Reformis Lengah, Presiden Tiga Periode yang Digaungkan Kelompok Oportunis Jadi Kenyataan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Relawan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto (Jok-Pro) 2024 menginginkan Jokowi dan Prabowo berpasangan pada Pilpres 2024 demi mencegah polarisasi ekstrem di Indonesia. Pengamat menilai ini hanya tameng meloloskan presiden tiga periode .
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga melihat, kehawatiran Jok-Pro 2024 akan terjadinya polarisasi setelah pilpres mendatang tampaknya sangat spekulatif. Sebab, polarisasi ekstrem pendukung Jokowi dan Prabowo harusnya sudah teratasi dengan bergabungnya Prabowo ke Pemerintahan Jokowi.
"Bergabungnya Sandiaga Uno ke Pemerintahan Jokowi juga seharusnya semakin melenyapkan polarisasi tersebut. Tapi nyatanya, 'cebong' dan 'kampret' tetap saja bertarung di media sosial. 'Cebong' dan 'kampret' terus berhadap-hadapan dalam konfrontasi yang terkesan tidak berujung," kata Jamil, Sabtu (19/6/2021).
Jadi, kata Jamil, masalah polarisasi anak bangsa tidak akan selesai hanya karena menyatukan Jokowi dan Prabowo sebagai pemimpin Indonesia. Sebab, mereka saat itu memilih Jokowi bisa saja karena tidak menyukai Prabowo atau semata karena tidak ada pilihan lain. Sebaliknya, yang memilih Prabowo juga kemungkinannya sama. Mereka memilih Prabowo bisa saja karena memang tidak menyukai Jokowi.
"Karena itu, meskipun Prabowo sudah masuk kabinet Jokowi, mereka yang kerap disebut 'kampret' tetap saja mengkritik Jokowi. Mereka tetap saja menunjukkan ketidaksukaannya kepada Jokowi. Para pendukung Jokowi yang kerap disebut 'cebong' juga sama. Mereka tetap saja mengkritik Prabowo meskipun sudah bergabung dengan Jokowi," jelasnya.
Mantan Dekan FIKOM IISIP ini mengatakan, kehadiran Jok-Pro 2024 tampaknya bukan dimaksudkan untuk menetralisir polarisasi ekstrem di Indonesia pasca-Pilpres 2024. Hal itu hanya tameng untuk meloloskan wacana presiden tiga periode. Kelompok-kelompok tertentu berupaya presiden tiga periode terwujud, karena mereka belum dapat capres yang bisa memberikan kenikmatan politik seperti sekarang ini.
"Mereka ini bermental saudagar yang selalu mengedepankan transaksi. Para oportunis ini dengan segala cara akan terus berupaya menggolkan presiden tiga periode. Mereka ini sudah nyaman menikmati konpensasi berupa kenyamanan ekononi atas dukungannya selama ini terhadap rezim yang berkuasa," ujarnya.
Karena itu, Jamil mengingatkan pada para reformis harus berhati-hati atas semua sikap dan tindakan para oportunis. Jika para reformis lengah, presiden tiga periode akan jadi kenyataan. "Hal itu akan menjadi petaka bagi demokrasi di Indonesia. Masa kegelapan akan kembali menyelimuti negeri tercinta," tandasnya.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga melihat, kehawatiran Jok-Pro 2024 akan terjadinya polarisasi setelah pilpres mendatang tampaknya sangat spekulatif. Sebab, polarisasi ekstrem pendukung Jokowi dan Prabowo harusnya sudah teratasi dengan bergabungnya Prabowo ke Pemerintahan Jokowi.
"Bergabungnya Sandiaga Uno ke Pemerintahan Jokowi juga seharusnya semakin melenyapkan polarisasi tersebut. Tapi nyatanya, 'cebong' dan 'kampret' tetap saja bertarung di media sosial. 'Cebong' dan 'kampret' terus berhadap-hadapan dalam konfrontasi yang terkesan tidak berujung," kata Jamil, Sabtu (19/6/2021).
Baca Juga
Jadi, kata Jamil, masalah polarisasi anak bangsa tidak akan selesai hanya karena menyatukan Jokowi dan Prabowo sebagai pemimpin Indonesia. Sebab, mereka saat itu memilih Jokowi bisa saja karena tidak menyukai Prabowo atau semata karena tidak ada pilihan lain. Sebaliknya, yang memilih Prabowo juga kemungkinannya sama. Mereka memilih Prabowo bisa saja karena memang tidak menyukai Jokowi.
"Karena itu, meskipun Prabowo sudah masuk kabinet Jokowi, mereka yang kerap disebut 'kampret' tetap saja mengkritik Jokowi. Mereka tetap saja menunjukkan ketidaksukaannya kepada Jokowi. Para pendukung Jokowi yang kerap disebut 'cebong' juga sama. Mereka tetap saja mengkritik Prabowo meskipun sudah bergabung dengan Jokowi," jelasnya.
Mantan Dekan FIKOM IISIP ini mengatakan, kehadiran Jok-Pro 2024 tampaknya bukan dimaksudkan untuk menetralisir polarisasi ekstrem di Indonesia pasca-Pilpres 2024. Hal itu hanya tameng untuk meloloskan wacana presiden tiga periode. Kelompok-kelompok tertentu berupaya presiden tiga periode terwujud, karena mereka belum dapat capres yang bisa memberikan kenikmatan politik seperti sekarang ini.
"Mereka ini bermental saudagar yang selalu mengedepankan transaksi. Para oportunis ini dengan segala cara akan terus berupaya menggolkan presiden tiga periode. Mereka ini sudah nyaman menikmati konpensasi berupa kenyamanan ekononi atas dukungannya selama ini terhadap rezim yang berkuasa," ujarnya.
Karena itu, Jamil mengingatkan pada para reformis harus berhati-hati atas semua sikap dan tindakan para oportunis. Jika para reformis lengah, presiden tiga periode akan jadi kenyataan. "Hal itu akan menjadi petaka bagi demokrasi di Indonesia. Masa kegelapan akan kembali menyelimuti negeri tercinta," tandasnya.
(zik)