Jangan Asal Galang Dana Publik
loading...
A
A
A
Dalam pandangan Hamid, harus diakui bahwa di era digital ada tren penggalangan dana yang diusung komunitas dan influencer lebih menonjol. Keunggulan mereka adalah lantaran memiliki banyak pengikut. Filantropi Indonesia perlu mendorong individu atau kelompok masyarakat ini bersinergi dengan lembaga-lembaga sosial yang sudah berpengalaman dalam pengumpulan dana dan penyaluran bantuan.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan pihaknya juga mengawasi pengumpulan dana untuk Palestina. Kewenangan pengawasan ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9/1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). PUB untuk Palestina memerlukan koordinasi di tingkat kementerian dan lembaga karena aturan penyaluran bantuannya cukup kompleks.
Mantan Wali Kota Surabaya itu mengakui masyarakat Indonesia memiliki panggilan secara spontan untuk membantu warga Palestina.
“Tapi ada aspek kehati-hatian. Kita harus pastikan bantuan itu betul-betul sampai dan akuntabel. Bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Penggalangan dana publik sebisa mungkin menggunakan rekening lembaga sosial yang sudah terdaftar resmi. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 29/ 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Dana, Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) No 56/1996 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat, dan Kepmensos No 1/1995 tentang Pengumpulan Sumbangan untuk Korban Bencana.
Soal pengaturan oleh pemerintah terkait dana sambungan ini, menurut Hamid, adalah sebuah keharusan. Tujuan pengaturan ini agar masyarakat mudah meminta pertanggungjawabannya. Kemudian juga diharapkan kegiatannya bisa berkelanjutan. “Kalau organisasi itu akan terus-menerus. Kalau individu, mungkin besok dia mempunyai kepentingan lain yang membuat kegiatan ditinggal. Akan tetapi, kalau dia bergandengan tangan dengan organisasi, organisasinya bisa terus-menerus (berjalan),” tuturnya.
Dalam UU No 16/2001 tentang Yayasan misalnya disebutkan pengumpulan dana yang mencapai atau lebih dari Rp500 juta harus diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan di media massa. Hamid menjelaskan setiap penggalang dana itu pun harus memberikan laporan kepada masyarakat, baik diminta atau tidak. Dengan demikian, maka tidak boleh ada ketersinggungan kalau ada yang menanyakan dana yang terkumpul dan penyalurannya.
“Tapi yang menanyakan tidak boleh dilandasi dengan kecurigaan tertentu. Mereka harus paham kegiatan pengumpulan dana publik masuk ranah informasi publik. Jadi data harus dibuka ke masyarakat. Mereka harus bersedia ditanya dan dimintai klarifikasi,” tegasnya.
Masalah yang kerap muncul dalam penggalangan dana secara individu adalah adanya dugaan penyelewengan. Dalam kacamata Hamid, hal itu terjadi karena penggalang dana menyampaikan informasi secara sepenggal-sepenggal dan tidak terstruktur. Akhirnya, masyarakat tidak bisa membaca secara utuh.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan pihaknya juga mengawasi pengumpulan dana untuk Palestina. Kewenangan pengawasan ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9/1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). PUB untuk Palestina memerlukan koordinasi di tingkat kementerian dan lembaga karena aturan penyaluran bantuannya cukup kompleks.
Mantan Wali Kota Surabaya itu mengakui masyarakat Indonesia memiliki panggilan secara spontan untuk membantu warga Palestina.
“Tapi ada aspek kehati-hatian. Kita harus pastikan bantuan itu betul-betul sampai dan akuntabel. Bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Penggalangan dana publik sebisa mungkin menggunakan rekening lembaga sosial yang sudah terdaftar resmi. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 29/ 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Dana, Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) No 56/1996 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat, dan Kepmensos No 1/1995 tentang Pengumpulan Sumbangan untuk Korban Bencana.
Soal pengaturan oleh pemerintah terkait dana sambungan ini, menurut Hamid, adalah sebuah keharusan. Tujuan pengaturan ini agar masyarakat mudah meminta pertanggungjawabannya. Kemudian juga diharapkan kegiatannya bisa berkelanjutan. “Kalau organisasi itu akan terus-menerus. Kalau individu, mungkin besok dia mempunyai kepentingan lain yang membuat kegiatan ditinggal. Akan tetapi, kalau dia bergandengan tangan dengan organisasi, organisasinya bisa terus-menerus (berjalan),” tuturnya.
Dalam UU No 16/2001 tentang Yayasan misalnya disebutkan pengumpulan dana yang mencapai atau lebih dari Rp500 juta harus diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan di media massa. Hamid menjelaskan setiap penggalang dana itu pun harus memberikan laporan kepada masyarakat, baik diminta atau tidak. Dengan demikian, maka tidak boleh ada ketersinggungan kalau ada yang menanyakan dana yang terkumpul dan penyalurannya.
“Tapi yang menanyakan tidak boleh dilandasi dengan kecurigaan tertentu. Mereka harus paham kegiatan pengumpulan dana publik masuk ranah informasi publik. Jadi data harus dibuka ke masyarakat. Mereka harus bersedia ditanya dan dimintai klarifikasi,” tegasnya.
Masalah yang kerap muncul dalam penggalangan dana secara individu adalah adanya dugaan penyelewengan. Dalam kacamata Hamid, hal itu terjadi karena penggalang dana menyampaikan informasi secara sepenggal-sepenggal dan tidak terstruktur. Akhirnya, masyarakat tidak bisa membaca secara utuh.