Harus Minim Risiko, Kepala BRIN Ingin Transisi Tak Heboh

Selasa, 03 Agustus 2021 - 23:19 WIB
loading...
Harus Minim Risiko, Kepala BRIN Ingin Transisi Tak Heboh
Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro.Foto/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Setiap pilihan kebijakan akan mengandung risiko. Karena itu, kebijakan yang baik sebaiknya meminimalkan risiko. Itu pula yang harus dipilih dalam transformasi kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) seiring kelahiran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengintegrasikan lembaga iptek.

Karena transformasi memerlukan waktu yang lama, sebaiknya dipilih yang benar-benar tidak menimbulkan kegaduhan."Saya ingin transisi tak heboh. Harus benar-benar transisi yang mulus. Sebab, organisasi penelitian itu tak birokratis," terang Mantan Menteri Riset dan Teknologi yang kini menjadi Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro dalam Alinea Forum bertema ‘Organisasi Riset dan Inovasi Bagi Kemajuan Iptek’ secara virtual, Selasa (3/8/2021).

Bambang mengisahkan rencananya waktu itu. Tapi rencana itu tidak kesampaian karena Kemenristek dibubarkan dan urusan ristek digabungkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lewat Peraturan Presiden 33/2021 dibentuk BRIN sebagai lembaga otonom di bawah presiden.

Menurut Bambang, berkaca pada pengalaman saat menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, ada baiknya BRIN bertugas dalam koordinasi kebijakan dan perencanaan. Koordinasi dan sinergi harus diperkuat antara pelaku riset dan inovasi, termasuk lembaga penelitian, swasta, perorangan dan pendidikan tinggi. Sehingga tidak ada redudansi dan duplikasi.

Alasannya, anggaran riset terbatas. Indonesia tidak punya kemewahan anggaran riset seperti negara lain. Selain itu, kata Bambang, resources riset dan inovasi terserap di berbagai tempat. Ada juga perguruan tinggi. Ini semua perlu koordinasi.

Dia mencontohkan riset varietas padi oleh badan litbang Kementerian Pertanian, UGM, IPB dan yang lain. Bedanya hanya tipis. "Dengan koordinasi yang simpel seperti itu anggaran bisa dikelola optimal. Harusnya BRIN memastikan efisiensi. Karena organisasi penelitian dan birokrasi gak bisa klop," kata dia.

Soal transformasi kelembagaan, Bambang menyarankan agar lembaga iptek seperti LIPI, BPPT, LAPAN, dan BATAN tetap ada. Lembaga iptek ini mesti diubah agar tidak birokratis. Cara bekerjanya seperti perguruan tinggi yang tidak mengenal atasan-bawahan. Tapi bersifat kolegial. Ia yakin langkah seperti ini akan membuat gerak BPPT dan yang lain bakal lebih gesit.

Hal ini merespons rencana BRIN mengintegrasikan lembaga iptek, baik lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) maupun badan litbang di kementerian/lembaga. BRIN memberi tiga opsi, yakni
bedol desa ke BRIN, transisi program ke BRIN, dan transisi parsial. Targetnya, integrasi ini selesai awal 2022.

Kepala Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian 2010-2015 Haryono mengamini pihaknya akan bergabung ke BRIN. Namun, ia berharap litbang Kementeran bisa bergabung paling akhir. Sebab, kebijakan Kementan perlu pengawalan.

Haryono menegaskan, integrasi harus mengacu pada kaidah transformasi sistem. "Integrasi itu wajib memiliki kaidah transformasi sistem. Tidak mendadak, tetapi bertahap dan memiliki transisi," jelas Haryono.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1286 seconds (0.1#10.140)