Pernah Seperti Indonesia, Ini Kunci Sukses India Atasi Kelangkaan Oksigen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meningkatnya pasien Covid-19 dalam beberapa minggu terakhir ini menyebabkan sejumlah rumah sakit di Indonesia kekurangan oksigen.
Kelangkaan oksigen ini juga pernah melanda India yang pada bulan Mei lalu mengalami tsunami Covid-19. "India juga pernah mengalami kekurangan oksigen yang banyak diberitakan," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan yang diterima, Kamis (8/7/2021).
Tjandra mengungkapkan sedikitnya ada 5 kunci yang dilakukan India ketika itu untuk mengatasinya. Pertama, sementara melarang penggunaan oksigen cair untuk kepentingan non kesehatan.
Baca juga: Anies Terus Inspeksi untuk Pastikan Tabung Oksigen di Jakarta Aman
"Pelaksanaannya pernah amat ketat dan industri lain memang tidak boleh menggunakan oksigen, bahkan disebutkan tanpa kecuali, no industry will be exempt from this order," kata Tjandra.
Kedua, menginisiasi pemasangan "Medical Oxygen Generation Plants" di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di negara itu. Ketiga, mempercepat distribusi, seperti dengan "Oxygen Express trains".
Keempat, kata Tjandra, peran aktif berbagai LSM, misalnya "Hemkunt Foundation" dengan 150 relawan, melayani sekitar 15.000 panggilan telepon, semacam pelayanan oksigen "drive-through". "Sewa International, menyediakan oxygen concentrator," katanya.
Kelima, menerima bantuan oksigen dari negara lain, termasuk dari Indonesia. "Amerika Serikat pernah menyumbang 1.100 silinder oksigen, Perancis juga menyumbangkan oksigen cair dan Inggris menyumbangkan oxygen concentrator. Japan juga mengirimkan oxygen concentrator," kata Tjandra.
Baca juga: Bantu Hadapi Lonjakan Covid-19, Australia Kirim Ventilator dan Oksigen ke Indonesia
Ia mengatakan dapat disampaikan juga bahwa ada negara bagian tertentu yang sudah sejak awal-awal menyiapkan kemungkinan kasus. "Di Kerala misalnya, cukup banyak rumah sakit yang sudah menyiapkan liquid oxygen processing unit yang amat memudahkan mereka pada masa kekurangan oksigen melanda berbagai rumah sakit di India. Jadi memang persiapan dan antisipasi sejak awal akan amat membantu ketika masalah sudah di depan mata," katanya.
Selain itu, Tjandra menegaskan hal yang paling penting untuk mengatasi kekurangan oksigen adalah menangani masalah di hulunya, yaitu menekan jumlah penduduk yang sakit. "Kita tahu bahwa cukup banyak negara bagian di India (juga kota besar seperti New Delhi, Ibu Kota india dan Mumbai pusat industri film Bollywood) yang melakukan lockdown cukup ketat, sehingga mobilitas penduduk jadi amat dibatasi, seperti foto saya di salah satu jalan utama New Delhi yang sangat sepi waktu lockdown tahun yang lalu di New Delhi," paparnya.
Negara bagian lain, kata Tjandra juga menggunakan pembatasan sosial yang bervariasi sesuai pola epidemiologisnya masing-masing dan akibatnya penularan di masyarakat juga dapat amat ditekan. "India juga meningkatkan jumlah tesnya amat tinggi menjadi sekitar 2 juta orang per hari, dan jumlah vaksinasi sampai 8 juta orang per hari, jumlah yang amat besar," katanya.
Diketahui, pada 8 Mei 2021 kasus baru Covid-19 per hari di India adalah 403.405 orang dan pada 8 Juni sebulan kemudian turun menjadi 92.596, jadi turun jadi seperempatnya. Bahkan pada 5 Juli 2021 angkanya hanya 34.703, jadi turun lebih dari 10 kali lipat lebih rendah dalam waktu tidak sampai 2 bulan saja.
"Kita tentu mengharapkan agar angka pasien baru Covid-19 di negara kita yang di tanggal 7 Juli 2021 sudah hamper 35.000 kasus baru per hari dapat segera diturunkan pula," papar Tjandra.
Kelangkaan oksigen ini juga pernah melanda India yang pada bulan Mei lalu mengalami tsunami Covid-19. "India juga pernah mengalami kekurangan oksigen yang banyak diberitakan," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan yang diterima, Kamis (8/7/2021).
Tjandra mengungkapkan sedikitnya ada 5 kunci yang dilakukan India ketika itu untuk mengatasinya. Pertama, sementara melarang penggunaan oksigen cair untuk kepentingan non kesehatan.
Baca juga: Anies Terus Inspeksi untuk Pastikan Tabung Oksigen di Jakarta Aman
"Pelaksanaannya pernah amat ketat dan industri lain memang tidak boleh menggunakan oksigen, bahkan disebutkan tanpa kecuali, no industry will be exempt from this order," kata Tjandra.
Kedua, menginisiasi pemasangan "Medical Oxygen Generation Plants" di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di negara itu. Ketiga, mempercepat distribusi, seperti dengan "Oxygen Express trains".
Keempat, kata Tjandra, peran aktif berbagai LSM, misalnya "Hemkunt Foundation" dengan 150 relawan, melayani sekitar 15.000 panggilan telepon, semacam pelayanan oksigen "drive-through". "Sewa International, menyediakan oxygen concentrator," katanya.
Kelima, menerima bantuan oksigen dari negara lain, termasuk dari Indonesia. "Amerika Serikat pernah menyumbang 1.100 silinder oksigen, Perancis juga menyumbangkan oksigen cair dan Inggris menyumbangkan oxygen concentrator. Japan juga mengirimkan oxygen concentrator," kata Tjandra.
Baca juga: Bantu Hadapi Lonjakan Covid-19, Australia Kirim Ventilator dan Oksigen ke Indonesia
Ia mengatakan dapat disampaikan juga bahwa ada negara bagian tertentu yang sudah sejak awal-awal menyiapkan kemungkinan kasus. "Di Kerala misalnya, cukup banyak rumah sakit yang sudah menyiapkan liquid oxygen processing unit yang amat memudahkan mereka pada masa kekurangan oksigen melanda berbagai rumah sakit di India. Jadi memang persiapan dan antisipasi sejak awal akan amat membantu ketika masalah sudah di depan mata," katanya.
Selain itu, Tjandra menegaskan hal yang paling penting untuk mengatasi kekurangan oksigen adalah menangani masalah di hulunya, yaitu menekan jumlah penduduk yang sakit. "Kita tahu bahwa cukup banyak negara bagian di India (juga kota besar seperti New Delhi, Ibu Kota india dan Mumbai pusat industri film Bollywood) yang melakukan lockdown cukup ketat, sehingga mobilitas penduduk jadi amat dibatasi, seperti foto saya di salah satu jalan utama New Delhi yang sangat sepi waktu lockdown tahun yang lalu di New Delhi," paparnya.
Negara bagian lain, kata Tjandra juga menggunakan pembatasan sosial yang bervariasi sesuai pola epidemiologisnya masing-masing dan akibatnya penularan di masyarakat juga dapat amat ditekan. "India juga meningkatkan jumlah tesnya amat tinggi menjadi sekitar 2 juta orang per hari, dan jumlah vaksinasi sampai 8 juta orang per hari, jumlah yang amat besar," katanya.
Diketahui, pada 8 Mei 2021 kasus baru Covid-19 per hari di India adalah 403.405 orang dan pada 8 Juni sebulan kemudian turun menjadi 92.596, jadi turun jadi seperempatnya. Bahkan pada 5 Juli 2021 angkanya hanya 34.703, jadi turun lebih dari 10 kali lipat lebih rendah dalam waktu tidak sampai 2 bulan saja.
"Kita tentu mengharapkan agar angka pasien baru Covid-19 di negara kita yang di tanggal 7 Juli 2021 sudah hamper 35.000 kasus baru per hari dapat segera diturunkan pula," papar Tjandra.
(abd)