Menakar Peluang Capres Perempuan
loading...
A
A
A
Ahmad Hidayah
Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
PEMILIHAN Presiden 2024 masih tiga tahun lagi. Namun, sejumlah figur bakal calon presiden (capres) yang dinilai potensial bersaing mulai bermunculan. Beberapa di antaranya yakni Ketua PDI Perjuangan Puan Maharani, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Keinginan mereka untuk maju di pemilihan presiden (pilpres) paling tidak tergambar dari tampilnya mereka melalui baliho dan billboard di berbagai kota di Indonesia.
Salah satu hal menarik adalah fenomena Puan Maharani. Dia menjadi perbincangan lantaran sosialisasinya melalui baliho dilakukan secara masif. Isu Puan juga menarik lantaran dia merupakan tokoh perempuan yang dinilai cukup potensial. Isu perempuan di panggung pemilihan presiden (pilpres) Tanah Air menarik lantaran kemunculannya tergolong langka. Sejak pilpres langsung digelar pada 2004, hanya Megawati Sukarnoputri perempuan yang pernah menjadi capres.
Selain Puan, Indonesia memiliki banyak figur perempuan yang juga dinilai layak maju di pilpres. Hal ini tergambar melalui hasil survei Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) pada 26 April 2021 hingga 8 Mei 2021. Ada sembilan nama tokoh perempuan yang dinilai layak maju capres pada Pemilu 2024. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menempati urutan teratas dengan elektabilitas 24,21%. Disusul Menteri Sosial Tri Rismaharini 17,66%, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa 11,07%, Menteri Keuangan Sri Mulyani 10%, Puan Maharani 4,01%, tokoh perempuan Yenny Wahid 3,14%, Megawati Soekarnoputri 2,79%, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah 1,32%, dan istri Presiden Joko Widodo, Iriana 1,07%.
Namun, sembilan tokoh perempuan ini relatif masih kalah bersaing dengan figur laki-laki. Pada survei ARSC ini, ketika mulai memasukan tokoh laki-laki dalam daftar capres, pilihan pun lebih mengarah kepada capres laki-laki. Dari 16 nama capres yang disebutkan oleh respoden dengan model pertanyaan top of mind (pertanyaan terbuka tanpa ada pilihan), hanya ada tiga nama yang masuk ke dalam daftar tersebut. Elektabilitas ketiganya pun tergolong rendah. Mereka yaitu Tri Rismaharini di peringkat 7 dengan 3,97%, Puan Maharani di peringkat 9 dengan 2,48%, dan Khofifah Indar Parawansa di peringkat 10 dengan 0,66%.
Hasil survei dari lembaga lain pun memperlihatkan minimnya capres perempuan. Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan dari 10 capres, hanya dua nama perempuan, yaitu Puan Maharani (1,1%) dan Khofifah Indar Parawansa (4,4%).
Hasil survei ini menggambarkan bahwa capres perempuan tampak masih sulit bersaing dengan capres laki-laki untuk dipilih oleh masyarakat.
Potensi Capres Perempuan
Terdapat beberapa alasan mengapa tokoh perempuan penting untuk tampil sebagai pemimpin nasional melalui ajang pilpres. Pertama, aspek keadilan. Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 49,76%. Jumlah ini menunjukkan bahwa jika dihitung secara kuantitas, maka seharusnya persentase capres perempuan berbanding sama dengan laki-laki. Kedua, aspek demokrasi. Tentu dengan kehadiran perempuan sebagai capres akan lebih mewarnai pemilu dengan gagasan-gagasan tentang kesejahteraan perempuan. Selain itu, aspek kapabilitas. Kepemimpinan perempuan di banyak negara di dunia sudah teruji. Bahkan beberapa di antaranya menampilkan kepemimpinan yang kuat dalam mengatasi berbagai masalah, termasuk pandemi Covid-19. Termasuk di antaranya yakni Angela Merkel sebagai kanselir Jerman yang menjabat sejak 2005 dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Tahapan Menjadi Capres
Bagaimana proses seorang perempuan jika ingin menjadi seorang presiden. Matland (2002) memaparkan tiga tahapan bagi seorang perempuan untuk dapat duduk di parlemen. Namun, teori Matland ini relevan untuk melihat tahapan bagi capres perempuan. Tahapan pertama adalah seleksi oleh diri sendiri. Maka yang dilihat adalah latar belakang, jaringan dan modal sosial serta kapital. Saat ini, sudah banyak perempuan yang menempati posisi pimpinan di perusahaan-perusahaan besar dan tentu modal kapital bukan menjadi masalah. Bahkan, di periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, banyak menteri perempuan, bahkan terbanyak sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia, yaitu 9 menteri.
Selain itu, saat ini banyak organisasi masyarakat sipil yang dipimpin oleh perempuan. Artinya, dari aspek kapasitas, banyak perempuan unggul di Indonesia dan berpeluang untuk menjadi capres pada 2024.
Tahapan kedua adalah diseleksi oleh partai politik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dijelaskan pada Pasal 2 bahwa pembentukan partai politik harus menyertakan 30% perempuan. Selain itu, UU ini juga mensyarakatkan untuk melakukan kaderisasi secara demokratis dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan sebanyak 30% dan memberikan posisi perempuan di struktur partai politik sebanyak 30%. Artinya, secara regulasi, telah terbuka jalan bagi perempuan untuk berkiprah di partai politik. Bahkan, saat ini hampir setiap partai politik telah memiliki sayap partai khusus untuk perempuan. Partai politik menjadi penting mengingat setiap calon presiden harus didukung oleh partai politik.
Tahapan ketiga adalah dipilih oleh pemilih. Jika mengacu pada data BPS seperti yang telah dijelaskan di atas, capres perempuan memiliki peluang besar jika berhasil meraih seluruh suara pemilih perempuan yang jumlahnya seimbang dengan pemilih laki-laki.
Dari sini, terlihat bahwa sebenarnya jalan bagi perempuan untuk menjadi capres, bahkan memenangi pemilu dan menjadi presiden di 2024 cukup terbuka. Namun, jika dilihat lebih dalam lagi, absennya kandidat perempuan dalam bursa pemilihan presiden di Indonesia bisa disebabkan oleh situasi politik yang belum ramah perempuan. Hal ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama partai politik yang masih setengah hati menerapkan kuota 30% perempuan, baik di kepengurusan ataupun kandidasi calon anggota legislatif. Hasilnya, belum terpenuhi 30% kuota perempuan di parlemen. Selain itu, perempuan juga sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di internal partai politik. Aspek kedua adalah tidak semua pemilih perempuan bersedia untuk memilih kandidat perempuan.
Apa yang Harus Dilakukan
Mengingat waktu yang tersisa tiga tahun lagi, maka terdapat beberapa hal yang penting untuk dilakukan capres perempuan. Pertama, memantapkan diri dan yakin bahwa perempuan bisa menjadi presiden. Setelah itu mulai berhitung modal kapital yang dimiliki. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi seorang calon presiden akan membutuhkan ongkos politik besar. Selain itu, penting untuk membentuk tim sukses dan jaringan yang kuat hingga ke akar rumput.
Kedua, menjalin hubungan dengan partai politik. Beberapa partai politik mungkin saat ini telah memiliki capres yang akan dimajukan di Pemilu 2024. Namun, hal tersebut dapat berubah. Hal ini bergantung dari apa yang ditawarkan oleh capres perempuan tersebut serta potensi pemenangannya. Selain itu, penting pula berkomunikasi dengan partai politik yang sekiranya tidak memiliki figur untuk dimajukan. Yang terpenting, capres perempuan sudah memiliki basis massa yang kuat serta pemilih loyal. Jika berhasil meraih dukungan partai politik, capres perempuan akan dibantu oleh partai politik melalui jaringan yang dimiliki. Bahkan, partai politik akan membantu dalam hal finansial untuk keperluan kampanye.
Ketiga, menyuarakan aspirasi perempuan. Penting bagi capres perempuan untuk menargetkan pemilih perempuan mengingat jumlah pemilih perempuan yang cukup banyak. Untuk itu, capres perempuan perlu untuk melakukan riset yang mendalam guna melihat kebutuhan dan keinginan dari pemilih perempuan. Hal ini dapat menjadi bekal dalam berkampanye dan membuat janji-janji politik kepada pemilih perempuan.
Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
PEMILIHAN Presiden 2024 masih tiga tahun lagi. Namun, sejumlah figur bakal calon presiden (capres) yang dinilai potensial bersaing mulai bermunculan. Beberapa di antaranya yakni Ketua PDI Perjuangan Puan Maharani, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Keinginan mereka untuk maju di pemilihan presiden (pilpres) paling tidak tergambar dari tampilnya mereka melalui baliho dan billboard di berbagai kota di Indonesia.
Salah satu hal menarik adalah fenomena Puan Maharani. Dia menjadi perbincangan lantaran sosialisasinya melalui baliho dilakukan secara masif. Isu Puan juga menarik lantaran dia merupakan tokoh perempuan yang dinilai cukup potensial. Isu perempuan di panggung pemilihan presiden (pilpres) Tanah Air menarik lantaran kemunculannya tergolong langka. Sejak pilpres langsung digelar pada 2004, hanya Megawati Sukarnoputri perempuan yang pernah menjadi capres.
Selain Puan, Indonesia memiliki banyak figur perempuan yang juga dinilai layak maju di pilpres. Hal ini tergambar melalui hasil survei Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) pada 26 April 2021 hingga 8 Mei 2021. Ada sembilan nama tokoh perempuan yang dinilai layak maju capres pada Pemilu 2024. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menempati urutan teratas dengan elektabilitas 24,21%. Disusul Menteri Sosial Tri Rismaharini 17,66%, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa 11,07%, Menteri Keuangan Sri Mulyani 10%, Puan Maharani 4,01%, tokoh perempuan Yenny Wahid 3,14%, Megawati Soekarnoputri 2,79%, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah 1,32%, dan istri Presiden Joko Widodo, Iriana 1,07%.
Namun, sembilan tokoh perempuan ini relatif masih kalah bersaing dengan figur laki-laki. Pada survei ARSC ini, ketika mulai memasukan tokoh laki-laki dalam daftar capres, pilihan pun lebih mengarah kepada capres laki-laki. Dari 16 nama capres yang disebutkan oleh respoden dengan model pertanyaan top of mind (pertanyaan terbuka tanpa ada pilihan), hanya ada tiga nama yang masuk ke dalam daftar tersebut. Elektabilitas ketiganya pun tergolong rendah. Mereka yaitu Tri Rismaharini di peringkat 7 dengan 3,97%, Puan Maharani di peringkat 9 dengan 2,48%, dan Khofifah Indar Parawansa di peringkat 10 dengan 0,66%.
Hasil survei dari lembaga lain pun memperlihatkan minimnya capres perempuan. Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan dari 10 capres, hanya dua nama perempuan, yaitu Puan Maharani (1,1%) dan Khofifah Indar Parawansa (4,4%).
Hasil survei ini menggambarkan bahwa capres perempuan tampak masih sulit bersaing dengan capres laki-laki untuk dipilih oleh masyarakat.
Potensi Capres Perempuan
Terdapat beberapa alasan mengapa tokoh perempuan penting untuk tampil sebagai pemimpin nasional melalui ajang pilpres. Pertama, aspek keadilan. Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 49,76%. Jumlah ini menunjukkan bahwa jika dihitung secara kuantitas, maka seharusnya persentase capres perempuan berbanding sama dengan laki-laki. Kedua, aspek demokrasi. Tentu dengan kehadiran perempuan sebagai capres akan lebih mewarnai pemilu dengan gagasan-gagasan tentang kesejahteraan perempuan. Selain itu, aspek kapabilitas. Kepemimpinan perempuan di banyak negara di dunia sudah teruji. Bahkan beberapa di antaranya menampilkan kepemimpinan yang kuat dalam mengatasi berbagai masalah, termasuk pandemi Covid-19. Termasuk di antaranya yakni Angela Merkel sebagai kanselir Jerman yang menjabat sejak 2005 dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Tahapan Menjadi Capres
Bagaimana proses seorang perempuan jika ingin menjadi seorang presiden. Matland (2002) memaparkan tiga tahapan bagi seorang perempuan untuk dapat duduk di parlemen. Namun, teori Matland ini relevan untuk melihat tahapan bagi capres perempuan. Tahapan pertama adalah seleksi oleh diri sendiri. Maka yang dilihat adalah latar belakang, jaringan dan modal sosial serta kapital. Saat ini, sudah banyak perempuan yang menempati posisi pimpinan di perusahaan-perusahaan besar dan tentu modal kapital bukan menjadi masalah. Bahkan, di periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, banyak menteri perempuan, bahkan terbanyak sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia, yaitu 9 menteri.
Selain itu, saat ini banyak organisasi masyarakat sipil yang dipimpin oleh perempuan. Artinya, dari aspek kapasitas, banyak perempuan unggul di Indonesia dan berpeluang untuk menjadi capres pada 2024.
Tahapan kedua adalah diseleksi oleh partai politik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dijelaskan pada Pasal 2 bahwa pembentukan partai politik harus menyertakan 30% perempuan. Selain itu, UU ini juga mensyarakatkan untuk melakukan kaderisasi secara demokratis dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan sebanyak 30% dan memberikan posisi perempuan di struktur partai politik sebanyak 30%. Artinya, secara regulasi, telah terbuka jalan bagi perempuan untuk berkiprah di partai politik. Bahkan, saat ini hampir setiap partai politik telah memiliki sayap partai khusus untuk perempuan. Partai politik menjadi penting mengingat setiap calon presiden harus didukung oleh partai politik.
Tahapan ketiga adalah dipilih oleh pemilih. Jika mengacu pada data BPS seperti yang telah dijelaskan di atas, capres perempuan memiliki peluang besar jika berhasil meraih seluruh suara pemilih perempuan yang jumlahnya seimbang dengan pemilih laki-laki.
Dari sini, terlihat bahwa sebenarnya jalan bagi perempuan untuk menjadi capres, bahkan memenangi pemilu dan menjadi presiden di 2024 cukup terbuka. Namun, jika dilihat lebih dalam lagi, absennya kandidat perempuan dalam bursa pemilihan presiden di Indonesia bisa disebabkan oleh situasi politik yang belum ramah perempuan. Hal ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama partai politik yang masih setengah hati menerapkan kuota 30% perempuan, baik di kepengurusan ataupun kandidasi calon anggota legislatif. Hasilnya, belum terpenuhi 30% kuota perempuan di parlemen. Selain itu, perempuan juga sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di internal partai politik. Aspek kedua adalah tidak semua pemilih perempuan bersedia untuk memilih kandidat perempuan.
Apa yang Harus Dilakukan
Mengingat waktu yang tersisa tiga tahun lagi, maka terdapat beberapa hal yang penting untuk dilakukan capres perempuan. Pertama, memantapkan diri dan yakin bahwa perempuan bisa menjadi presiden. Setelah itu mulai berhitung modal kapital yang dimiliki. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi seorang calon presiden akan membutuhkan ongkos politik besar. Selain itu, penting untuk membentuk tim sukses dan jaringan yang kuat hingga ke akar rumput.
Kedua, menjalin hubungan dengan partai politik. Beberapa partai politik mungkin saat ini telah memiliki capres yang akan dimajukan di Pemilu 2024. Namun, hal tersebut dapat berubah. Hal ini bergantung dari apa yang ditawarkan oleh capres perempuan tersebut serta potensi pemenangannya. Selain itu, penting pula berkomunikasi dengan partai politik yang sekiranya tidak memiliki figur untuk dimajukan. Yang terpenting, capres perempuan sudah memiliki basis massa yang kuat serta pemilih loyal. Jika berhasil meraih dukungan partai politik, capres perempuan akan dibantu oleh partai politik melalui jaringan yang dimiliki. Bahkan, partai politik akan membantu dalam hal finansial untuk keperluan kampanye.
Ketiga, menyuarakan aspirasi perempuan. Penting bagi capres perempuan untuk menargetkan pemilih perempuan mengingat jumlah pemilih perempuan yang cukup banyak. Untuk itu, capres perempuan perlu untuk melakukan riset yang mendalam guna melihat kebutuhan dan keinginan dari pemilih perempuan. Hal ini dapat menjadi bekal dalam berkampanye dan membuat janji-janji politik kepada pemilih perempuan.
(bmm)