Kuasa Hukum Kasus Vaksin Flu Burung Tuntut Keadilan bagi Kliennya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum kasus korupsi vaksin flu burung Tajom Sinambela menuntut keadilan hukum bagi kliennya. Dia membandingkan vonis terhadap kliennya dengan vonis yang diterima Pinangki Sirna Malasari
"Saya dan klien saya menuntut keadilan hukum. Konstitusi dan UU Peradilan memberi jaminan agar hal tersebut berlaku. Klien saya harus mendapatkan keadilan," ujar Tajom, Senin (9/8/2021).
Dia menyodorkan beberapa ketentuan dasar Konstitusi UUD 1945 yang menjamin hal tersebut. Penasihat hukum empat terpidana korupsi ini menilai Pasal 27 dan 28 UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa segala warga negara berhak atas keadilan, persamaan kedudukan, dan kepastian hukum.
"Saya kira Pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan hal tersebut. Juga termasuk Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang memastikan bahwa Pengadilan tidak boleh membeda-bedakan orang dalam mengadili siapa pun. Ini dasar perjuangan menuntut keadilan bagi klien saya," katanya.
Terlebih, kata dia, kliennya adalah korban peradilan sesat. Sehingga vonis yang dijatuhkan pun hasil dari peradilan yang tidak bebas dan memihak. "Klien saya, Tunggul P. Sihombing dan Labora Sitorus adalah korban peradilan sesat dan saya berusaha untuk mencari keadilan," ujarnya.
Dia pun bakal melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo dan Kejaksaan Agung terkait hal tersebut. Menuntut perlakuan keadilan bagi kliennya bakal terus dilakukannya. "Saya akan terus berjuang agar klien saya mendapatkan keadilan. Saya juga tidak mau negara ini terus memperlihatkan perlakuan yang berbeda ke warga negaranya. Yang dekat dengan penguasa, dilindungi. Yang tidak nurut dengan penguasa, dihabisi," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Tajom Sinambela dan Sanggal Sinambela adalah penasihat hukum yang membela empat terpidana korupsi. Dua di antaranya adalah Tunggul Sihombing, tersangka kasus vaksin flu burung dengan total vonis 26 tahun penjara, dan Labora Sitorus, bintara polisi pemilik rekening gendut yang divonis 15 tahun penjara.
Sementara itu, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memangkas hukuman Pinangki Sirna Malasari sebanyak 6 tahun, dari awalnya 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
"Saya dan klien saya menuntut keadilan hukum. Konstitusi dan UU Peradilan memberi jaminan agar hal tersebut berlaku. Klien saya harus mendapatkan keadilan," ujar Tajom, Senin (9/8/2021).
Dia menyodorkan beberapa ketentuan dasar Konstitusi UUD 1945 yang menjamin hal tersebut. Penasihat hukum empat terpidana korupsi ini menilai Pasal 27 dan 28 UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa segala warga negara berhak atas keadilan, persamaan kedudukan, dan kepastian hukum.
"Saya kira Pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan hal tersebut. Juga termasuk Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang memastikan bahwa Pengadilan tidak boleh membeda-bedakan orang dalam mengadili siapa pun. Ini dasar perjuangan menuntut keadilan bagi klien saya," katanya.
Terlebih, kata dia, kliennya adalah korban peradilan sesat. Sehingga vonis yang dijatuhkan pun hasil dari peradilan yang tidak bebas dan memihak. "Klien saya, Tunggul P. Sihombing dan Labora Sitorus adalah korban peradilan sesat dan saya berusaha untuk mencari keadilan," ujarnya.
Dia pun bakal melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo dan Kejaksaan Agung terkait hal tersebut. Menuntut perlakuan keadilan bagi kliennya bakal terus dilakukannya. "Saya akan terus berjuang agar klien saya mendapatkan keadilan. Saya juga tidak mau negara ini terus memperlihatkan perlakuan yang berbeda ke warga negaranya. Yang dekat dengan penguasa, dilindungi. Yang tidak nurut dengan penguasa, dihabisi," pungkasnya.
Sekadar diketahui, Tajom Sinambela dan Sanggal Sinambela adalah penasihat hukum yang membela empat terpidana korupsi. Dua di antaranya adalah Tunggul Sihombing, tersangka kasus vaksin flu burung dengan total vonis 26 tahun penjara, dan Labora Sitorus, bintara polisi pemilik rekening gendut yang divonis 15 tahun penjara.
Sementara itu, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memangkas hukuman Pinangki Sirna Malasari sebanyak 6 tahun, dari awalnya 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
(zik)