Perkawinan Anak Salah Satu Penyebab Tingginya Prevalensi Stunting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan bahwa perkawinan anak memiliki korelasi dengan prevalensi stunting. Menurutnya, pencegahan perkawinan anak menjadi kunci pencegahan stunting .
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
"Pencegahan perkawinan anak memang menjadi kunci penting pencegahan stunting karena hal ini menjadi hulunya. Selain itu juga pola asuh, pola makan dan sanitasi harus juga menjadi perhatian bersama," katanya dikutip dari rilis BKKBN, Minggu (29/8/2021).
Bintang mengatakan, dari data yang dimilikinya bahwa daerah dengan angka perkawinan anak yang tinggi diikuti juga tingginya prevalensi stunting.
"Ada korelasi antara perkawinan anak dengan anak stunting. Karena menurut data, dari provinsi dengan prevalensi stunting tinggi di provinsi tersebut angka perkawinan anaknya juga sangat tinggi," ungkapnya.
Dia mengatakan, KemenPPPA siap berkolaborasi dengan BKKBN untuk mengatasi hal ini. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, faktor yang berpengaruh pada kejadian stunting adalah kondisi ibu saat hamil dan melahirkan. Menurutnya, makin muda usia ibu saat hamil dan melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak yang stunting.
"Anemia di kalangan remaja putri masih sangat tinggi di angka 48%. Kemudian anemia akan semakin berpengaruh apabila remaja tersebut menikah dan hamil. Remaja putri usia dibawah 16 tahun yang sudah menikah dan hamil memiliki risiko yang sangat tinggi untuk kesehatannya dan tentu berakibat juga pada bayi yang dikandung," tegasnya.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
"Pencegahan perkawinan anak memang menjadi kunci penting pencegahan stunting karena hal ini menjadi hulunya. Selain itu juga pola asuh, pola makan dan sanitasi harus juga menjadi perhatian bersama," katanya dikutip dari rilis BKKBN, Minggu (29/8/2021).
Bintang mengatakan, dari data yang dimilikinya bahwa daerah dengan angka perkawinan anak yang tinggi diikuti juga tingginya prevalensi stunting.
"Ada korelasi antara perkawinan anak dengan anak stunting. Karena menurut data, dari provinsi dengan prevalensi stunting tinggi di provinsi tersebut angka perkawinan anaknya juga sangat tinggi," ungkapnya.
Dia mengatakan, KemenPPPA siap berkolaborasi dengan BKKBN untuk mengatasi hal ini. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, faktor yang berpengaruh pada kejadian stunting adalah kondisi ibu saat hamil dan melahirkan. Menurutnya, makin muda usia ibu saat hamil dan melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak yang stunting.
"Anemia di kalangan remaja putri masih sangat tinggi di angka 48%. Kemudian anemia akan semakin berpengaruh apabila remaja tersebut menikah dan hamil. Remaja putri usia dibawah 16 tahun yang sudah menikah dan hamil memiliki risiko yang sangat tinggi untuk kesehatannya dan tentu berakibat juga pada bayi yang dikandung," tegasnya.
(zik)