Pertamina Tidak Layak Pimpin Holding Geothermal
loading...
A
A
A
Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas
PROSES pembentukan dan Initial Public Offering (IPO) Holding BUMN Geothermal memasuki babak akhir. PT Pertamina (Pesero), melalui anak perusahaan Pertamina Geothermal Energy (PGE), akan menjadi pimpinan Holding Panas Bumi melalui akuisisi aset dari PLN Gas dan Geothermal (G&G), PT Indonesia Power (IP), dan PT Geo Dipa Energi (GDE). Namun, Serikat Pekerja (SP) PLN, terdiri: Serikat Pekerja G&G dan IP, menolak PGE menjadi pimpinan Holding dan keberatan terhadap IPO Holding BUMN Geothermal.
Penolakan SP PLN menjadikan PGE sebagai pimpinan Holding memang sangat beralasan, yang patut didukung, dengan beberapa argumentasi. Pertama, PLN harus menyerahkan asset PT PLN G&G dan PT IP dalam jumlah besar, yang akan menjadi milik PGE. Pengalihan asset ini akan menurunkan kinerja keuangan PLN, utamanya meningkatkan debt to asset ratio PLN. Peningkatan debt to asset ratio dapat menurunkan kepercayaan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada PLN ke depan.
Kedua, PLN merupakan risk taker, satu-satunya pembeli listrik dari Pembangkit Listrik Panas Bumi yang akan dibangun oleh Holding Geothermal. Ketiga, PLN lebih berpengalaman dalam membagun dan pengoperasikan pembangkit listrik ketimbang Pertamina, yang tidak pernah mengembangkan pembangkit listrik sebelumnya.
Baca juga: Holding Geothermal Rampung 2021, Bos Geo Dipa Sebut Masih Ada Pembahasan Opsi
Dengan ketiga argumentasi tersebut, Pertamina sesungguhnya tidak layak menjadi pimpinan Holding Geothermal, PLN lah yang lebih layak ketimbang Pertamina dalam mempimpin Holding Panas Bumi itu.
Sedangkan keberatan SP PLN terhadap IPO Holding BUMN Geothermal sesungguhnya kurang beralasan, berdasarkan beberapa argumentasi. Pertama, IPO bukanlah "privatisasi" terhadap Holding BUMN Geothermal selama mayoritas saham masih dikuasai oleh Holding, sehingga kontrol pengelolaan perusahaan masih di tangan Holding. Aksi IPO terhadap anak perusahaan Pertamina dan/atau PLN tidak bertentangan dengan Perundangan berlaku.
Kedua, IPO merupakan alternatif terbaik dalam meraub fresh money sebagai sumber dana pada tahap eksplorasi Panas Bumi. Pasalnya, Perbankan biasanya tidak bersedia membiayai investasi Geothermal pada tahap eksplorasi karena risiko terlalu tinggi. Ketiga, dengan IPO, pengelolaan BUMN akan menjadi semakin transparan, sehingga dapat meminimkan upaya menjadikan BUMN sebagai "Sapi Perahan". Pengelolaan BUMN secara tidak transparan berpotensi menjadikan BUMN sebagai "Sapi Perah".
Baca juga: Holding Geothermal Rampung 2021, Geo Dipa Tunggu Skema dari Erick Thohir
Pembentukan Holding BUMN Geothermal merupakan suatu keniscayaan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan panas bumi, sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT), yang resources dimiliki Indonesia sangat meruah. Selain itu, penggunaan Panas Bumi dalam Pembangkit Listrik akan mempercepat pencapaian target EBT dalam bauran energi. Hanya, dalam pembentukan Holding BUMN Geothermal itu selayaknya PLN yang menjadi pimpinan holding, bukan Pertamina.
Di samping itu, IPO merupakan alternatif terbaik dalam membiayai investasi Panas Bumi pada tahap eksplorasi, yang tidak melanggar perundangan.
Lihat Juga: Pastikan Kelancaran HUT ke-79 RI, Dirut PLN Cek Langsung Keandalan Infrastruktur Kelistrikan di IKN
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas
PROSES pembentukan dan Initial Public Offering (IPO) Holding BUMN Geothermal memasuki babak akhir. PT Pertamina (Pesero), melalui anak perusahaan Pertamina Geothermal Energy (PGE), akan menjadi pimpinan Holding Panas Bumi melalui akuisisi aset dari PLN Gas dan Geothermal (G&G), PT Indonesia Power (IP), dan PT Geo Dipa Energi (GDE). Namun, Serikat Pekerja (SP) PLN, terdiri: Serikat Pekerja G&G dan IP, menolak PGE menjadi pimpinan Holding dan keberatan terhadap IPO Holding BUMN Geothermal.
Penolakan SP PLN menjadikan PGE sebagai pimpinan Holding memang sangat beralasan, yang patut didukung, dengan beberapa argumentasi. Pertama, PLN harus menyerahkan asset PT PLN G&G dan PT IP dalam jumlah besar, yang akan menjadi milik PGE. Pengalihan asset ini akan menurunkan kinerja keuangan PLN, utamanya meningkatkan debt to asset ratio PLN. Peningkatan debt to asset ratio dapat menurunkan kepercayaan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada PLN ke depan.
Kedua, PLN merupakan risk taker, satu-satunya pembeli listrik dari Pembangkit Listrik Panas Bumi yang akan dibangun oleh Holding Geothermal. Ketiga, PLN lebih berpengalaman dalam membagun dan pengoperasikan pembangkit listrik ketimbang Pertamina, yang tidak pernah mengembangkan pembangkit listrik sebelumnya.
Baca juga: Holding Geothermal Rampung 2021, Bos Geo Dipa Sebut Masih Ada Pembahasan Opsi
Dengan ketiga argumentasi tersebut, Pertamina sesungguhnya tidak layak menjadi pimpinan Holding Geothermal, PLN lah yang lebih layak ketimbang Pertamina dalam mempimpin Holding Panas Bumi itu.
Sedangkan keberatan SP PLN terhadap IPO Holding BUMN Geothermal sesungguhnya kurang beralasan, berdasarkan beberapa argumentasi. Pertama, IPO bukanlah "privatisasi" terhadap Holding BUMN Geothermal selama mayoritas saham masih dikuasai oleh Holding, sehingga kontrol pengelolaan perusahaan masih di tangan Holding. Aksi IPO terhadap anak perusahaan Pertamina dan/atau PLN tidak bertentangan dengan Perundangan berlaku.
Kedua, IPO merupakan alternatif terbaik dalam meraub fresh money sebagai sumber dana pada tahap eksplorasi Panas Bumi. Pasalnya, Perbankan biasanya tidak bersedia membiayai investasi Geothermal pada tahap eksplorasi karena risiko terlalu tinggi. Ketiga, dengan IPO, pengelolaan BUMN akan menjadi semakin transparan, sehingga dapat meminimkan upaya menjadikan BUMN sebagai "Sapi Perahan". Pengelolaan BUMN secara tidak transparan berpotensi menjadikan BUMN sebagai "Sapi Perah".
Baca juga: Holding Geothermal Rampung 2021, Geo Dipa Tunggu Skema dari Erick Thohir
Pembentukan Holding BUMN Geothermal merupakan suatu keniscayaan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan panas bumi, sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT), yang resources dimiliki Indonesia sangat meruah. Selain itu, penggunaan Panas Bumi dalam Pembangkit Listrik akan mempercepat pencapaian target EBT dalam bauran energi. Hanya, dalam pembentukan Holding BUMN Geothermal itu selayaknya PLN yang menjadi pimpinan holding, bukan Pertamina.
Di samping itu, IPO merupakan alternatif terbaik dalam membiayai investasi Panas Bumi pada tahap eksplorasi, yang tidak melanggar perundangan.
Lihat Juga: Pastikan Kelancaran HUT ke-79 RI, Dirut PLN Cek Langsung Keandalan Infrastruktur Kelistrikan di IKN
(abd)