Mahfud MD Ajak Para Rektor Keagamaan Bangun Kondusifitas Polhukam di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menggelar dialog secara virtual dengan para rektor perguruan tinggi keagamaan baik negeri maupun swasta, Jumat (6/8/2021). Dalam dialog itu, Mahfud mengajak pimpinan perguruan tinggi keagamaan, untuk ikut aktif membangun kondusifitas kehidupan politik, hukum, dan keamanan dalam masa pandemi COVID-19.
"Para pimpinan perguruan tinggi keagamaan biasanya lebih dekat dengan masyarakat, memiliki interaksi yang lebih baik, karena itu peran pentingnya sangat diharapkan dalam memandu warga menghadapi suasana sulit di era pandemi ini” ujar Mahfud.
Menteri Agama (Menag), Yagut Cholil Qoumas turut hadir dalam dialog virtual yang diselenggarakan Kedeputian bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam ini dengan kehadiran sedikitnya 900 orang petinggi perguruan tinggi keagamaan di seluruh Indonesia.
Menko Polhukam menekankan pentingnya perguruan tinggi keagamaan dalam melakukan literasi dan edukasi pada masyarakat. Mahfud yang juga tokoh yang berasal dari perguruan tinggi ini, berharap kampus bisa menjembatani masyarakat untuk penyampaian kritik, aspirasi, maupun saran pada pemerintah.
“Kadang kan kritik itu berputar-putar di bawah tak sampai ke atas. Karena mungkin birokrasinya atau karena mungkin pandeminya. Kadangkala kritik itu berputar di bawah padahal itu tidak benar. Itu sebabnya, kita perlu melakukan penguatan literasi dan edukasi pada masyarakat tentang apa yang sebenarnya harus kita lakukan, mana yang hoaks mana tidak,” jelasnya.
Sementara itu, Rektor IAIN Fattahul Muluk, Papua, Idrus Alhamid menuturkan penanganan COVID-19 kerap terganggu oleh pesan-pesan hoaks yang ada di media sosial. Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan lantaran akan menumbuhkan sikap saling menyalahkan dan pertentangan di kalangan masyarakat.
"Karena itu, kampus-kampus terutama perguruan tinggi keagamaan, memilki tanggung jawab mengisi ruang publik dengan pesan-pesan agama yang tepat untuk mengimbangi hoaks sekaligus memandu masyarakat," papar Idrus.
Sejumlah rektor yang hadir dalam dialog ini mengakui terjadi keterbelahan di masyarakat akibat penggalangan opini, terutama di group-group WhastaApp dan medsos. Apalagi, segelintir orang menggunakan argumentasi agama oleh pemimpin keagamaan, yang sejak awal tidak pro pada protokol kesehatan dalam penanggulangan COVID-19.
“Seringkali kita selaku pimpinan perguruan tinggi keagamaan itu merasa gamang untuk mengambil peran yang lebih tegas di tengah-tengah masyarakat karena keterbelahan masyarakat akibat dari penggalangan opini,” sebut Masdar Hilmy, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.
“Karena itu, saya mengusulkan agar dilakukan dua peran, yaitu peran dalam tingkat gagasan yang dilakukan secara tertulis maupun ceramah keagamaan, lalu kedua adalah peran aksi, yaitu dengan memanfaatkan aset negara yang ada di perguruan tinggi,” imbuh Masdar.
Pandangan senada disampaikan Rektor STFT Widyasasana Malang Armada Riyanto. Dirimya pun menyarakan agar pemerintah tidak terlalu menanggapi kritik yang justru akan mengahabiskan energi, dan berharap pemerintah fokus untuk penanggulangan COVID-19.
“Pemerintah menurut saya fokus saja, fokus terus dalam penanggulangan COVID-19 dengan pengadaan alat kesehatan, obat, dan sebagainya. Tidak perlu menanggapi para antagonis dalam bidang politik maupun kebijakan publik,” kata Riyanto.
"Para pimpinan perguruan tinggi keagamaan biasanya lebih dekat dengan masyarakat, memiliki interaksi yang lebih baik, karena itu peran pentingnya sangat diharapkan dalam memandu warga menghadapi suasana sulit di era pandemi ini” ujar Mahfud.
Baca Juga
Menteri Agama (Menag), Yagut Cholil Qoumas turut hadir dalam dialog virtual yang diselenggarakan Kedeputian bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam ini dengan kehadiran sedikitnya 900 orang petinggi perguruan tinggi keagamaan di seluruh Indonesia.
Menko Polhukam menekankan pentingnya perguruan tinggi keagamaan dalam melakukan literasi dan edukasi pada masyarakat. Mahfud yang juga tokoh yang berasal dari perguruan tinggi ini, berharap kampus bisa menjembatani masyarakat untuk penyampaian kritik, aspirasi, maupun saran pada pemerintah.
“Kadang kan kritik itu berputar-putar di bawah tak sampai ke atas. Karena mungkin birokrasinya atau karena mungkin pandeminya. Kadangkala kritik itu berputar di bawah padahal itu tidak benar. Itu sebabnya, kita perlu melakukan penguatan literasi dan edukasi pada masyarakat tentang apa yang sebenarnya harus kita lakukan, mana yang hoaks mana tidak,” jelasnya.
Sementara itu, Rektor IAIN Fattahul Muluk, Papua, Idrus Alhamid menuturkan penanganan COVID-19 kerap terganggu oleh pesan-pesan hoaks yang ada di media sosial. Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan lantaran akan menumbuhkan sikap saling menyalahkan dan pertentangan di kalangan masyarakat.
"Karena itu, kampus-kampus terutama perguruan tinggi keagamaan, memilki tanggung jawab mengisi ruang publik dengan pesan-pesan agama yang tepat untuk mengimbangi hoaks sekaligus memandu masyarakat," papar Idrus.
Sejumlah rektor yang hadir dalam dialog ini mengakui terjadi keterbelahan di masyarakat akibat penggalangan opini, terutama di group-group WhastaApp dan medsos. Apalagi, segelintir orang menggunakan argumentasi agama oleh pemimpin keagamaan, yang sejak awal tidak pro pada protokol kesehatan dalam penanggulangan COVID-19.
“Seringkali kita selaku pimpinan perguruan tinggi keagamaan itu merasa gamang untuk mengambil peran yang lebih tegas di tengah-tengah masyarakat karena keterbelahan masyarakat akibat dari penggalangan opini,” sebut Masdar Hilmy, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.
“Karena itu, saya mengusulkan agar dilakukan dua peran, yaitu peran dalam tingkat gagasan yang dilakukan secara tertulis maupun ceramah keagamaan, lalu kedua adalah peran aksi, yaitu dengan memanfaatkan aset negara yang ada di perguruan tinggi,” imbuh Masdar.
Pandangan senada disampaikan Rektor STFT Widyasasana Malang Armada Riyanto. Dirimya pun menyarakan agar pemerintah tidak terlalu menanggapi kritik yang justru akan mengahabiskan energi, dan berharap pemerintah fokus untuk penanggulangan COVID-19.
“Pemerintah menurut saya fokus saja, fokus terus dalam penanggulangan COVID-19 dengan pengadaan alat kesehatan, obat, dan sebagainya. Tidak perlu menanggapi para antagonis dalam bidang politik maupun kebijakan publik,” kata Riyanto.
(kri)