Marwan Jafar: COVID-19 Jembatan Lintasan Menuju Renaisans Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia global termasuk Indonesia dinilai menjadi wahana pembelajaran berharga yang harus dihadapi sebagai jembatan lintasan menuju renaisans. Kondisi demikian diibaratkan, meminjam istilah Petrarch sebagai "The Dark Age" atau "Zaman Kegelapan" pada Tahun 1330-an menuju Renaisans atau masa "Dhulumat" atau "Kegelapan" menuju "Nur" atau "Cahaya" pada peristiwa Fathu Makkah di masa Nabi Muhammad SAW.
"Kondisi ini harus diterima sebagai kenyataan yang harus dihadapi sebagai bangsa untuk melakukan evaluasi berbagai bidang strategis, terutamaekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan SDM secara lebih mendetail, terukur, terencana dan komprehensif," ujar Anggota DPR dari Fraksi PKB, Marwan Jafar di Jakarta, Minggu (31/5/2020). (Baca juga: Landasan Pemerintah dalam Pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19)
Menurut mantan Menteri Desa, PDTT ini, kondisi ini dapat menjadi jembatan lintasan menuju renaisans, dengan strategi dan langkah-langkah, antara lain:
1. Perlu melakukan pencermatan dan analisis yang mendalam dan komprehensif terhadap dinamika perkembangan global pandemi COVID-19. Dinamika tersebut harus disikapi hati-hati, kritis dan waspada, sekalipun tetap menjalin komunikasi dan diplomasi intens dengan negara-negara yang memiliki kisah sukses menekan angka resiko penyebaran COVID-19 dalam rangka mencari solusi terbaik penanganan pandemi tersebut.
Perkembangan penanganan pandemi COVID-19 di berbagai negara hendaknya dijadikan referensi dan perbandingan bagi Indonesia karena masing-masing negara memiliki karakteristik tersendiri, baik aspek geografis, kultur, tingkat pendidikan masyarakat, dan sebagainya.
"Indonesia tidak bisa serta merta disamakan dengan negara lain, tidak sepenuhnya bergantung pada WHO, tidak sepenuhnya bergantung pada ahli asing. Kita ini negara besar dan kepulauan, terletak di garis khatulistiwa, majemuk dari segala aspek, budaya, etnis, pendidikan dan lainnya, sehingga dalam menghadapi dan menangani pandemi COVID-19 juga tidak musti sama dengan negara-negara lain," jelasnya.
2. Perlu sosialisasi terus menerus tentang pentingnya kesiapan menghadapi Era Tatanan Baru melalui berbagai media, baik media massa, terutama televisi, media online, media sosial, dan aktivitas keagamaan, seperti ceramah, khutbah, pembelajaran di kampus, sekolah, pondok pesantren hingga kegiatan komunitas, ormas sosial keagamaan di berbagai level sampai tingkat RT/RW.
3. Perlu penyiapan berbagai sarana prasarana, infrastruktur kesehatan, seperti rumah sakit, balai kesehatan dan puskesmas hingga memberdatakan kembali posyandu yang memadai, baik ketersediaan APD, alkes, obat-obatan, vitamin dan peralatan penunjang lainnya.
4. Perlu penyiapan ketersediaan pangan, energi, minyak dan gas bumi serta kebutuhan dasar masyarakat untuk masa pasca pandemi kelak.
5. Perlu penyiapan ketercukupan anggaran negara, antara lain melalui refocusing di semua Kementerian/Lembaga, baik di Era Tatanan Baru maupun pasca pandemi dalam konteks Bansos, bantuan insentif program bagi pelaku usaha sektor informal UMKM dan industri agar mereka segara beraktivitas kembali.
6. Perlu strategi internalisasi tata nilai peradaban, budaya, Social Enginering dan tatanan masyarakat yang agung sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Tata nilai tersebut menjadi spirit berharga bagi upaya mewujudkan masyarakat Tamaddun, meminjam istilah Ibnu Khaldun,Harakah Hissi(indera),Wahmi(intuisi), danAqli(akal), meminjam Istilah Al-Ghazali, Ghazwul Fikr, meminjam istilah Ali Syariati, yang berarti membangun suatu negeri atau bangsa madaniyah yang mempunyai peradaban tinggi dan maju.
7. Perlu penguatan kelembagaan penanganan bencana alam maupun non alam, baik terkait tata kelola managerial, hubungan antar Kementerian/Lembaga terkait, kewenangan dan kebijakan, penganggaran, SDM, infrastruktur, teknologi dan aspek lain yang dibutuhkan untuk keperluan pengembangan ke depan.
8. Perlu memaksimalkan peran second opinion dalam upaya pengambilan kebijakan strategis, misalnya dengan melibatkan peran intelejen, insan pers, maupun kelompok-kelompok kritis masyarakat sipil.
9. Perlu optimalisasi peran para pihak untuk melawan berita hoaks tentang pandemi COVID-19 yang berkembang di tengah masyarakat, baik melalui media massa dan media sosial.
"Bagaimana pun, berita-berita hoax yang jelas-jelas merugikan masyarakat, memicu kesalahpahaman dan bahkan konflik di tengah masyarakat harus kita perangi," jelasnya.
10. Perlu penyiapan strategi pengelolaan resiko dan krisis kebencanaan nasional secara terukur, sistematis dan terpadu mulai pusat sampai daerah.
11. Perlu menjaga keseimbangan lingkungan budaya dan ekologi, sekaligus memperhatikan Social Responcibility dan Sustainability terkait managemen penanganan COVID-19. Hal ini penting dilakukan agar jangan sampai terjadi gelombang kedua yang tak terduga-duga COVID-19. Sebab, Indonesia dinilai belum mencapai puncak pandemi COVID-19 dan tingkat penyebarannya pun masih fluktuatif sehingga dibutuhkan keputusan yang tegas untuk menghadapi pandemi tersebut.
12. Perlu strategi stabilisasi nilai rupiah dan IHSG untuk memperkuat eksistensi ekonomi kita. Jangan sampai fiskal kita jebol terlalu dalam sehingga bisa mempengaruhi fundamental ekonomi bangsa.
"Termasuk penguatan cadangan devisa, pengurangan defisit neraca pembayaran dan mengoptimalkan ekspor melalui berbagai komoditas andalan," tandasnya.
Menurut Marwan, upaya menuju renaisans Indonesia optimis terwujud, antara lain dengan langkah dan strategi berikut:
1). Memastikan jembatan lintasan tersebut terlaksana dengan baik, sehingga tercipta kondisi renaisans yang dimulai dari upaya internalisasi nilai-nilai ideal dalam konteks berbangsa dan bernegara, menciptakan budaya renaisans yang diafirmasi oleh pemeintah melalui berbagai dukungan SDM, sarana prasarana, kebijakan, anggaran dan payung hukum.
2). Memastikan upaya recovery pandemi COVID-19 dengan antara lain merombak rumusanm dan kebijakan RPJMN secara proporsional dalam konteks recovery pasca pandemi dan menciptakan peluang-peluang baru, program yang tahan banting seperti ruralisasi dan program yang pro masyarakat miskin dan sekaligus dapat membantu upaya penanganan bidang-bidang yang terdampak pandemi COVID-19.
3). Perlu melakukan evaluasi dan restrukturisasi lembaga-lembaga negara secara proporsional berikut mempersiapkan SDM yang lebih responsif, unggul, punya gagasan-gagasan brilian, punya komitmen yang kuat, berkarakter, punya leadership dan berintegritas yang mampu menyelesaikan berbagai macam masalah, termasuk masalah kebencanaan, khususnya pandemi COVID-19, serta tidak memiliki masalah sosial sehingga dapat melakukan percepatan menuju renaisans, baik kelembagaan maupun peradaban.
4). Dalam konteks pengambilan keputusan strategis harus didasarkan pada faktor kesejarahan bangsa, kajian analisis dan penelitian yang mendalam maupun milieu yang berkarakter konstruktif-solutif sehingga benar-benar dapat diimplementasikan di tengah masyarakat secara tepat dan cepat serta mengikuti perkembangan sains dan teknologi, termasuk teknologi digital. Belum lagi, pergeseran revolusi industri digital 4.0 menuju 5.0.
5). Ciptakan mentalitas pemenang di tengah masyarakat dan siap bangkit dengan meningkatkan industri-industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja yang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Sebab, COVID-19 berdampak pada banyaknya PHK besar-besaran tersebut perlu strategi, kebijakan dan tindakan besar sesegera mungkin untuk mengatasi berbagai masalah krisis ekonomi, supaya kehidupan masyarakat lebih menjanjikan, sejahtera dan optimistis.
6). Perlu penciptaan kondisi kemandirian bangsa agar tidak terlalu bergantung pada produk luar negeri, dengan melakukan upaya-upaya antara lain: pemberdayaan produk-produk dalam negeri supaya menghidupkan situasi yang kreatif, inovatif dan kompetitif yang dapat saling menghidupi sektor informal dan UMKM kita, sampai upaya menghidupkan kembali dan mencipkan industri-industri besar, dengan menarik investor yang besar-besar pula.
7). Perlu menahan inflasi supaya tidak terlalu berdampak buruk pada milieu ekonomi kita, tentu dengan menjaga keseimbangan antara demand dan supply.
8). Perlu perencanaan matang terkait strategi peningkatan daya beli masyarakat supaya ekonomi stabil dalam memasuki Era Tatanan Baru.
9). Perlu strategi program percepatan recovery pasca krisis, seperti peristiwa The Great Depression atau Depresi Besar pada Zaman Malaise, sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi—secara dramatis—di seluruh dunia yang mulai terjadi pada tahun 1929.
Program recovery pasca pandemi COVID-19 kelak, pernah juga terjadi di Amerika Serikat, yakni dikenal dengan sebutan “The New Deal” yang dicetuskan oleh Franklin Delano Rosevelt, Presiden AS ke-32, untuk beberapa program domestik pada periode 1933 hingga 1936, dan beberapa waktu setelahnya. Program ini diberlakukan untuk mengatasi berbagai masalah yang menjadi dampak dariThe Great Dipression Amerika Serikat. Program ini memiliki motto "3 Rs", yakni: Relief, Recovery,danReform. Fokus program ini diadakan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan, pemulihan ekonomi ke level wajar, dan pengaturan ulang sistem ekonomi agar depresi tidak kembali terulang.
Di Indonesia, program semacam ini juga penting untuk membantu masyarakat rentan dan kurang beruntung secara ekonomi, buruh, petani, pekebun, peternak, nelayan dan sektor ekonomi pedesaan melalui penguatan peningkatan produksi dan jaminan harga panen oleh lembaga pertanian dan BUMN Pangan.
"Perlu dipayungi dengan regulasi yang bersifat mandatory agar supaya kehidupan mereka menjadi lebih menjanjikan dan sejahtera", imbuhnya.
10). Perlu menciptakan lapangan kerja di bidang infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja baru, seperti pembangunan jalan, jembatan, bandara, rumah sakit, dan program konservasi sipil lainnya, meskipun dengan dana yang tidak terlalu besar, dan bidang-bidang lainnya, serta menciptakan industri-industri baru, baik berskala kecil, menengah, maupun besar.
11). Investasi bidang penelitian dan pengembangan untuk menyongsong renaisans Indonesia.
"Ini penting, sekali lagi, sering saya tegaskan baik melalui diskusi online maupun media massa, kita harus berinvestasi dalam bidang penelitian dan pengembangan secara besar-besaran, terutama bidang farmasi, dengan menggandeng kampus-kampus yang kredibel, baik dalam maupun luar negeri maupun dengan perusahaan-perusahaan raksasa bidang farmasi, seperti Fuji Film, Bayer, Avantis, Monsanto dan sebagainya, sekaligus sebagai transfer of technology bagi perusahaan swasta maupun BUMN Farmasi kita. Investasi penelitian ini tidak bisa ditunda-tunda lagi karena semuanya sudah berbasis sains dan teknologi", tegasnya.
Marwan juga tegaskan, Indonesia dan negara-negara lain di dunia, saat ini masih berjuang untuk keluar dari pandemi COVID-19. Sebagai bangsa besar yang mewarisi nilai-nilai kejuangan dan heroisme, haruslah terus-menerus memperkuat jati diri dan jiwa optimis sebagai bangsa pemenang dalam menghadapi berbagai krisis, terutama pandemi COVID-19 menuju renaisans Indonesia.
"Kondisi ini harus diterima sebagai kenyataan yang harus dihadapi sebagai bangsa untuk melakukan evaluasi berbagai bidang strategis, terutamaekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan SDM secara lebih mendetail, terukur, terencana dan komprehensif," ujar Anggota DPR dari Fraksi PKB, Marwan Jafar di Jakarta, Minggu (31/5/2020). (Baca juga: Landasan Pemerintah dalam Pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19)
Menurut mantan Menteri Desa, PDTT ini, kondisi ini dapat menjadi jembatan lintasan menuju renaisans, dengan strategi dan langkah-langkah, antara lain:
1. Perlu melakukan pencermatan dan analisis yang mendalam dan komprehensif terhadap dinamika perkembangan global pandemi COVID-19. Dinamika tersebut harus disikapi hati-hati, kritis dan waspada, sekalipun tetap menjalin komunikasi dan diplomasi intens dengan negara-negara yang memiliki kisah sukses menekan angka resiko penyebaran COVID-19 dalam rangka mencari solusi terbaik penanganan pandemi tersebut.
Perkembangan penanganan pandemi COVID-19 di berbagai negara hendaknya dijadikan referensi dan perbandingan bagi Indonesia karena masing-masing negara memiliki karakteristik tersendiri, baik aspek geografis, kultur, tingkat pendidikan masyarakat, dan sebagainya.
"Indonesia tidak bisa serta merta disamakan dengan negara lain, tidak sepenuhnya bergantung pada WHO, tidak sepenuhnya bergantung pada ahli asing. Kita ini negara besar dan kepulauan, terletak di garis khatulistiwa, majemuk dari segala aspek, budaya, etnis, pendidikan dan lainnya, sehingga dalam menghadapi dan menangani pandemi COVID-19 juga tidak musti sama dengan negara-negara lain," jelasnya.
2. Perlu sosialisasi terus menerus tentang pentingnya kesiapan menghadapi Era Tatanan Baru melalui berbagai media, baik media massa, terutama televisi, media online, media sosial, dan aktivitas keagamaan, seperti ceramah, khutbah, pembelajaran di kampus, sekolah, pondok pesantren hingga kegiatan komunitas, ormas sosial keagamaan di berbagai level sampai tingkat RT/RW.
3. Perlu penyiapan berbagai sarana prasarana, infrastruktur kesehatan, seperti rumah sakit, balai kesehatan dan puskesmas hingga memberdatakan kembali posyandu yang memadai, baik ketersediaan APD, alkes, obat-obatan, vitamin dan peralatan penunjang lainnya.
4. Perlu penyiapan ketersediaan pangan, energi, minyak dan gas bumi serta kebutuhan dasar masyarakat untuk masa pasca pandemi kelak.
5. Perlu penyiapan ketercukupan anggaran negara, antara lain melalui refocusing di semua Kementerian/Lembaga, baik di Era Tatanan Baru maupun pasca pandemi dalam konteks Bansos, bantuan insentif program bagi pelaku usaha sektor informal UMKM dan industri agar mereka segara beraktivitas kembali.
6. Perlu strategi internalisasi tata nilai peradaban, budaya, Social Enginering dan tatanan masyarakat yang agung sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Tata nilai tersebut menjadi spirit berharga bagi upaya mewujudkan masyarakat Tamaddun, meminjam istilah Ibnu Khaldun,Harakah Hissi(indera),Wahmi(intuisi), danAqli(akal), meminjam Istilah Al-Ghazali, Ghazwul Fikr, meminjam istilah Ali Syariati, yang berarti membangun suatu negeri atau bangsa madaniyah yang mempunyai peradaban tinggi dan maju.
7. Perlu penguatan kelembagaan penanganan bencana alam maupun non alam, baik terkait tata kelola managerial, hubungan antar Kementerian/Lembaga terkait, kewenangan dan kebijakan, penganggaran, SDM, infrastruktur, teknologi dan aspek lain yang dibutuhkan untuk keperluan pengembangan ke depan.
8. Perlu memaksimalkan peran second opinion dalam upaya pengambilan kebijakan strategis, misalnya dengan melibatkan peran intelejen, insan pers, maupun kelompok-kelompok kritis masyarakat sipil.
9. Perlu optimalisasi peran para pihak untuk melawan berita hoaks tentang pandemi COVID-19 yang berkembang di tengah masyarakat, baik melalui media massa dan media sosial.
"Bagaimana pun, berita-berita hoax yang jelas-jelas merugikan masyarakat, memicu kesalahpahaman dan bahkan konflik di tengah masyarakat harus kita perangi," jelasnya.
10. Perlu penyiapan strategi pengelolaan resiko dan krisis kebencanaan nasional secara terukur, sistematis dan terpadu mulai pusat sampai daerah.
11. Perlu menjaga keseimbangan lingkungan budaya dan ekologi, sekaligus memperhatikan Social Responcibility dan Sustainability terkait managemen penanganan COVID-19. Hal ini penting dilakukan agar jangan sampai terjadi gelombang kedua yang tak terduga-duga COVID-19. Sebab, Indonesia dinilai belum mencapai puncak pandemi COVID-19 dan tingkat penyebarannya pun masih fluktuatif sehingga dibutuhkan keputusan yang tegas untuk menghadapi pandemi tersebut.
12. Perlu strategi stabilisasi nilai rupiah dan IHSG untuk memperkuat eksistensi ekonomi kita. Jangan sampai fiskal kita jebol terlalu dalam sehingga bisa mempengaruhi fundamental ekonomi bangsa.
"Termasuk penguatan cadangan devisa, pengurangan defisit neraca pembayaran dan mengoptimalkan ekspor melalui berbagai komoditas andalan," tandasnya.
Menurut Marwan, upaya menuju renaisans Indonesia optimis terwujud, antara lain dengan langkah dan strategi berikut:
1). Memastikan jembatan lintasan tersebut terlaksana dengan baik, sehingga tercipta kondisi renaisans yang dimulai dari upaya internalisasi nilai-nilai ideal dalam konteks berbangsa dan bernegara, menciptakan budaya renaisans yang diafirmasi oleh pemeintah melalui berbagai dukungan SDM, sarana prasarana, kebijakan, anggaran dan payung hukum.
2). Memastikan upaya recovery pandemi COVID-19 dengan antara lain merombak rumusanm dan kebijakan RPJMN secara proporsional dalam konteks recovery pasca pandemi dan menciptakan peluang-peluang baru, program yang tahan banting seperti ruralisasi dan program yang pro masyarakat miskin dan sekaligus dapat membantu upaya penanganan bidang-bidang yang terdampak pandemi COVID-19.
3). Perlu melakukan evaluasi dan restrukturisasi lembaga-lembaga negara secara proporsional berikut mempersiapkan SDM yang lebih responsif, unggul, punya gagasan-gagasan brilian, punya komitmen yang kuat, berkarakter, punya leadership dan berintegritas yang mampu menyelesaikan berbagai macam masalah, termasuk masalah kebencanaan, khususnya pandemi COVID-19, serta tidak memiliki masalah sosial sehingga dapat melakukan percepatan menuju renaisans, baik kelembagaan maupun peradaban.
4). Dalam konteks pengambilan keputusan strategis harus didasarkan pada faktor kesejarahan bangsa, kajian analisis dan penelitian yang mendalam maupun milieu yang berkarakter konstruktif-solutif sehingga benar-benar dapat diimplementasikan di tengah masyarakat secara tepat dan cepat serta mengikuti perkembangan sains dan teknologi, termasuk teknologi digital. Belum lagi, pergeseran revolusi industri digital 4.0 menuju 5.0.
5). Ciptakan mentalitas pemenang di tengah masyarakat dan siap bangkit dengan meningkatkan industri-industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja yang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Sebab, COVID-19 berdampak pada banyaknya PHK besar-besaran tersebut perlu strategi, kebijakan dan tindakan besar sesegera mungkin untuk mengatasi berbagai masalah krisis ekonomi, supaya kehidupan masyarakat lebih menjanjikan, sejahtera dan optimistis.
6). Perlu penciptaan kondisi kemandirian bangsa agar tidak terlalu bergantung pada produk luar negeri, dengan melakukan upaya-upaya antara lain: pemberdayaan produk-produk dalam negeri supaya menghidupkan situasi yang kreatif, inovatif dan kompetitif yang dapat saling menghidupi sektor informal dan UMKM kita, sampai upaya menghidupkan kembali dan mencipkan industri-industri besar, dengan menarik investor yang besar-besar pula.
7). Perlu menahan inflasi supaya tidak terlalu berdampak buruk pada milieu ekonomi kita, tentu dengan menjaga keseimbangan antara demand dan supply.
8). Perlu perencanaan matang terkait strategi peningkatan daya beli masyarakat supaya ekonomi stabil dalam memasuki Era Tatanan Baru.
9). Perlu strategi program percepatan recovery pasca krisis, seperti peristiwa The Great Depression atau Depresi Besar pada Zaman Malaise, sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi—secara dramatis—di seluruh dunia yang mulai terjadi pada tahun 1929.
Program recovery pasca pandemi COVID-19 kelak, pernah juga terjadi di Amerika Serikat, yakni dikenal dengan sebutan “The New Deal” yang dicetuskan oleh Franklin Delano Rosevelt, Presiden AS ke-32, untuk beberapa program domestik pada periode 1933 hingga 1936, dan beberapa waktu setelahnya. Program ini diberlakukan untuk mengatasi berbagai masalah yang menjadi dampak dariThe Great Dipression Amerika Serikat. Program ini memiliki motto "3 Rs", yakni: Relief, Recovery,danReform. Fokus program ini diadakan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan, pemulihan ekonomi ke level wajar, dan pengaturan ulang sistem ekonomi agar depresi tidak kembali terulang.
Di Indonesia, program semacam ini juga penting untuk membantu masyarakat rentan dan kurang beruntung secara ekonomi, buruh, petani, pekebun, peternak, nelayan dan sektor ekonomi pedesaan melalui penguatan peningkatan produksi dan jaminan harga panen oleh lembaga pertanian dan BUMN Pangan.
"Perlu dipayungi dengan regulasi yang bersifat mandatory agar supaya kehidupan mereka menjadi lebih menjanjikan dan sejahtera", imbuhnya.
10). Perlu menciptakan lapangan kerja di bidang infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja baru, seperti pembangunan jalan, jembatan, bandara, rumah sakit, dan program konservasi sipil lainnya, meskipun dengan dana yang tidak terlalu besar, dan bidang-bidang lainnya, serta menciptakan industri-industri baru, baik berskala kecil, menengah, maupun besar.
11). Investasi bidang penelitian dan pengembangan untuk menyongsong renaisans Indonesia.
"Ini penting, sekali lagi, sering saya tegaskan baik melalui diskusi online maupun media massa, kita harus berinvestasi dalam bidang penelitian dan pengembangan secara besar-besaran, terutama bidang farmasi, dengan menggandeng kampus-kampus yang kredibel, baik dalam maupun luar negeri maupun dengan perusahaan-perusahaan raksasa bidang farmasi, seperti Fuji Film, Bayer, Avantis, Monsanto dan sebagainya, sekaligus sebagai transfer of technology bagi perusahaan swasta maupun BUMN Farmasi kita. Investasi penelitian ini tidak bisa ditunda-tunda lagi karena semuanya sudah berbasis sains dan teknologi", tegasnya.
Marwan juga tegaskan, Indonesia dan negara-negara lain di dunia, saat ini masih berjuang untuk keluar dari pandemi COVID-19. Sebagai bangsa besar yang mewarisi nilai-nilai kejuangan dan heroisme, haruslah terus-menerus memperkuat jati diri dan jiwa optimis sebagai bangsa pemenang dalam menghadapi berbagai krisis, terutama pandemi COVID-19 menuju renaisans Indonesia.
(kri)