Bertahan dan Bertransformasi
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D
Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia
INDONESIA masih berjibaku dengan tingginya angka kasus Covid-19. Hingga kini angka kasus Covid-19 di Indonesia masih fluktuatif dan bertahan di level tinggi. Meski tren penambahan kasus Covid-19 harian menunjukkan penurunan, namun angka tersebut juga seiring dengan penurunan angka kapasitas testing.
Data pelaporan real time di Johns Hopkins University, Amerika Serikat, menempatkan Indonesia di posisi 14 besar. Tak hanya itu, data menunjukkan bahwa setelah melewati Meksiko pada pekan lalu, Indonesia kini menggeser Polandia untuk berada tepat di bawah Iran, negara yang selama ini menjadi penyumbang kedua terbesar di Asia setelah India.
Covid-19 bukan hanya masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga masalah mendasar kemanusiaan. Oleh sebab itu, pemerintah terus mengupayakan peningkatan penanganan Covid-19 melalui peningkatan ketersediaan oksigen dan kapasitas rumah sakit untuk meningkatkan kesembuhan pasien, kesiapan tenaga kesehatan dalam upaya menekan angka kematian. Selain itu, pemerintah juga mengupayakan percepatan ketersediaan vaksin sekaligus tenaga vaksinator untuk kesiapan melakukan vaksinasi secara besar-besaran.
Di sisi lain, pemerintah juga terus mengupayakan pengendalian kasus Covid-19 dengan memperketat pembatasan sosial secara nyata. Meski berat, tanpa lelah Indonesia masih terus berjuang keras untuk meminimalkan risiko kesehatan dan perekonomian secara berimbang dalam menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19 sekarang ini demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pembatasan Mobilitas dan Perputaran Ekonomi
Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat guna menekan mobilitas masyarakat. Melalui pembatasan mobilitas tersebut, diharapkan lonjakan kasus Covid 19 dapat segera mereda.
Data menunjukkan bahwa PPKM setidaknya mampu mengurangi mobilitas masyarakat sebesar 30%. Angka tersebut masih belum mencapai target penurunan mobilitas yang diharapkan, mengingat PPKM dapat dikatakan berhasil jika mampu menekan mobilitas masyarakat hingga di atas 50%.
Sejatinya pemerintah sangat sulit memberlakukan PPKM Darurat. Hal ini karena dampaknya akan langsung berimbas ke masyarakat dari faktor ekonomi. Meski demikian, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menekan laju penyebaran Covid 19 selain membatasi mobilitas masyarakat.
Tak dapat dielakkan bahwa pemberlakuan PPKM Darurat akan menurunkan mobilitas dan konsumsi masyarakat sehingga berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Penerapan PPKM Darurat untuk mengatasi penyebaran Covid-19 membawa Bank Indonesia untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dari 4,1-5,1% menjadi 3,8%.
Sektor yang akan terpengaruh dari pandemi tak lain adalah sektor yang lekat dengan mobilitas masyarakat, di antaranya adalah adalah sektor pariwisata, transportasi udara, ritel, terlebih lagi para pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta pedagang kaki lima (PKL). Meski demikian, para ekonom memperkirakan dampak PPKM darurat terhadap perekonomian tidak lebih dalam jika dibandingkan dengan PSBB tahun 2020 karena beberapa sektor esensial yang masih diperbolehkan untuk beroperasi dengan protokol kesehatan.
Selama diberlakukannya kebijakan PPKM, pemerintah terus melakukan berbagai stimulus sebagai bentuk perlindungan sosial kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah melalui sejumlah kementerian atau lembaga terkait masih terus berupaya menyalurkan sejumlah bantuan sosial.
Hingga saat ini total ada 12 bantuan yang akan disalurkan pemerintah. Beberapa di antaranya program bantuan yang sudah ada sebelumnya, misalnya bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), diskon tarif listrik dari PLN, Paket Sembako, dan bantuan sosial tunai (BST).
Terbaru, pemerintah akan kembali membagikan bantuan subsidi gaji (BSU) sebesar Rp 1 juta yang sempat terhenti pada awal tahun, termasuk melanjutkan program Kartu Prakerja. Selain itu, anggaran kesehatan juga mengalami kenaikan dari Rp172,84 T menjadi Rp193,93 T.
Selanjutnya, pemerintah juga melakukan realokasi dukungan UMKM dan korporasi dari Rp193,74 T menjadi Rp171,77 T, serta menaikkan insentif usaha dari Rp56,73 T menjadi Rp62,83 T. Secara umum, berbagai strategi perlindungan sosial dan insentif ini dilakukan untuk membantu daya tahan ekonomi masyarakat, terutama selama pemberlakuan PPKM. Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya mendorong percepatan penyerapan berbagai bantuan sosial agar dapat segera diterima oleh masyarakat yang terdampak.
Transformasi Digital dalam Bisnis
Pandemi memaksa dunia untuk berubah dan menyesuaikan diri. Situasi pandemi ini dapat dikatakan berdampak cukup besar pada tatanan kehidupan. Siapapun mungkin tidak pernah membayangkan bahwa hanya dalam kurun waktu singkat manusia mengalami banyak perubahan, tak terkecuali dalam dunia bisnis.
Saat ini transformasi digital memiliki peranan penting dalam dunia bisnis. Tidak hanya bergerak menuju model digital membantu perusahaan menghadapi badai perubahan yang bergejolak dikarenakan Covid-19, tapi juga membuka peluang baru bagi pertumbuhan bisnis dan memastikan bahwa organisasi dapat tetap tangguh dalam mempersiapkan diri pascapandemi.
Transformasi digital sebelumnya merupakan tujuan jangka panjang bagi banyak bisnis karena biaya dan kompleksitas, tetapi pandemi Covid-19 telah mempercepat urgensi untuk mengadopsi transformasi digital ketika dunia mengalami pembatasan mobilitas masyarakat. Berbagai kegiatan transaksi jual beli yang sebelumnya memerlukan pertemuan antara penjual dan pembeli, kini telah banyak beralih secara online.
Sebagian besar konsumen kini mula terbiasa memenuhi kebutuhan mereka secara online. Menurut laporan terbaru yang dilansir oleh Google, Temasek Holdings dan Bain & Company, transformasi digitalisasi pada dunia usaha saat ini akan terus terjadi bahkan pascapandemi.
Di Asia Tenggara, berdasarkan e-Conomy SEA 2019, ekonomi digital akan berkembang hingga USD300 miliar. Selain itu, kini dan di masa depan dunia usaha juga akan terdapat lebih banyak interaksi dan transaksi pada perangkat seluler melalui internet daripada secara fisik atau tatap muka.
Fakta dan angka ini menunjukan bukti nyata bahwa digitalisasi adalah masa depan untuk bisnis. Oleh sebab itu, para pelaku usaha, khususnya UMKM, kini perlu memulai dan mempercepat proses menuju transformasi digital yang tidak hanya untuk bertahan selama pandemi, melainkan untuk mengembangkan usaha di masa mendatang.
Salah satu upaya pemerintah dalam memberikan dukungan bagi UMKM untuk mempertahankan usahanya dan mengembangkan bisnisnya ke dunia digital adalah melalui perpanjangan restrukturisasi kredit. Aturan restrukturisasi kredit tertuang dalam Peraturan
OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai kebijakan counter cyclical. Restrukturisasi kredit bisa diberikan kepada sejumlah debitur termasuk UMKM.
Pemerintah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit ini diperpanjang selama 1 tahun, dari yang sedianya berakhir pada 31 Maret 2021 menjadi berakhir pada 31 Maret 2022. Perpanjangan ini diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan adaptasi di tengah masa pandemi.
Besar harapan pemerintah bahwa melalui kelonggaran kredit yang diberikan tersebut dapat membantu meringankan beban para pelaku UMKM. Selain itu pemerintah juga berharap melalui perpanjangan restrukturisasi kredit yang diberikan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha UMKM untuk mengembangkan diri dan bertransformasi kearah bisnis digital di tengah keterbatasan akibat pandemi. Semoga.
Staf Khusus Kementerian Keuangan Republik Indonesia
INDONESIA masih berjibaku dengan tingginya angka kasus Covid-19. Hingga kini angka kasus Covid-19 di Indonesia masih fluktuatif dan bertahan di level tinggi. Meski tren penambahan kasus Covid-19 harian menunjukkan penurunan, namun angka tersebut juga seiring dengan penurunan angka kapasitas testing.
Data pelaporan real time di Johns Hopkins University, Amerika Serikat, menempatkan Indonesia di posisi 14 besar. Tak hanya itu, data menunjukkan bahwa setelah melewati Meksiko pada pekan lalu, Indonesia kini menggeser Polandia untuk berada tepat di bawah Iran, negara yang selama ini menjadi penyumbang kedua terbesar di Asia setelah India.
Covid-19 bukan hanya masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga masalah mendasar kemanusiaan. Oleh sebab itu, pemerintah terus mengupayakan peningkatan penanganan Covid-19 melalui peningkatan ketersediaan oksigen dan kapasitas rumah sakit untuk meningkatkan kesembuhan pasien, kesiapan tenaga kesehatan dalam upaya menekan angka kematian. Selain itu, pemerintah juga mengupayakan percepatan ketersediaan vaksin sekaligus tenaga vaksinator untuk kesiapan melakukan vaksinasi secara besar-besaran.
Di sisi lain, pemerintah juga terus mengupayakan pengendalian kasus Covid-19 dengan memperketat pembatasan sosial secara nyata. Meski berat, tanpa lelah Indonesia masih terus berjuang keras untuk meminimalkan risiko kesehatan dan perekonomian secara berimbang dalam menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19 sekarang ini demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pembatasan Mobilitas dan Perputaran Ekonomi
Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat guna menekan mobilitas masyarakat. Melalui pembatasan mobilitas tersebut, diharapkan lonjakan kasus Covid 19 dapat segera mereda.
Data menunjukkan bahwa PPKM setidaknya mampu mengurangi mobilitas masyarakat sebesar 30%. Angka tersebut masih belum mencapai target penurunan mobilitas yang diharapkan, mengingat PPKM dapat dikatakan berhasil jika mampu menekan mobilitas masyarakat hingga di atas 50%.
Sejatinya pemerintah sangat sulit memberlakukan PPKM Darurat. Hal ini karena dampaknya akan langsung berimbas ke masyarakat dari faktor ekonomi. Meski demikian, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menekan laju penyebaran Covid 19 selain membatasi mobilitas masyarakat.
Tak dapat dielakkan bahwa pemberlakuan PPKM Darurat akan menurunkan mobilitas dan konsumsi masyarakat sehingga berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Penerapan PPKM Darurat untuk mengatasi penyebaran Covid-19 membawa Bank Indonesia untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dari 4,1-5,1% menjadi 3,8%.
Sektor yang akan terpengaruh dari pandemi tak lain adalah sektor yang lekat dengan mobilitas masyarakat, di antaranya adalah adalah sektor pariwisata, transportasi udara, ritel, terlebih lagi para pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta pedagang kaki lima (PKL). Meski demikian, para ekonom memperkirakan dampak PPKM darurat terhadap perekonomian tidak lebih dalam jika dibandingkan dengan PSBB tahun 2020 karena beberapa sektor esensial yang masih diperbolehkan untuk beroperasi dengan protokol kesehatan.
Selama diberlakukannya kebijakan PPKM, pemerintah terus melakukan berbagai stimulus sebagai bentuk perlindungan sosial kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah melalui sejumlah kementerian atau lembaga terkait masih terus berupaya menyalurkan sejumlah bantuan sosial.
Hingga saat ini total ada 12 bantuan yang akan disalurkan pemerintah. Beberapa di antaranya program bantuan yang sudah ada sebelumnya, misalnya bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), diskon tarif listrik dari PLN, Paket Sembako, dan bantuan sosial tunai (BST).
Terbaru, pemerintah akan kembali membagikan bantuan subsidi gaji (BSU) sebesar Rp 1 juta yang sempat terhenti pada awal tahun, termasuk melanjutkan program Kartu Prakerja. Selain itu, anggaran kesehatan juga mengalami kenaikan dari Rp172,84 T menjadi Rp193,93 T.
Selanjutnya, pemerintah juga melakukan realokasi dukungan UMKM dan korporasi dari Rp193,74 T menjadi Rp171,77 T, serta menaikkan insentif usaha dari Rp56,73 T menjadi Rp62,83 T. Secara umum, berbagai strategi perlindungan sosial dan insentif ini dilakukan untuk membantu daya tahan ekonomi masyarakat, terutama selama pemberlakuan PPKM. Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya mendorong percepatan penyerapan berbagai bantuan sosial agar dapat segera diterima oleh masyarakat yang terdampak.
Transformasi Digital dalam Bisnis
Pandemi memaksa dunia untuk berubah dan menyesuaikan diri. Situasi pandemi ini dapat dikatakan berdampak cukup besar pada tatanan kehidupan. Siapapun mungkin tidak pernah membayangkan bahwa hanya dalam kurun waktu singkat manusia mengalami banyak perubahan, tak terkecuali dalam dunia bisnis.
Saat ini transformasi digital memiliki peranan penting dalam dunia bisnis. Tidak hanya bergerak menuju model digital membantu perusahaan menghadapi badai perubahan yang bergejolak dikarenakan Covid-19, tapi juga membuka peluang baru bagi pertumbuhan bisnis dan memastikan bahwa organisasi dapat tetap tangguh dalam mempersiapkan diri pascapandemi.
Transformasi digital sebelumnya merupakan tujuan jangka panjang bagi banyak bisnis karena biaya dan kompleksitas, tetapi pandemi Covid-19 telah mempercepat urgensi untuk mengadopsi transformasi digital ketika dunia mengalami pembatasan mobilitas masyarakat. Berbagai kegiatan transaksi jual beli yang sebelumnya memerlukan pertemuan antara penjual dan pembeli, kini telah banyak beralih secara online.
Sebagian besar konsumen kini mula terbiasa memenuhi kebutuhan mereka secara online. Menurut laporan terbaru yang dilansir oleh Google, Temasek Holdings dan Bain & Company, transformasi digitalisasi pada dunia usaha saat ini akan terus terjadi bahkan pascapandemi.
Di Asia Tenggara, berdasarkan e-Conomy SEA 2019, ekonomi digital akan berkembang hingga USD300 miliar. Selain itu, kini dan di masa depan dunia usaha juga akan terdapat lebih banyak interaksi dan transaksi pada perangkat seluler melalui internet daripada secara fisik atau tatap muka.
Fakta dan angka ini menunjukan bukti nyata bahwa digitalisasi adalah masa depan untuk bisnis. Oleh sebab itu, para pelaku usaha, khususnya UMKM, kini perlu memulai dan mempercepat proses menuju transformasi digital yang tidak hanya untuk bertahan selama pandemi, melainkan untuk mengembangkan usaha di masa mendatang.
Salah satu upaya pemerintah dalam memberikan dukungan bagi UMKM untuk mempertahankan usahanya dan mengembangkan bisnisnya ke dunia digital adalah melalui perpanjangan restrukturisasi kredit. Aturan restrukturisasi kredit tertuang dalam Peraturan
OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai kebijakan counter cyclical. Restrukturisasi kredit bisa diberikan kepada sejumlah debitur termasuk UMKM.
Pemerintah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit ini diperpanjang selama 1 tahun, dari yang sedianya berakhir pada 31 Maret 2021 menjadi berakhir pada 31 Maret 2022. Perpanjangan ini diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan adaptasi di tengah masa pandemi.
Besar harapan pemerintah bahwa melalui kelonggaran kredit yang diberikan tersebut dapat membantu meringankan beban para pelaku UMKM. Selain itu pemerintah juga berharap melalui perpanjangan restrukturisasi kredit yang diberikan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha UMKM untuk mengembangkan diri dan bertransformasi kearah bisnis digital di tengah keterbatasan akibat pandemi. Semoga.
(poe)