Laporkan Haris Azhar dan Fatia, Langkah LBP Dinilai sebagai Hak Warga Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita mengatakan, langkah hukum yang dilakukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ( LBP ), terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan hak sebagai warga negara.
Baca Juga: LBP
Baca juga: Dipolisikan Luhut, Fatia Minta Perlindungan Komnas HAM
Sementara, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengungkapkan, demokrasi memberi ruang semua warga negara menyampaikan aspirasi dan pendapat di muka umum. Namun hal itu harus tetap dalam bingkai hukum, khususnya menghindari fitnah serta kerugian pihak lain.
"Konsekuensi dari demokrasi dan negara hukum itu memang di satu sisi ada hak untuk menyampaikan pendapat. Namun di sisi lain, terbukanya kemungkinan kebebasan berpendapat itu diuji dari sisi hukum dengan suatu proses hukum ketika kebebasan berpendapat dianggap masuk area reputasi orang lain," ujar Anggota Komisi III Arsul Sani.
Arsul menjelaskan, pengujian pendapat di hadapan hukum dilakukan ketika terdapat pihak yang merasa dirugikan. Hal itu seperti yang dilakukan oleh LBP terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
"Kasus laporan LBP terhadap dua aktivis itu sebaiknya kita lihat dalam perspektif seperti itu," tegasnya.
Wakil Ketua MPR RI ini juga mengatakan, kasus ini mesti dituntaskan secara adil. Itu dengan dimulai lewat mediasi kedua belah pihak, sebelum proses penanganan ke ranah pidana dimulai.
"Untuk keseimbangannya, maka hemat saya laporan LBP ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik atau penistaan melalui sarana UU ITE diambil sebagai momentum bagi penegak hukum atau Polri untuk mengupayakan penyelesaian kasus tersebut dengan pendekatan keadilan restoratif," ungkapnya.
"Artinya, Polri memprosesnya dengan terlebih dahulu melakukan langkah-langkah mediasi antara pelapor dengan terlapor," tambahnya.
Publik perlu mendukung Polri, lanjut politikus PPP ini, untuk mengedepankan penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini.
"Bagi saya, soal laporannya sendiri tidak usah berlebihan dipersoalkan, bahwa kok pejabat negara menjadi antikritik dan sebagainya. Sebab yang paling penting adalah bagaimana publik bersama-sama mendorong, agar kasus seperti ini bisa terselesaikan dengan pendekatan restoratif," pungkasnya.
Diketahui, LBP membawa sejumlah bukti saat diperiksa sebagai pelapor di Polda Metro Jaya pekan depan. Laporan Luhut terkait pencemaran nama baik terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
"Sudah siap (bukti) kita. Kebohongannya di mana, kita sudah siap," kata pengacara Luhut, Juniver Girsang.
Juniver masih merahasiakan bukti-bukti yang disiapkan. Dia juga belum bisa memastikan jadwal pemeriksaan Luhut. "Kita sesuai dengan agenda Polda Metro Jaya, kita segera membuat berita acara minggu depan. Tinggal harinya saya enggak tahu, bisa Senin atau Selasa," ujar Juniver.
Laporan Luhut diterima dan terdaftar dengan Nomor Laporan Polisi: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 22 September 2021. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan berkaitan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca Juga: LBP
Baca juga: Dipolisikan Luhut, Fatia Minta Perlindungan Komnas HAM
Sementara, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengungkapkan, demokrasi memberi ruang semua warga negara menyampaikan aspirasi dan pendapat di muka umum. Namun hal itu harus tetap dalam bingkai hukum, khususnya menghindari fitnah serta kerugian pihak lain.
"Konsekuensi dari demokrasi dan negara hukum itu memang di satu sisi ada hak untuk menyampaikan pendapat. Namun di sisi lain, terbukanya kemungkinan kebebasan berpendapat itu diuji dari sisi hukum dengan suatu proses hukum ketika kebebasan berpendapat dianggap masuk area reputasi orang lain," ujar Anggota Komisi III Arsul Sani.
Arsul menjelaskan, pengujian pendapat di hadapan hukum dilakukan ketika terdapat pihak yang merasa dirugikan. Hal itu seperti yang dilakukan oleh LBP terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
"Kasus laporan LBP terhadap dua aktivis itu sebaiknya kita lihat dalam perspektif seperti itu," tegasnya.
Wakil Ketua MPR RI ini juga mengatakan, kasus ini mesti dituntaskan secara adil. Itu dengan dimulai lewat mediasi kedua belah pihak, sebelum proses penanganan ke ranah pidana dimulai.
"Untuk keseimbangannya, maka hemat saya laporan LBP ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik atau penistaan melalui sarana UU ITE diambil sebagai momentum bagi penegak hukum atau Polri untuk mengupayakan penyelesaian kasus tersebut dengan pendekatan keadilan restoratif," ungkapnya.
"Artinya, Polri memprosesnya dengan terlebih dahulu melakukan langkah-langkah mediasi antara pelapor dengan terlapor," tambahnya.
Publik perlu mendukung Polri, lanjut politikus PPP ini, untuk mengedepankan penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini.
"Bagi saya, soal laporannya sendiri tidak usah berlebihan dipersoalkan, bahwa kok pejabat negara menjadi antikritik dan sebagainya. Sebab yang paling penting adalah bagaimana publik bersama-sama mendorong, agar kasus seperti ini bisa terselesaikan dengan pendekatan restoratif," pungkasnya.
Diketahui, LBP membawa sejumlah bukti saat diperiksa sebagai pelapor di Polda Metro Jaya pekan depan. Laporan Luhut terkait pencemaran nama baik terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
"Sudah siap (bukti) kita. Kebohongannya di mana, kita sudah siap," kata pengacara Luhut, Juniver Girsang.
Juniver masih merahasiakan bukti-bukti yang disiapkan. Dia juga belum bisa memastikan jadwal pemeriksaan Luhut. "Kita sesuai dengan agenda Polda Metro Jaya, kita segera membuat berita acara minggu depan. Tinggal harinya saya enggak tahu, bisa Senin atau Selasa," ujar Juniver.
Laporan Luhut diterima dan terdaftar dengan Nomor Laporan Polisi: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 22 September 2021. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan berkaitan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(maf)