bisa dipisahkan dari responsnya terhadap pernyataan mantan Pangima TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya. Gatot mencurigai ada infitrasi alias penyusupan di tubuh TNI untuk menghilangkan catatan paling kelam dalam sejarah Indonesia, yaitu G30S/PKI.
Gatot menguatkan kecurigaannya dengan bukti hilangnya patung Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD) dari Museum Kostrad. Tetapi hal ini segera dibantah Dudung.
Ketiga patung saksi sejarah terjadinya G30S/PKI tersebut bukan sengaja dihilangkan tetapi memang diambil penggasnya, yaitu Letjen TNI (Purn) AY Nasution, pangkostrad 2011-2012.
"Itu sama sekali tidak benar. Saya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD. Seharusnya tabayyun dulu sebelum membuat pernyataan,” kata Dudung,
(muh)