Tantangan Industri Manufaktur di Masa PPKM Darurat

Senin, 05 Juli 2021 - 06:33 WIB
loading...
Tantangan Industri Manufaktur di Masa PPKM Darurat
Dalam beberapa bulan terakhir indeks manufaktur Indonesia terus membaik. FOTO/Dok Bosch
A A A
Untuk kesekian kalinya pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas sosial di masa pendemi Covid-19. Kali ini, kebijakan yang diaturan dalam skema Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat itu diterapkan mulai 3 – 20 Juli 2021.

Keputusan pelaksanaan PPKM untuk kesekian kalinya ini diyakini merupakan cara terbaik untuk meredam cepatnya laju penyebaran virus corona yang kini semakin dekat dengan kita. Keputusan ini pun tentu telah melewati pertimbangan-pertimbangan matang dari para pembuat kebijakan agar penganganan Covid-19 bisa tuntas.

PPKM Darurat diperkirakan bakal berdampak pada aktivitas di beberapa sektor usaha karena adanya sejumlah pembatasan. Namun di sektor lain seperti e-commerce, kesehatan dan farmasi diprediksi bakal Kembali menggeliat karena sektor-sektor itu kini menjadi sangat esensial bagi masyarakat.

Diketahui, sektor-sektor esensial yang masih diperbolahkan buka adalah layanan keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, dan industri orientasi ekspor.

Adapun untuk sektor kritikal yang diperbolehkan beroperasi meliputi energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listik dan air), dan industri pemenuhan kebutuhan pokok.

Melihat daftar sektor usaha yang tetap beroperasi, kita berharap sektor ekonomi secara umum akan tetap berjalan normal. Sehingga, hal itu bisa menjaga momentum pemulihan yang diperlihatkan pada indeks belanja manajer atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia di mana pada Juni lalu masih berada di zona ekspansif yakni di angka 53,5. Ini tentu kabar baik karena indeks di atas 50 menunjukkan geliat industri manufaktur masih ekspansif.

Akan tetapi, di bulan Juli ini tampaknya sektor manufaktur harus menghadapi tantangan cukup berat karena dibelakukan PPKM Darurat yang dilakukan selama dua pekan. Akan tetapi, risiko ini menjadi pilihan demi menekan kasus penyebaran Covid-19 pada Minggu (04/06), bertambah sebanyak 27.233 kasus baru sehingga total mencapai 2.284.084 kasus. Sementara jumlah angka meninggal dunia bertambah 555 orang sehingga total menjadi 60.582 orang dan jumlah kasus sembuh bertambah 13.127 orang menjadi total 1.928.274 orang.

Terkait kinerja manufaktur pada Juni lalu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan kita perlu bersyukur bahwa sektor industri manufaktur masih ekspansif dan masih ada gairah usaha kendati berada di tengah dampak peningkatan kasus korona. Apalagi berdasarkan data IHS Markit, dikutip dari situs Setkab.go.id, PMI Manufaktur Indonesia bulan lalu masih lebih tinggi dibanding PMI Manufaktur ASEAN yang berada di level 49,0. PMI Manufakur Indonesia juga mengungguli PMI Manufaktur Filipina (50,8), Thailand (49,5), Singapura (46,5), Vietnam (44,1), Malaysia (39,9), Cina (51,3), Jepang (52,4), dan India (50,8).

Kinerja di sektor industri manufaktur bersama sejumlah indikator lainnya, membuat Kemenperin tetap optimistis ekonomi nasional akan tumbuh positif pada kuartal II tahun ini. Terlebih dalam delapan bulan terakhir, PMI Manufaktur Indonesia terus berada di atas angka 50 yang berarti ada ekspansi dari kalangan dunia usaha.

Berdasarkan data dari Kemenperin, kinerja gemilang sektor industri manufaktur terlihat pada nilai ekspor industri pengolahan yang tercatat mencapai USD66,70 miliar pada Januari-Mei 2021, naik 30,53% dibandingkan periode yang sama 2020. Dengan capaian tersebut, industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi, yakni 79,42% dari total ekspor nasional yang berada di angka USD83,99 miliar.

Menurut Agus, besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer kepada produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi. Artinya, Indonesia telah melakukan transformasi ekonomi, tidak lagi menjadi negara pengekspor bahan mentah, tetapi produk jadi atau barang setengah jadi.

Di samping itu, sepanjang kuartal I/2021, nilai investasi yang direalisasikan industri pengolahan menembus Rp88,3 triliun atau naik 38% dibanding capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari Rp88,3 triliun tersebut, sektor manufaktur memberikan kontribusi signifikan hingga 40,2% terhadap total nilai investasi di Indonesia yang mencapai Rp219,7 triliun. (*)
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2450 seconds (0.1#10.140)