Tangani Over Kapasitas Lapas, DPR Dorong Revisi UU PAS, Narkotika dan KUHP
loading...
A
A
A
"Jangan hanya ngomong A, I, U, BA, BI, BU tapi juga kenyataannya besok terjadi lagi, terjadi lagi, terjadi lagi, omong doang (omdo)," katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta mengatakan, yang terpenting saat ini adalah korban dan keluarga dalam insiden kebakaran Lapas Tangerang diurus dengan baik. Begitu juga para petugas lapas, dan jangan sampai kasus ini terulang kembali.
"Daripada kita saling tuding-menuding, mungkin solusi empat itu penting dan kita kontrol bersama, kita kontrol ini, sudah dijalankan atau nggak, karena ini program jangka pendek yang tidak bisa diatasi dengan bicara-bicara," kata Wayan.
Menurut Wayan, revisi UU PAS memang penting untuk dilanjutkan dan disahkan, begitu juga dengan revisi UU Narkotika dan RUU KUHAP yang selalu menitikberatkan kepastian hukum dan hak asasi manusia. Padahal tujuan hukum, menurut Gustav Radbruch, ada 3 yakni, keadilan, kepastian hukum dan manfaat.
"KUHAP harus direvisi, KUHP harus direvisi, UU Narkoba harus direvisi dan UU Pemasayarakatan harus direvisi," katanya.
Wayan menjelaskan, Indonesia sebenarnya memiliki peradilan adat. Jika peradilan adat diterapkan, maka tidak akan ada peristiwa yang memilukan ini.
"Kalau di hukum adat, yang namanya azas manfaat itu sangat penting, kenyamanan sebagai muara putusan adat itu penting. Jadi hukum adat hanya memberikan sanksi satu, sanksi sosial, kalau ada orang maling ayam, dikalungkan di lehernya saya pencuri ayam, seluruh kampung dikelilingi kemudian pulang, gak berani keluar sampai orang berhenti membicarakan dia," kata Wayan.
"Dia menghukum dirinya sendiri di rumah, dia penjarakan dirinya di rumah, sementara negara tidak sama sekali mengeluarkan biaya. Luar biasa nilai hukum adat itu dan kalau itu dijalankan maka nggak perlu ada penjara," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani berpandangan bahwa persoalan lapas ini tidak hanya bisa diselesaikan dengan undang-undang, tapi harus dengan pendekatan sistemik. Ada tiga hal yang harus dibereskan.
Pertama, kata Arsul, aturan, regulasi dan substansi hukumnya. Revisi UU PAS sebenarnya sudah dilakukan di DPR pada periode lalu, bahkan sudah disahkan di tingkat I bersama dengan pemerintah. Kedua, struktur hukum atau kelembagaan lapas itu sendiri. Dan ketiga, budaya hukumnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta mengatakan, yang terpenting saat ini adalah korban dan keluarga dalam insiden kebakaran Lapas Tangerang diurus dengan baik. Begitu juga para petugas lapas, dan jangan sampai kasus ini terulang kembali.
"Daripada kita saling tuding-menuding, mungkin solusi empat itu penting dan kita kontrol bersama, kita kontrol ini, sudah dijalankan atau nggak, karena ini program jangka pendek yang tidak bisa diatasi dengan bicara-bicara," kata Wayan.
Menurut Wayan, revisi UU PAS memang penting untuk dilanjutkan dan disahkan, begitu juga dengan revisi UU Narkotika dan RUU KUHAP yang selalu menitikberatkan kepastian hukum dan hak asasi manusia. Padahal tujuan hukum, menurut Gustav Radbruch, ada 3 yakni, keadilan, kepastian hukum dan manfaat.
"KUHAP harus direvisi, KUHP harus direvisi, UU Narkoba harus direvisi dan UU Pemasayarakatan harus direvisi," katanya.
Wayan menjelaskan, Indonesia sebenarnya memiliki peradilan adat. Jika peradilan adat diterapkan, maka tidak akan ada peristiwa yang memilukan ini.
"Kalau di hukum adat, yang namanya azas manfaat itu sangat penting, kenyamanan sebagai muara putusan adat itu penting. Jadi hukum adat hanya memberikan sanksi satu, sanksi sosial, kalau ada orang maling ayam, dikalungkan di lehernya saya pencuri ayam, seluruh kampung dikelilingi kemudian pulang, gak berani keluar sampai orang berhenti membicarakan dia," kata Wayan.
"Dia menghukum dirinya sendiri di rumah, dia penjarakan dirinya di rumah, sementara negara tidak sama sekali mengeluarkan biaya. Luar biasa nilai hukum adat itu dan kalau itu dijalankan maka nggak perlu ada penjara," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani berpandangan bahwa persoalan lapas ini tidak hanya bisa diselesaikan dengan undang-undang, tapi harus dengan pendekatan sistemik. Ada tiga hal yang harus dibereskan.
Pertama, kata Arsul, aturan, regulasi dan substansi hukumnya. Revisi UU PAS sebenarnya sudah dilakukan di DPR pada periode lalu, bahkan sudah disahkan di tingkat I bersama dengan pemerintah. Kedua, struktur hukum atau kelembagaan lapas itu sendiri. Dan ketiga, budaya hukumnya.