Statuta UI Picu Polemik, Dewan Guru Besar FISIP Keluarkan Dua Rekomendasi
loading...
A
A
A
DEPOK - Dewan Guru Besar Fakultas (DGBF) FISIP Universitas Indonesia (UI) mengeluarkan rekomendasi terkait PP 75/2021 tentang Statuta UI. Rekomendasi itu ditandatangani oleh Ketua DGBF FISIP UI Bambang Shergi Laksmono. DGBF FISIP beranggotakan 12 gurus besar aktif.
Guru Besar FISIP UI, Sudarsono mengatakan ada dua rekomendasi yang dikeluarkan setelah mempelajari PP 75/2021. Pertama, pembatalan PP 75/2021 oleh Pemerintah, dan pemberlakuan kembali PP 68/2013. Sekaligus dimulainya penyusunan Statuta UI yang baru, yang dapat menjadi dasar pengembangan dan kemajuan Universitas Indonesia untuk Indonesia dan dunia, serta yang disusun dengan melibatkan para pemangku kepentingan di UI.
Kedua, tentang perlu membangun komunikasi sinergis di antara 4 organ UI supaya dapat terbangun soliditas internal, kontrol dan koherensi dalam proses penyusunan revisi statuta Universitas Indonesia.
”Dua butir rekomendasi tersebut didahului dengan tujuh butir catatan kritis terkait terbitnya PP 75/2021. Antara lain, perpses pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 75/2021 tidak mencerminkan semangat kolegialitas dengan tidak memaksimalkan kehadiran unsur 4 organ UI dalam prosesnya,” katanya, Kamis (12/8/2021).
Penyimpangan prosedur pembentukan PP 75/2021 tidak saja telah mencederai prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik, tetapi juga berdampak pada upaya membangun integritas, kredibilitas dan otonomi Universitas Indonesia. ”Kendali sentralistik pada rektor dalam PP 75/2021 dapat melemahkan prinsip checks and balances dan berkurangnya otonomi Fakultas. Hal ini membuka peluang praktek abuse of power dan hilangnya semangat kesetaraan yang dapat merugikan kelembagaan Universitas Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, UI harus menghindari sepenuhnya pengaruh politisasi kampus. Pasal 26 ayat 4 PP/75 2021, tentang penunjukkan anggota MWA pengganti, membuka keleluasaan untuk masuknya figure dengan kepentingan politik praktis kedalam tata kelola Universitas Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai ciri dasar dari universitas harusnya mencerminkan semangat pendelegasian, dimana tempat pengembangan tersebut berada di Fakultas yang membawahi program studi, laboratium dan pusat kajian.
“Terdapat pasal-pasal yang bermasalah seperti Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 87 ayat (3) yang menyebabkan secara keseluruhan PP 75/2021 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya (fully being able to be executed) sejak saat diundangkan,” ungkapnya.
Belum jelasnya pengaturan skema transisi bagi alih fungsi Dewan Guru Besar kepada Senat Akademik dalam proses pertimbangan Prmomosi jabatan dosesn misalnya, pasti akan menghambat kelancaran prosesnya. “Kebijakan afirmasi tidak lagi nampak. Hilangnya komitmen keberpihakan ini semakin menjauhkan dari upaya pemerataan pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkasnya. R ratna purnama
Guru Besar FISIP UI, Sudarsono mengatakan ada dua rekomendasi yang dikeluarkan setelah mempelajari PP 75/2021. Pertama, pembatalan PP 75/2021 oleh Pemerintah, dan pemberlakuan kembali PP 68/2013. Sekaligus dimulainya penyusunan Statuta UI yang baru, yang dapat menjadi dasar pengembangan dan kemajuan Universitas Indonesia untuk Indonesia dan dunia, serta yang disusun dengan melibatkan para pemangku kepentingan di UI.
Kedua, tentang perlu membangun komunikasi sinergis di antara 4 organ UI supaya dapat terbangun soliditas internal, kontrol dan koherensi dalam proses penyusunan revisi statuta Universitas Indonesia.
”Dua butir rekomendasi tersebut didahului dengan tujuh butir catatan kritis terkait terbitnya PP 75/2021. Antara lain, perpses pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 75/2021 tidak mencerminkan semangat kolegialitas dengan tidak memaksimalkan kehadiran unsur 4 organ UI dalam prosesnya,” katanya, Kamis (12/8/2021).
Penyimpangan prosedur pembentukan PP 75/2021 tidak saja telah mencederai prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik, tetapi juga berdampak pada upaya membangun integritas, kredibilitas dan otonomi Universitas Indonesia. ”Kendali sentralistik pada rektor dalam PP 75/2021 dapat melemahkan prinsip checks and balances dan berkurangnya otonomi Fakultas. Hal ini membuka peluang praktek abuse of power dan hilangnya semangat kesetaraan yang dapat merugikan kelembagaan Universitas Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, UI harus menghindari sepenuhnya pengaruh politisasi kampus. Pasal 26 ayat 4 PP/75 2021, tentang penunjukkan anggota MWA pengganti, membuka keleluasaan untuk masuknya figure dengan kepentingan politik praktis kedalam tata kelola Universitas Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai ciri dasar dari universitas harusnya mencerminkan semangat pendelegasian, dimana tempat pengembangan tersebut berada di Fakultas yang membawahi program studi, laboratium dan pusat kajian.
“Terdapat pasal-pasal yang bermasalah seperti Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 87 ayat (3) yang menyebabkan secara keseluruhan PP 75/2021 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya (fully being able to be executed) sejak saat diundangkan,” ungkapnya.
Belum jelasnya pengaturan skema transisi bagi alih fungsi Dewan Guru Besar kepada Senat Akademik dalam proses pertimbangan Prmomosi jabatan dosesn misalnya, pasti akan menghambat kelancaran prosesnya. “Kebijakan afirmasi tidak lagi nampak. Hilangnya komitmen keberpihakan ini semakin menjauhkan dari upaya pemerataan pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkasnya. R ratna purnama
(cip)