Susahnya Indonesia Memberantas Korupsi, Baca News RCTI+

Rabu, 08 September 2021 - 10:56 WIB
loading...
Susahnya Indonesia Memberantas Korupsi, Baca News RCTI+
Susahnya Indonesia Memberantas Korupsi, Baca News RCTI+
A A A
JAKARTA - Korupsi di Indonesia sangat sulit diberantas. Meski sudah banyak pejabat yang ditangkap karena mencuri uang negara, tetap saja masih ada yang berani melakukannya. Terakhir, ada dua kepala daerah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertanda apakah ini? Baca selengkapnya berita-berita pemberantasan korupsi di News RCTI+.

Perang melawan korupsi tampaknya masih menjadi masalah besar yang belum terpecahkan. Setidaknya fenomena ini bisa dilihat dari operasi tangkap tangan (OTT) dua kepala daerah yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jeda waktu yang tidak terlalu lama dalam satu minggu terakhir ini. Mereka masing masing adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono.

Bupati Puput Tantriana Sari ditangkap bersama suaminya, Hasan Aminuddin yang merupakan anggota DPR RI. Mereka ditangkap pada Minggu, 29 Agustus 2021 dini hari karena diduga terlibat jual beli jabatan di pemerintahan Kabupaten Probolinggo tahun 2019. Dari operasi penangkapan tersebut, KPK menyita barang bukti uang Rp362,5 juta dan sejumlah dokumen penting. Bersama mereka, KPK juga telah menetapkan 17 orang dari ASN di Pemkab Probolinggo tremasuk para camat.

Adapun Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono ditahan KPK sejak 3 September 2021 lalu. KPK juga menahan Kedy Afandi, orang kepercayaan sang bupati. Budhi dan Kedy digelandang ke KPK karena diduga terlibat korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018. Budhi diduga telah menerima commitment fee atas berbagai proyek infrastruktur di Banjarnegara sebesar Rp2,1 miliar. Seperti biasa, Sang Bupati membantahnya dan menantang KPK membuktikannya.

Dua kepala daerah ini bukan merupakan tangkapan pertama atau kedua KPK. Selama berdiri tahun 2002, KPK sudah menangkap ratusan kepala daerah yang diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi. Modus operandinya pun beraneka ragam dan terus berkembang. Ada yang sangat konvensional, ada juga yang sedikit rumit. Namun, aparat hukum berhasil mengendusnya.

Tertangkapnya dua kepala daerah ini merupakan ironi penegakan hukum yang telah dilakukan bertahun-tahun. Disebut ironi karena penegakan hukum yang dilakukan selama ini gagal memberikan efek jera bagi yang lain. Artinya banyaknya pejabat yang dikerangkeng di jeruji besi tidak membuat takut pejabat lain untuk tetap menggarong uang negara.

KPK boleh saja mengklaim penangkapan dua bupati tersebut sebagai prestasi. Namun jika dilihat dari paradigma pencegahan, KPK telah gagal mencapainya. Selama penegakan hukum dilakukan secara parsial yang lebih mementingkan penangkapan daripada pencegahan, sampai kapanpun korupsi akan sulit dihilangkan dari Bumi Pertiwi. Seharusnya dua hal tersebut dilakukan secara bersamaan dengan porsi yang sama sama penting.

Yang terjadi selama ini, banyak yang menilai penegakan masih belum serius. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya vonis bagi para koruptor. Bahkan penelitian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW), menyebut ada tren penurunan hukuman bagi koruptor.

Data ICW mengungkap sepanjang tahun 2020, vonis ringan yakni antara 0-4 tahun masih mendominasi persidangan kasus korupsi di Indonesia. Dari hasil riset menunjukkan 760 terdakwa mendapat vonis di bawah 4 tahun. sedangkan yang mendapat vonis diatas 10 tahun hanya 18 terdakwa. Tren vonis rendah ini juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Kalau dirata-rata koruptor hanya mendapat vonis 3 tahun. Adilkah vonis mereka dengan kerusakan yang ditimbulkan pada bangs aini? Tentu saja jauh dari rasa keadilan. Belum lagi saat ini banyak napi koruptor juga mendapat remisi. Pada 17 Agustus 2021 lalu, misalnya, ada 214 dari total 3.496 narapidana korupsi yang mendapat remisi umum. Karena korupsi dinilai masuk dalam kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), tidak sementinya koruptor diberikan remisi.

Fakta-fakta ini jelas akan berakibat fatal bagi gagalnya penegakan hukum karena tidak akan memunculkan efek jera. Belum lagi ada sebagian kasus terkesan ditangani secara pandang bulu. Dan banyak yang menilai ada upaya yang sistematis untuk melemahkan KPK.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1452 seconds (0.1#10.140)