Amendemen UUD 1945 Perlu Melibatkan Seluruh Elemen Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong partisipasi semua elemen bangsa dibuka seluas-luasnya sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merespons wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berkembang saat ini.
"Perlu pertimbangan dari segala aspek dan tata kelola aturan bernegara sebelum memutuskan untuk melakukan amendemen UUD 1945, karena itu perlu masukan dari publik," katanya saat membuka diskusi daring bertema Urgensi Amendemen UUD 1945 di Masa Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/9/2021).
Pada diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Luthfi A Mutty itu menghadirkan sejumlah narasumber. Antara lain Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI Taufik Basari, Pakar Hukum Tata Negara-Pengamat Politik Indonesia Refly Harun, Direktur Pusat Studi Konstitusi Feri Amsari, Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI Firdaus Usman‬‬, dan Pengamat Hukum Tata Negara-Dosen Fakultas Hukum UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten Iin Ratna Sumirat.
Baca juga: Bantah Pernyataan Zulhas, PPP Tegaskan Tak Bahas Amendemen UUD 1945 di Istana
Selain itu, juga hadir Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Atang Irawan sebagai penanggap.
Lestari mengingatkan jangan sampai proses amendemen UUD 1945 menjadi bola liar yang berpotensi merusak tujuan awalnya. Bahkan, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, pengkajian amendemen yang melebar itu berpotensi memicu silang sengketa yang malah menciptakan masalah baru bagi bangsa.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, energi yang dimiliki saat ini digunakan sebaik-baiknya untuk mengatasi masalah yang benar-benar dihadapi oleh masyarakat.
Atang Irawan menegaskan, amendemen bukan merupakan hal yang tabu di Indonenesia. Namun, jelasnya, langkah-langkah amendemen itu harus diletakkan pada fondasi konstitusional.
Baca juga: Zulkifli Hasan Sebut Tidak Mudah Amendemen UUD 1945 jika Isunya Banyak
Wacana amandemen terbatas terhadap UUD 1945, jelas Atang, sesungguhnya tidak dikenal dalam sistem konstitusi. Sebab, pasal dalam konstitusi itu saling berkaitan satu sama lain.
Adapun Feri Amsari menilai amendemen UUD 1945 adalah sebuah keniscayaan. "Namun, apakah setiap dinamika yang terjadi dalam kehidupan bernegara harus direspons dengan mengamendemen UUD," ujarnya.
Untuk mengamendemen UUD 1945, tambahnya, harus dilihat indikator-indikator apa saja yang mendorong amandemen tersebut. Salah satu alasan wacana amendemen UUD 1945 adalah diperlukannya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) demi keberlanjutan proses pembangunan nasional.
"Tetapi apakah bisa dijamin bila ada PPHN pembangunan nasional bisa berkelanjutan? Kenyataannya dengan menggunakan GBHN di masa lalu pun pembangunan di masa Orde Lama dan Orde Baru tidak berkelanjutan," ujarnya.
Sesungguhnya, menurut Feri, pola pembangunan mirip GBHN sudah diadaptasi lewat pemberlakuan UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Feri memperkirakan, tidak berkelanjutannya proses pembangunan dewasa ini lebih karena lebih mengemukanya kepentingan politik kelompok tertentu pada setiap periode pemerintahan.
Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI, Firdaus Usman berpendapat berbagai forum kajian sangat penting digelar untuk menguji setiap gagasan, termasuk wacana amendemen UUD 1945. Hal yang harus diperhatikan dalam proses itu, menurut Firdaus, adalah spirit yang melatari setiap gagasan amendemen konstitusi tersebut.
Mengutip pendapat Presiden pertama AS, George Washington, Firdaus mengungkapkan, bahwa konstitusi dihadirkan untuk membatasi syahwat terhadap kekuasaan dan yang memiliki kekuasaan dalam proses politik di sebuah negara adalah partai politik. Persoalan dihadapi saat ini, jelasnya, adalah oligarki partai politik yang menguasai sistem bernegara.
Sementara, Taufik Basari mengungkapkan, Fraksi NasDem MPR RI hingga saat ini belum melihat ada urgensi untuk mengamandemen UUD 1945. Alasannya, jelas Taufik, antara lain kajian terhadap usulan PPHN dimasukkan pada salah satu pasal UUD 1945, dinilai belum mendalam dan saat ini masyarakat masih dihadapkan pada ancaman pandemi Covid-19.
Iin Ratna Sumirat berpendapat, amendemen terhadap konstitusi di masa lalu juga masih banyak meninggalkan problem saat ini. Berdasarkan kondisi tersebut, Iin berpendapat, pentingnya hikmah kebijaksanaan dimiliki para pemangku kepentingan di negeri ini dalam menjalankan amanah konstitusi.
Adapun Refly Harun berpendapat sejak amendemen dilakukan di masa lalu ada tiga kelompok yang biasanya merespons, yaitu kelompok yang puas terhadap amandemen tersebut, kelompok yang ingin kembali kepada UUD 1945 versi PPKI dan kelompok yang masih menginginkan amendemen karena dinilai masih ada kekurangan dari hasil amendemen UUD 1945. Terakhir, ujar Refly, bahkan muncul kelompok yang menginginkan amendemen yang terbatas.
Refly sepakat terhadap upaya amendemen UUD 1945, sepanjang tujuannya untuk memperkuat pondasi ketatanegaraan. Namun, ujarnya, bila upaya amendemen itu melemahkan konstitusi sebagai landasan bernegara, sebaiknya tidak perlu dilakukan.
Jurnalis senior, Saur Hutabarat berpendapat munculnya wacana amandemen terbatas UUD 1945 di tengah pandemi Covid-19 merupakan bukti kebatinan yang tumpul dari para elite bangsa ini. Saur berpendapat usulan PPHN untuk dimasukkan dalam konstitusi sebaiknya tidak perlu ditindaklanjuti lagi.
"Perlu pertimbangan dari segala aspek dan tata kelola aturan bernegara sebelum memutuskan untuk melakukan amendemen UUD 1945, karena itu perlu masukan dari publik," katanya saat membuka diskusi daring bertema Urgensi Amendemen UUD 1945 di Masa Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/9/2021).
Pada diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Luthfi A Mutty itu menghadirkan sejumlah narasumber. Antara lain Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI Taufik Basari, Pakar Hukum Tata Negara-Pengamat Politik Indonesia Refly Harun, Direktur Pusat Studi Konstitusi Feri Amsari, Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI Firdaus Usman‬‬, dan Pengamat Hukum Tata Negara-Dosen Fakultas Hukum UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten Iin Ratna Sumirat.
Baca juga: Bantah Pernyataan Zulhas, PPP Tegaskan Tak Bahas Amendemen UUD 1945 di Istana
Selain itu, juga hadir Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Atang Irawan sebagai penanggap.
Lestari mengingatkan jangan sampai proses amendemen UUD 1945 menjadi bola liar yang berpotensi merusak tujuan awalnya. Bahkan, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, pengkajian amendemen yang melebar itu berpotensi memicu silang sengketa yang malah menciptakan masalah baru bagi bangsa.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, energi yang dimiliki saat ini digunakan sebaik-baiknya untuk mengatasi masalah yang benar-benar dihadapi oleh masyarakat.
Atang Irawan menegaskan, amendemen bukan merupakan hal yang tabu di Indonenesia. Namun, jelasnya, langkah-langkah amendemen itu harus diletakkan pada fondasi konstitusional.
Baca juga: Zulkifli Hasan Sebut Tidak Mudah Amendemen UUD 1945 jika Isunya Banyak
Wacana amandemen terbatas terhadap UUD 1945, jelas Atang, sesungguhnya tidak dikenal dalam sistem konstitusi. Sebab, pasal dalam konstitusi itu saling berkaitan satu sama lain.
Adapun Feri Amsari menilai amendemen UUD 1945 adalah sebuah keniscayaan. "Namun, apakah setiap dinamika yang terjadi dalam kehidupan bernegara harus direspons dengan mengamendemen UUD," ujarnya.
Untuk mengamendemen UUD 1945, tambahnya, harus dilihat indikator-indikator apa saja yang mendorong amandemen tersebut. Salah satu alasan wacana amendemen UUD 1945 adalah diperlukannya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) demi keberlanjutan proses pembangunan nasional.
"Tetapi apakah bisa dijamin bila ada PPHN pembangunan nasional bisa berkelanjutan? Kenyataannya dengan menggunakan GBHN di masa lalu pun pembangunan di masa Orde Lama dan Orde Baru tidak berkelanjutan," ujarnya.
Sesungguhnya, menurut Feri, pola pembangunan mirip GBHN sudah diadaptasi lewat pemberlakuan UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Feri memperkirakan, tidak berkelanjutannya proses pembangunan dewasa ini lebih karena lebih mengemukanya kepentingan politik kelompok tertentu pada setiap periode pemerintahan.
Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI, Firdaus Usman berpendapat berbagai forum kajian sangat penting digelar untuk menguji setiap gagasan, termasuk wacana amendemen UUD 1945. Hal yang harus diperhatikan dalam proses itu, menurut Firdaus, adalah spirit yang melatari setiap gagasan amendemen konstitusi tersebut.
Mengutip pendapat Presiden pertama AS, George Washington, Firdaus mengungkapkan, bahwa konstitusi dihadirkan untuk membatasi syahwat terhadap kekuasaan dan yang memiliki kekuasaan dalam proses politik di sebuah negara adalah partai politik. Persoalan dihadapi saat ini, jelasnya, adalah oligarki partai politik yang menguasai sistem bernegara.
Sementara, Taufik Basari mengungkapkan, Fraksi NasDem MPR RI hingga saat ini belum melihat ada urgensi untuk mengamandemen UUD 1945. Alasannya, jelas Taufik, antara lain kajian terhadap usulan PPHN dimasukkan pada salah satu pasal UUD 1945, dinilai belum mendalam dan saat ini masyarakat masih dihadapkan pada ancaman pandemi Covid-19.
Iin Ratna Sumirat berpendapat, amendemen terhadap konstitusi di masa lalu juga masih banyak meninggalkan problem saat ini. Berdasarkan kondisi tersebut, Iin berpendapat, pentingnya hikmah kebijaksanaan dimiliki para pemangku kepentingan di negeri ini dalam menjalankan amanah konstitusi.
Adapun Refly Harun berpendapat sejak amendemen dilakukan di masa lalu ada tiga kelompok yang biasanya merespons, yaitu kelompok yang puas terhadap amandemen tersebut, kelompok yang ingin kembali kepada UUD 1945 versi PPKI dan kelompok yang masih menginginkan amendemen karena dinilai masih ada kekurangan dari hasil amendemen UUD 1945. Terakhir, ujar Refly, bahkan muncul kelompok yang menginginkan amendemen yang terbatas.
Refly sepakat terhadap upaya amendemen UUD 1945, sepanjang tujuannya untuk memperkuat pondasi ketatanegaraan. Namun, ujarnya, bila upaya amendemen itu melemahkan konstitusi sebagai landasan bernegara, sebaiknya tidak perlu dilakukan.
Jurnalis senior, Saur Hutabarat berpendapat munculnya wacana amandemen terbatas UUD 1945 di tengah pandemi Covid-19 merupakan bukti kebatinan yang tumpul dari para elite bangsa ini. Saur berpendapat usulan PPHN untuk dimasukkan dalam konstitusi sebaiknya tidak perlu ditindaklanjuti lagi.
(abd)