Sinergi NU dan BPIP Perkuat Persatuan Bangsa Indonesia yang Majemuk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) merupakan kata kunci bagi terjaganya Pancasila sebagai ideologi Negara Persatuan Republik Indonesia (NKRI). Pendiri NU, Hadratusyaikh KH Hasyim Asy'ari, bahkan salah satu bapak bangsa yang turut merumuskan Pancasila sebagai elemen pemersatu bangsa yang sangat majemuk.
"Sinergi antara Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dengan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) harus terus diperkuat untuk menangkal munculnya paham-paham keagamaan sempit yang berpotensi merongrong ideologi Pancasila," kata Kepala BPIP Yudian Wahyudi, dalam sambutannya saat membuka webinar bertajuk 'Penguatan Nilai Nilia Pancasila kepada Da'i Nahdlatul Ulama', Kamis (12/8/2021).
Menurut Yudian, orang NU tidak perlu diajari lagi tentang hubungan Pancasila, Islam, dan Bangsa Indonesia. "Hanya orang yang tak paham Islam yang mengatakan bahwa Pancasila tidak sejalan dengan Islam. "Maka sinergi BPIP dengan NU merupakan langkah strategis untuk menjaga ideologi Pancasila," ucapnya.
Webinar yang diselenggarakan guna merayakan dan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus Tahun Baru Islam ini menghadirkan tokoh-tokoh muda NU sebagai pembicara, seperti Ketua LDNU Agus Salim, Sekjen NU Helmy Faishal Zaini, Sekretaris Lembaga Dakwah Moch NU Bukhori Muslim, Abdul Muiz Ali serta Ade Muzaini.
Sedangkan dari BPIP ada Muhammad Sabri, Direktur Pengkajian serta Prakoso, Deputi Hubungan Antarlembaga Kerja Sama Komunikasi, Sosialisasi, dan Jaringan. Ketua PBNU KH Said Aqil Siradjs yang seyogyanya turut memberi materi batal hadir karena sedang dalam kondisi sakit.
Pada kesempatan tersebut, Ketua LDNU Agus Salim menegaskan kembali bahwa Pancasila sebagai ideologi negara sudah final. Dia menyambut baik penguatan sinergitas antara BPIP dan LDNU. "Maka yang perlu ditekankan adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia," katanya.
Prakoso menambahkan kedua lembaga ini memiliki kepentingan yang sama untuk menegakkan ideologi Pancasila demi keutuhan bangsa dan negara. "Setiap kegaduhan yang terjadi akan mudah dipadamkan bila dua badan ini bersatu dan saling menguatkan," ujarnya.
Menurut Muhammad Sabri, mengutip Harry J. Benda, tujuan sebuah komunitas masyarakat bernegara adalah untuk menghadirkan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh anggota masyarakatnya. "J. Benda mengatakan bahwa apabila sebagian besar warga negara bahagia maka tugas negara sudah cukup. Namun untuk konteks Indonesia, tanpa ideologi Pancasila yang mampu merangkul seluruh elemen bangsa yang majemuk, tujuan tersebut sulit tercapai," katanya.
Muhammad Sabri menambahkan, Pancasila sebagai teks sudah selesai. Namun sebagai nilai-nilai, Pancasila harus terus dihidupkan di tengah keberagaman bangsa yang melimpah. "Muhammad Iqbal, pemikir Islam, pernah mengatakan bahwa teks suci akan hidup di dalam pikiran yang hidup. Teks suci akan mati di dalam pikiran yang mati," ujarnya.
Memperkuat lontaran pendapat-pendapat di atas, A Muzaini Azis menegaskan, bahwa relasi Islam dan Pancasila sudah tuntas. "Pancasila memiliki kesesuaian dengan Piagam Madinah. Dan Indonesia memiliki kesesuaian dengan Madinah sebagai wilayah yang dihuni masyarakat majemuk. "Tak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila," ucapnya.
Abdul Muiz Ali mengatakan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang kokoh, Pancasila ditempatkan sebagai asas bersama. Keberagaman dijunjung dengan nilai nilai Pancasila. "Pancasila adalah kesepakatan yang saling menguatkan. Dalam setiap Muswarah Nasional-nya, NU selalu menegaskan melindungi keberagaman. Pancasila mewadahi itu," tuturnya. CM
"Sinergi antara Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dengan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) harus terus diperkuat untuk menangkal munculnya paham-paham keagamaan sempit yang berpotensi merongrong ideologi Pancasila," kata Kepala BPIP Yudian Wahyudi, dalam sambutannya saat membuka webinar bertajuk 'Penguatan Nilai Nilia Pancasila kepada Da'i Nahdlatul Ulama', Kamis (12/8/2021).
Menurut Yudian, orang NU tidak perlu diajari lagi tentang hubungan Pancasila, Islam, dan Bangsa Indonesia. "Hanya orang yang tak paham Islam yang mengatakan bahwa Pancasila tidak sejalan dengan Islam. "Maka sinergi BPIP dengan NU merupakan langkah strategis untuk menjaga ideologi Pancasila," ucapnya.
Webinar yang diselenggarakan guna merayakan dan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus Tahun Baru Islam ini menghadirkan tokoh-tokoh muda NU sebagai pembicara, seperti Ketua LDNU Agus Salim, Sekjen NU Helmy Faishal Zaini, Sekretaris Lembaga Dakwah Moch NU Bukhori Muslim, Abdul Muiz Ali serta Ade Muzaini.
Sedangkan dari BPIP ada Muhammad Sabri, Direktur Pengkajian serta Prakoso, Deputi Hubungan Antarlembaga Kerja Sama Komunikasi, Sosialisasi, dan Jaringan. Ketua PBNU KH Said Aqil Siradjs yang seyogyanya turut memberi materi batal hadir karena sedang dalam kondisi sakit.
Pada kesempatan tersebut, Ketua LDNU Agus Salim menegaskan kembali bahwa Pancasila sebagai ideologi negara sudah final. Dia menyambut baik penguatan sinergitas antara BPIP dan LDNU. "Maka yang perlu ditekankan adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia," katanya.
Prakoso menambahkan kedua lembaga ini memiliki kepentingan yang sama untuk menegakkan ideologi Pancasila demi keutuhan bangsa dan negara. "Setiap kegaduhan yang terjadi akan mudah dipadamkan bila dua badan ini bersatu dan saling menguatkan," ujarnya.
Menurut Muhammad Sabri, mengutip Harry J. Benda, tujuan sebuah komunitas masyarakat bernegara adalah untuk menghadirkan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh anggota masyarakatnya. "J. Benda mengatakan bahwa apabila sebagian besar warga negara bahagia maka tugas negara sudah cukup. Namun untuk konteks Indonesia, tanpa ideologi Pancasila yang mampu merangkul seluruh elemen bangsa yang majemuk, tujuan tersebut sulit tercapai," katanya.
Muhammad Sabri menambahkan, Pancasila sebagai teks sudah selesai. Namun sebagai nilai-nilai, Pancasila harus terus dihidupkan di tengah keberagaman bangsa yang melimpah. "Muhammad Iqbal, pemikir Islam, pernah mengatakan bahwa teks suci akan hidup di dalam pikiran yang hidup. Teks suci akan mati di dalam pikiran yang mati," ujarnya.
Memperkuat lontaran pendapat-pendapat di atas, A Muzaini Azis menegaskan, bahwa relasi Islam dan Pancasila sudah tuntas. "Pancasila memiliki kesesuaian dengan Piagam Madinah. Dan Indonesia memiliki kesesuaian dengan Madinah sebagai wilayah yang dihuni masyarakat majemuk. "Tak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila," ucapnya.
Abdul Muiz Ali mengatakan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang kokoh, Pancasila ditempatkan sebagai asas bersama. Keberagaman dijunjung dengan nilai nilai Pancasila. "Pancasila adalah kesepakatan yang saling menguatkan. Dalam setiap Muswarah Nasional-nya, NU selalu menegaskan melindungi keberagaman. Pancasila mewadahi itu," tuturnya. CM
(ars)