Mendagri Beberkan Alasan Pilkada Serentak Tetap Digelar Tahun Ini

Rabu, 27 Mei 2020 - 19:37 WIB
loading...
Mendagri Beberkan Alasan...
Mendagri Tito Karnavian membeberkan alasan pemerintah tetap melaksanakan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 di tengah kondisi pandemi virus Corona. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membeberkan alasan pemerintah tetap melaksanakan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 di tengah kondisi pandemi Covid-19 atau virus Corona.

(Baca juga: 3 Alasan Pilkada Serentak 2020 Sebaiknya Digelar Tahun Depan)

Selain karena pandemi ini belum bisa diprediksi kapan akan berakhir, sejumlah negara pun tetap melaksanakan pemilu lokal maupun nasional di tengah Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan. (Baca juga: Pilkada 2020 Harus Menjamin Keselamatan dan Kesehatan Rakyat)

"Berkaitan dengan pemilu kami lihat bahwa ada sejumlah negara yang melaksanakan pemilu baik pemilu nasional federal maupun pemilu lokal. Ini ada peta yang kami sampaikan ada hanpir semua negara ada 47 yang melaksanakan pemilu, Sebagian sudah selesai dan sebagaian on schedule. Kalaupun ada penundaan mereka bukan tahun tapi penundannya adalah bulan terakhir, bulan Oktober," kata Tito dalam paparannya di Rapat Kerja (Raker) Virtual Komisi II DPR, rabu (27/5/2020).

Tito menjelaskan, karena Indonesia akan melakukan Pilkada pada 9 Desember, Indonesia menjadi negara terakhir yang melakukan pemilu di 2020 ini. Dia pun menyebut bahwa Korea Selatan (Korsel) melakukan pemilu di tengah puncak pandemi dan mereka berhasil menyelesaikannya.

Amerika Serikat (AS) juga melakukan sejumlah pemilu, baik itu kongres, senat, pemilu presiden (pilpres) dan pemilihan gubernur sejumlah negara bagian yang semuanya sesuai jadwal.

"Sementara, lain-lain sudah melaksanakan sebagaian on schedule sebagian menunda bulan, tidak ada (menunda) tahun. Kalau terlaksana Desember, kita negara terakhir yang yang lakukan pemilu di seluruh dunia," terang mantan Kapolri itu.

Tito melanjutkan, sejumlah negara yang melaksanakan pemilu seperti Perancis, Iran, Israel, Jerman, Bangladesh dan Polandia juga memberlakukan protokol Covid-19. Memang, ada variasi protokol Corona, tetapi standarnya yakni mengenakan masker, mencuci tangan.

Beberapa petugas mengenakan APD lengkap, khususnya yang mengatur para pemilih, membuat jadwal agar tidak terjadi penumpukan pemilih, tidak melakukan kampanye massif dan akbar serta mengganti pertemuan-pertemuan dengan live streaming zoom dan lain sebagainya.

"Ada juga yang menambah TPS bagi yang usia di atas 60 tahun, mereka diberikan TPS khusus dengan petugas APD khusus bahkan, yang sedang dirawat didatangi dengan menggunakan APD khusus," urainya.

Kemudian, sambung dia, tidak ada satupun ahli dari negara manapun yang bisa memprediksi kapan Covid-19 ini akan berakhir. WHO pun mengatkaan bahwa paling cepat akan berakhir pada 2021 atau 2022. Dan kalapun vaksin ditemukan di China, itu belum tentu cocok dengan Indonesia sehingga, Indonesia perlu menemukan vaksin sendiri.

Dan kalaupun ditemukan, perlu ada tes secara bertahap melibatkan jumlah besar dan itu perlu waktu smapai 2022 bahkan 2023, dengan scenario optimistisnya pada akhir 2021.

"Karena itu, memang di tengah situasi ketidakpastian kalau kita punya pilihan opsi diundur di 2021 Maret atau September itu juga tidak menjamin. Kita waktu itu skenarionya 2021 aman sehingga kita cari aman 2021," ucap Tito.

"Tapi, kita lihat trend dunia semua yang sudah lakukan uji coba trial termasuk Indonesia ini hanpir semua katakan paling cepat pertengahan 2021 baru ditemukan, baru testing kemudian mass production dan melaksanakan vaksinisasi bisa sampai setahun kalau opsi 2021 mungkin situasinya masih seperti ini," tambahnya.

Karena itu, Tito menambahkan, melihat semua pemerintahan di dunia sednag melakukan reopening kegiatan-kegiatan dan aktivitas masyarakat dengan protokol Covid-19 yang ketat, Indonesia pun akan membuat kebijakan adaptasi secara bertahap. Agar masyarakat tetap produktif dan juga aman melakukan kegiatan sebagaimana sediakala.

"Karena, kita tidak mungkin terus menerus dalam rumah kalau terus-terus stay at home ada kebosanan masyakat saat ini ada salah satu instansi dari BIN 81 persen responden katakan mereka bosan stay at home, mereka mahkluk sosial," tandasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0755 seconds (0.1#10.140)