Jelang COP UNFCCC ke-26, Menteri LHK Beri Arahan pada Calon Delegasi RI

Rabu, 21 Juli 2021 - 07:23 WIB
loading...
Jelang COP UNFCCC ke-26, Menteri LHK Beri Arahan pada Calon Delegasi RI
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Setiap tahunnya, para negara pihak yang tergabung dalam Conference of The Parties (COP), United Nations on the Framework of Climate Change Conference (UFCCC), melangsungkan pertemuan untuk membahas kebijakan-kebijakan dalam pengendalian perubahan iklim tingkat global.



"Updated NDC juga memperbarui informasi tentang Visi Pemerintah dan Pembangunan Jangka Panjang serta menjabarkan dan merinci strategi implementasi tentang adaptasi serta peningkatan transparansi," kata Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis yang diterima, pada Rabu (21/7/2021).

"Updated NDC juga menambah subjek baru dan penguatan komitmen dengan memasukkan laut, lahan basah (mangrove dan lahan gambut) serta kawasan permukiman (dalam skenario adaptasi). Indonesia juga memperkuat komitmen untuk memanfaatkan berbagai peluang kerjasama internasional," tambahnya.

Menteri Siti menyampaikan lebih lanjut, Updated NDC secara implisit menunjukkan ambisi 41% target yang akan dicapai, dengan memperkuat langkah-langkah implementasi kerja sama teknis luar negeri dalam hal teknologi dan pengembangan sektor swasta. Misalnya, dalam kegiatan elctro-mobility yang telah dirintis dan dimulai seperti pengembangan listrik solar panel.

Kemudian juga mempertegas peran teknologi dan kerja sama internasional swasta dan dukungan internasional seperti dalam hal proyeksi rehabilitasi mangrove hingga 600.000 Ha sampai dengan akhir 2024, peningkatan peran rehabilitasi lahan oleh swasta hingga hingga lebih dari 200.000 hektare, hingga pengembangan kompleks green industry supported by green energy di Kalimantan Utara seluas 12.000 Ha.

Kedua, Pemerintah Indonesia telah menyusun strategi jangka panjang yang akan menjadi pedoman dalam implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta komitmen NDC lima-tahunan selanjutnya.

Sejak tahun 2020, Indonesia telah berproses untuk menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), menuju net-zero emissions dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi yang bertumbuh, berketahanan iklim dan berkeadilan.

"Dokumen LTS LCCR 2050 disusun berdasarkan kondisi perekonomian dan turunnya kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta pembelajaran atas rentannya kondisi global menghadapi pandemi Covid-19 dengan tetap optimis mengacu kepada prospek pemulihan pascapandemi serta kebijakan nasional seluruh sektor saat ini sampai tahun 2050," ungkap Siti Nurbaya.

Sektor Agriculture, Forestry dan Land Use (AFOLU) dan sektor energi akan sangat menentukan pathways yang akan dituju pada tahun 2050. Dengan skenario paling ambisius yaitu Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP), secara nasional Indonesia akan mencapai peaking pada tahun 2030 dengan sektor FOLU sudah mendekati net sink.

"Seluruh sektor harus makin meningkatkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menuju tahun 2050. Selain itu, diharapkan pada tahun 2050 dapat tercapai ketahanan iklim melalui jalur sektoral dan kewilayahan," jelas Menteri Siti.

Ketiga, Menteri Siti kemudian menyakinkan kepada calon delegasi, bahwa Indonesia cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Pada forum multilateral, Indonesia seringkali menjadi sorotan atas capaian, prestasi, dan kebijakan yang menawarkan solusi.

Sedangkan secara bilateral, Indonesia di berbagai kesempatan didekati oleh negara yang dengan maksud untuk menjadi mitra dalam menangani perubahan iklim.

Kebakaran hutan di tahun 2015 dengan luas areal terbakar 2,6 juta ha dari interpretasi citra satelit, serta 1,6 juta hektare pada tahun 2019, memberikan pelajaran sangat berharga dan kemudian terus diupayakan dengan kerja keras untuk dapat diatasi.

Akhirnya pada tahun 2020 ditetapkan kebijakan dan langkah pencegahan secara permanen melalui upaya-upaya yaitu: monitoring hotspot dan patroli, sistem paralegal untuk membangun kesadaran bersama masyarakat, teknik modifikasi cuaca, tata kelola gambut, dan penegakkan hukum.

"Tidak mudah penyelesaian selama beberapa tahun, dan dalam turbulensi interaksi yang cukup berat antar berbagai elemen stakeholders, terutama dengan dunia usaha. Dan di tahun 2020 kemarin kita berhasil menekan areal kebakaran hutan hanya menjadi sekitar 290 ribu hektare," terang Menteri Siti.

Pada konteks emisi karbon, bisa dihitung emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2015 sebesar 1,5 Gton CO2 eq, pada tahun 2019 menjadi 0,9 Gton CO2eq. Diantara 0,9 Gton CO2eq tersebut, yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan tercatat sebesar 0,45 Gton CO2 eq; dan pada tahun 2020 turun menjadi 0,03 Gton CO2 eq.

"Ini artinya bahwa kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dengan pencegahan permanen, telah menunjukkan hasil kerja cukup baik dan masih harus dipertahankan dan untuk terus ditingkatkan," ungkap Menteri Siti.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1831 seconds (0.1#10.140)