Soal Wacana PT 7%, Demokrat: Sangat Mungkin 2 Partai Islam Hilang

Senin, 01 Juni 2020 - 07:16 WIB
loading...
Soal Wacana PT 7%, Demokrat:...
Wacana menerapkan ambang masuk parlemen atau parliamentary threshold (PT) 7% pada Pemilu 2024 mulai mengemuka. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wacana menerapkan ambang masuk parlemen atau parliamentary threshold (PT) 7% pada Pemilu 2024 mulai mengemuka.

Wacana PT 7% mencuat beberapa waktu lalu. Wacana itu muncul dari Partai Nasdem dan Partai Golkar, Golkar berargumen PT sebesar itu untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di DPR, bukan untuk menyingkirkan partai papan tengah. (Baca Juga: Partai Demokrat
Andi menilai penerapan PT sebesar itu justru akan memengaruhi eksistensi partai berbasis Islam di parlemen nantinya.

Menurut dia, higga kini ceruk suara partai Islam sebesar 30% belum berubah. "Soal ide PT 7% DPR bagi partai Demokrat tak masalah, sejak 2004-2019 7-20% juara. Persoalannya adalah ceruk partai berbasis agama itu 30 persen belum berubah. Sangat mungkin terjadi dua partai Islam hilang. Pluralisme itu memberi tempat dengan kemudahan, bukan membunuhnya. Demokrat tidak merasa khawatir," kata Andi melalui aku Twitternya, @AndiArief_, Minggu 31 Mei 2020.

Wacana menaikkan PT 7% juga menjadi sorotan lembaga kepemiluan. Beberapa waktu lalu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai untuk menyederhanakan sistem kepartaian tidak hanya bisa dilakukan dengan menaikkan ambang batas.

Ambang batas menurutnya, memang bisa secara cepat mengurangi jumlah partai yang bisa masuk Parlemen, namun juga bisa membawa dampak kurang baik bagi penyelenggaraan pemilu.

"Semakin tinggi ambang batas maka partai makin sulit untuk bisa dapat kursi dan mengirim wakil-wakilnya masuk Parlemen," tutur Titi pada 13 Maret lalu. (Baca Juga: Usulan PT 7%, Perludem: Bisa Akibatkan Pemilu Disproporsional)

Titi menyebutkan akibat dari ambang batas yang semakin tinggi bisa mengakibatkan pemilu di Indonesia semakin disproporsional. Artinya, perolehan suara yang diperoleh partai tidak seimbang dengan perolehan kursinya saat dilakukan konversi suara menjadi kursi. Terlebih, Indonesia masih menganut sistem proporsional.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1269 seconds (0.1#10.140)