Kepemimpinan Kolektif Solusi Penyatuan Peradi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Penasihat PBH Peradi Rivai Kusumanegara menyoroti bergulirnya kembali upaya penyatuan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Rivai berpandangan upaya tersebut akan berhasil jika mempedomani prinsip-prinsip rekonsiliasi serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar dalam hal ini penguatan profesi advokat maupun kepentingan penegakan hukum dan masyarakat pencari keadilan.
”Syarat penyatuan dengan melarang pihak-pihak tertentu mencalonkan diri dalam Munas Bersama dirasa kurang tepat. Mengingat prinsip rekonsiliasi justru mendorong kebersamaan dan saling berperan untuk memastikan proses rekonsiliasi berjalan sesuai rencana,” katanya.
Dengan mengutip pendapat Melor & Bretherton, Rivai menjelaskan, terdapat tiga prinsip dalam rekonsiliasi yakni berdamai dengan masa lalu, mengambil tanggung jawab di masa sekarang, serta bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik. “Saya berpandangan tokoh-tokoh senior harus bertanggung jawab dan ambil bagian dalam rekonsiliasi, bukan justru meninggalkan arena. Apalagi konflik enam tahun ini telah menimbulkan kerenggangan hingga ke daerah dan perlu proses untuk nge-blend kembali”, ujar Rivai, Jumat (3/9/2021).
Rivai juga mengkhawatirkan, jika larangan mencalonkan diri terjadi di tingkat pusat akan menjadi preseden dalam Musda Bersama dan dapat menimbulkan riak tersendiri di daerah. Untuk itu, Rivai mengusulkan, agar pimpinan Peradi dijabat secara kolektif sehingga diharapkan terdapat keterwakilan dari pihak-pihak berkonflik.
Hasil Munas bersama untuk menentukan suara terbanyak sebagai Ketua Umum, kedua terbanyak sebagai Ketua I, ketiga terbanyak sebagai Ketua II dan begitu seterusnya. “Model kepemimpinan kolektif diharapkan akan menjawab konflik selama ini baik karena kekecewaan terhadap Munas maupun perbedaan cara pandang yang sebenarnya dapat diuji dan diputuskan secara kolektif”, tegas Rivai.
Jika usulan ini bisa diterima tokoh-tokoh senior Peradi, Rivai juga berharap peluang rekonsiliasi dibuka terhadap organisasi diluar Peradi agar wadah tunggal advokat sesuai amanah Undang-Undang Advokat dapat terwujud kembali.
"Pentingnya wadah tunggal advokat guna menjamin kwalitas, pembinaan dan pengawasan advokat dalam mewujudkan penegakan hukum yang baik dan melindungi masyarakat pencari keadilan. Mengingat dengan menjamurnya organisasi advokat, memungkinkan oknum advokat berpindah-pindah guna menghindari sanksi etik serta terjadinya ketimpangan kwalitas advokat," tutup Rivai.
”Syarat penyatuan dengan melarang pihak-pihak tertentu mencalonkan diri dalam Munas Bersama dirasa kurang tepat. Mengingat prinsip rekonsiliasi justru mendorong kebersamaan dan saling berperan untuk memastikan proses rekonsiliasi berjalan sesuai rencana,” katanya.
Dengan mengutip pendapat Melor & Bretherton, Rivai menjelaskan, terdapat tiga prinsip dalam rekonsiliasi yakni berdamai dengan masa lalu, mengambil tanggung jawab di masa sekarang, serta bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik. “Saya berpandangan tokoh-tokoh senior harus bertanggung jawab dan ambil bagian dalam rekonsiliasi, bukan justru meninggalkan arena. Apalagi konflik enam tahun ini telah menimbulkan kerenggangan hingga ke daerah dan perlu proses untuk nge-blend kembali”, ujar Rivai, Jumat (3/9/2021).
Rivai juga mengkhawatirkan, jika larangan mencalonkan diri terjadi di tingkat pusat akan menjadi preseden dalam Musda Bersama dan dapat menimbulkan riak tersendiri di daerah. Untuk itu, Rivai mengusulkan, agar pimpinan Peradi dijabat secara kolektif sehingga diharapkan terdapat keterwakilan dari pihak-pihak berkonflik.
Hasil Munas bersama untuk menentukan suara terbanyak sebagai Ketua Umum, kedua terbanyak sebagai Ketua I, ketiga terbanyak sebagai Ketua II dan begitu seterusnya. “Model kepemimpinan kolektif diharapkan akan menjawab konflik selama ini baik karena kekecewaan terhadap Munas maupun perbedaan cara pandang yang sebenarnya dapat diuji dan diputuskan secara kolektif”, tegas Rivai.
Jika usulan ini bisa diterima tokoh-tokoh senior Peradi, Rivai juga berharap peluang rekonsiliasi dibuka terhadap organisasi diluar Peradi agar wadah tunggal advokat sesuai amanah Undang-Undang Advokat dapat terwujud kembali.
"Pentingnya wadah tunggal advokat guna menjamin kwalitas, pembinaan dan pengawasan advokat dalam mewujudkan penegakan hukum yang baik dan melindungi masyarakat pencari keadilan. Mengingat dengan menjamurnya organisasi advokat, memungkinkan oknum advokat berpindah-pindah guna menghindari sanksi etik serta terjadinya ketimpangan kwalitas advokat," tutup Rivai.
(cip)