Jawab Tantangan Masa Depan dengan Bangkitkan Nilai-nilai Pancasila
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat menilai perlu upaya untuk membangkitkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai roh dan jiwa bangsa Indonesia untuk menjawab berbagai tantangan zaman.
"Tidak bisa dipungkiri di era ini muncul berbagai tantangan terhadap kebangsaan kita akibat dinamika yang terjadi di berbagai bidang di dunia," tutur Lestari saat membuka diskusi daring bertema Pancasila dan Tantangan-Tantangan Kebangsaan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/6/2020).
Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Arimbi Heroepoetri dihadiri oleh Otto Gusti Madung (Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores), Mujtaba Hamdi (Direktur Eksekutif Wahid Institute), Dimas Oky Nugroho (Direktur Eksekutif Akar Rumput Research and Consulting), Gatot Prio Utomo (Ketua Umum NU Circle) dan Atang Irawan (Ketua DPP Partai Nasdem) sebagai narasumber. Hadir juga Ngatawi Al-Zastrouw (budayawan), Diana Mutiah (pendidik) dan Nyoman Wiryadinatha (jurnalis) sebagai penanggap.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, kata Lestari, bangsa Indonesia perlu menegaskan jati dirinya lewat pengamalan sejumlah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Apalagi, kata perempuan yang biasa disapa Rerie ini, Pancasila adalah bagian dari empat konsensus kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Agar mampu menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai anak bangsa harus mampu membumikan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan perilaku kesehariannya.
Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores, Otto Gusti Madung mengungkapkan, bangsa Indonesia dewasa ini sedang menghadapi sejumlah tantangan yang dapat membahayakan persatuan bangsa. Tantangan itu, kata dia,antara lain adalah radikalisme agama, globalisme ekonomi, kesenjangan sosial, dan korupsi.
Menurut Otto, bangsa Indonesia berada dalam pergaulan global. Untuk itu, kata dia, usaha untuk meghidupi Pancasila sebagai landasan etis kehidupan bangsa harus ditempatkan dalam dialog dengan etika politik global yakni faham hak-hak asasi manusia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahid Institute, Mujtaba Hamdi berpandangan dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari 17.441 pulau dan 633 suku bangsa, Pancasila sangat dibutuhkan sebagai perekat dari keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
"Tidak bisa dipungkiri di era ini muncul berbagai tantangan terhadap kebangsaan kita akibat dinamika yang terjadi di berbagai bidang di dunia," tutur Lestari saat membuka diskusi daring bertema Pancasila dan Tantangan-Tantangan Kebangsaan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/6/2020).
Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Arimbi Heroepoetri dihadiri oleh Otto Gusti Madung (Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores), Mujtaba Hamdi (Direktur Eksekutif Wahid Institute), Dimas Oky Nugroho (Direktur Eksekutif Akar Rumput Research and Consulting), Gatot Prio Utomo (Ketua Umum NU Circle) dan Atang Irawan (Ketua DPP Partai Nasdem) sebagai narasumber. Hadir juga Ngatawi Al-Zastrouw (budayawan), Diana Mutiah (pendidik) dan Nyoman Wiryadinatha (jurnalis) sebagai penanggap.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, kata Lestari, bangsa Indonesia perlu menegaskan jati dirinya lewat pengamalan sejumlah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Apalagi, kata perempuan yang biasa disapa Rerie ini, Pancasila adalah bagian dari empat konsensus kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Agar mampu menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai anak bangsa harus mampu membumikan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan perilaku kesehariannya.
Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores, Otto Gusti Madung mengungkapkan, bangsa Indonesia dewasa ini sedang menghadapi sejumlah tantangan yang dapat membahayakan persatuan bangsa. Tantangan itu, kata dia,antara lain adalah radikalisme agama, globalisme ekonomi, kesenjangan sosial, dan korupsi.
Menurut Otto, bangsa Indonesia berada dalam pergaulan global. Untuk itu, kata dia, usaha untuk meghidupi Pancasila sebagai landasan etis kehidupan bangsa harus ditempatkan dalam dialog dengan etika politik global yakni faham hak-hak asasi manusia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahid Institute, Mujtaba Hamdi berpandangan dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari 17.441 pulau dan 633 suku bangsa, Pancasila sangat dibutuhkan sebagai perekat dari keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia.