Yusril Ihza Mahendra Ajukan Judicial Review AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung

Jum'at, 24 September 2021 - 08:40 WIB
loading...
Yusril Ihza Mahendra...
Yusril Ihza Mahendra membenarkan bahwa pihaknya mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra membenarkan bahwa pihaknya mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. Namun, Yusril tidak merinci siapa saja pihak yang mewakilkan kepentingan hukum kepadanya.

"Judicial review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020," kata Yusri Ihza Mahendra dalam keterangan tertulisnya dikutip, Jumat (24/9/2021).

Menurutnya, AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan berlaku setelah disahkan Menkumham. Karena itu, termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat adalah Menteri Hukum dan HAM.

Baca juga: AHY Tegaskan Upaya Merampas Partai Demokrat Masih Berjalan

"Langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik," kata Yusril.

Ia mempertanyakan, jika prosedur pembentukan dan materi pengaturan AD/ART Parpol ternyata bertentangan dengan undang-undang dan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?

"Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas. Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Pengadilan TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara," kata Yusril.

Karena itu, Yusril Ihza Mahendra menyusun argumen yang diklaim meyakinkan dan dikuatkan pendapat para ahli antara lain Hamid Awaludin, Prof Abdul Gani Abdullah dan Fahry Bachmid. Mereka sepakat bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukan dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak.
Sebab penyusunan AD/ART tidak sembarangan karena dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang.

Baca juga: Loyalis AHY Bubarkan Perayaan HUT Partai Demokrat Kubu Moeldoko di Tangerang

Kedudukan parpol sangat mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara kita. Ada 6 kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945. Ada puluhan kali partai politik disebut di dalam undang-undang, bahkan ada undang-undang khusus yang mengatur partai politik, seperti yang sekarang berlaku yakni UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan perubahan-perubahannya.

Lembaga-lembaga seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi malah tidak satu kali pun disebut di dalam UUD 1945. Di dalam UUD 1945 disebutkan antara lain bahwa hanya partai politik yang boleh ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg), hanya partai politik yang boleh mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.

Usai Pemilu, fraksi-fraksi partai politik memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, membahas calon duta besar, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan seterusnya.

Di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan Kepala Daerah dan Wakilnya. Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapa pun, termasuk oleh Presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.

Mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, Yusril mengajukan pertanyaan, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART? Apakah harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator, padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi?

"Di luar hal itu, partai-partai di DPR RI juga mendapat bantuan keuangan dari APBN yang berarti dibiayai uang rakyat. Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola suka-suka oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ARTnya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," katanya.

Atas dasar itu, Mahkamah Agung harus melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan pemutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau tidak? Apakah perubahan AD/ART dan pembentukan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 telah sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang atau tidak? Apakah materi pengaturannya, seperti kewenangan Majelis Tinggi yang begitu besar dalam Partai Demokrat, sesuai tidak dengan asas kedaulatan anggota sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik?

Menteri Hukum dan HAM, kata Yusril, memang diberi kewenangan untuk mengesahkan AD/ART partai politik ketika partai itu didirikan dan mengesahkan perubahan-perubahannya. Namun sebagai pejabat yang hanya bertugas untuk mengesahkan, Menkumham biasanya dalam posisi 'tidak enak' untuk memeriksa terlalu jauh materi pengaturan AD/ART partai politik yang diajukan kepadanya. Apalagi menteri tersebut juga berasal dari partai politik tertentu.

Menkumham tidak boleh memiliki kepentingan terhadap AD/ART sebuah partai yang diminta untuk disahkan. Jadi urusan prosedur pembentukan dan materi pengaturannya memang lebih baik diuji formil dan materil oleh Mahkamah Agung. Jika seandainya Mahkamah Agung memutuskan AD/ART itu bertentangan dengan UU, maka Menkumham sebagai Termohon tinggal melaksanakan amar putusan dengan mencabut Keputusan Pengesahan AD/ART partai tersebut.

"Kami berpendapat bahwa pengujian AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung ini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di negara kita," ujar Yusril.

"Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani," kata Yusril.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1191 seconds (0.1#10.140)