Persaingan Internal PDIP Menuju Pilpres 2024
loading...
A
A
A
Sementara sebagai pimpinan pemerintahan di provinsi tersebut, meski tentu tidak dapat dikatakan sempurna, namun hingga kini belum ada sebuah kesalahan yang demikian fatal dalam kacamata publik.
Dengan demikian, dilihat dari berbagai aspeknya, sebenarnya Ganjar layak-layak saja untuk diundang. Namun persoalannya memang bukan hal-hal tersebut di atas. Melainkan dirinya
dianggap berlebihan dalam menebar pesona dan akhirnya mengganggu posisi Puan Maharani
sebagai kandidat yang saat ini tengah dipersiapakan dan didukung oleh partainya. Dan memang
di situlah letak hulu dari cerita tidak diundangnya Ganjar.
Jadi tidak terlalu salah jika apa yang dialaminya memiliki korelasi yang kuat dengan pagelaran politik nomor wahid yang akan dilangsungkan sekitar tiga tahun ke depan itu. Lantas dengan adanya kritik berat dan sikap dari partainya itu karir politik Ganjar sudah habis? Belum tentu. Karena karir politik Ganjar sesungguhnya saat ini bergantung pada popularitasnya.
Popularitas dalam konteks demokrasi amat penting, bahkan dia bisa menerabas rancang bangun kandidasi. Hal itu dialami oleh PDIP sendiri, yang pernah akhirnya beralih arah mendukung Joko Widodo (Jokowi) setelah melihat popularitas gubernur DKI Jakarta itu demikian melesat dalam berbagai polling menjelang Pilpres 2014. Sosok yang tadinya cukup terasing di lingkungan elite partai jusru menjadi ikon politik yang demikian popular.
Popularitas itulah yang akhirnya diterima secara realistis oleh PDIP, dengan tidak lagi memajukan Megawati Soekarnoputri sebagai sosok paling penting dalam partai. Dengan adanya preseden itu, bukan tidak mungkin tren yang sama akan terulang. Sejarah adalah sesuatu yang terulang (l’histoire se repete) demikian pepatah lama Prancis. Dan dengan popularitasnya, bukan tidak mungkin beberapa partai justru menunggu peluang menjadi pengusung utama Ganjar untuk posisi RI-1. Dengan harapan agar berada dalam lingkar kekuasaan dan syukur-syukur juga mendapatkan
dampak ekor jas (coattail effect).
Namun demikian, saat ini tampaknya PDIP akan terus berupaya secara maksimal terlebih
dahulu untuk mengutamakan Puan atau trah Soekarno lainnya sebagai kandidat utama posisi
presiden, atau wakil presiden. Upaya itu bisa jadi akan terus dilakukan PDIP sampai batas
terakhir, yakni menjelang Pilpres 2024.
Namun manakala tidak ada pergerakan positif yang signifikan, bukan tidak mungkin PDIP akan beralih arah menjadi pendukung Ganjar, sebagaimana yang dulu dilakukan kepada Jokowi. Dan itulah memang hakikatnya politik sebagai sebuah seni membangun berbagai kemungkinan-kemungkinan untuk berkuasa atau berbagi kekuasaan.
Sementara Ganjar sendiri tampaknya tidak akan banyak berubah. Dia bisa jadi akan terus
dan makin larut dalam membangun kesempatan menjadi orang nomor satu di negara ini. Peluang itu bukan tidak ada. Beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga prestisius, menempatkannya pada posisi antara tiga sampai lima besar.
Survei terbaru LP3ES (5 Mei, 2021) misalnya dengan jelas memperlihatkan Ganjar sebagai kandidat yang menjanjikan selain Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, berserta nama-nama populer lainnya sepeti AHY dan Sandiaga Uno.
Berbagai survei itu juga masih memperlihatkan bagaimana nama Ganjar jauh lebih eksis
ketimbang tokoh-tokoh PDIP lainnya. Eksistensinya itu bisa jadi makin baik, jika para
pendukungnya dapat mengolah stuasi saat ini sebagai pembuktian bagaimana dirinya adalah
sosok yang dizalimi oleh partainya sendiri.
Dengan demikian, dilihat dari berbagai aspeknya, sebenarnya Ganjar layak-layak saja untuk diundang. Namun persoalannya memang bukan hal-hal tersebut di atas. Melainkan dirinya
dianggap berlebihan dalam menebar pesona dan akhirnya mengganggu posisi Puan Maharani
sebagai kandidat yang saat ini tengah dipersiapakan dan didukung oleh partainya. Dan memang
di situlah letak hulu dari cerita tidak diundangnya Ganjar.
Jadi tidak terlalu salah jika apa yang dialaminya memiliki korelasi yang kuat dengan pagelaran politik nomor wahid yang akan dilangsungkan sekitar tiga tahun ke depan itu. Lantas dengan adanya kritik berat dan sikap dari partainya itu karir politik Ganjar sudah habis? Belum tentu. Karena karir politik Ganjar sesungguhnya saat ini bergantung pada popularitasnya.
Popularitas dalam konteks demokrasi amat penting, bahkan dia bisa menerabas rancang bangun kandidasi. Hal itu dialami oleh PDIP sendiri, yang pernah akhirnya beralih arah mendukung Joko Widodo (Jokowi) setelah melihat popularitas gubernur DKI Jakarta itu demikian melesat dalam berbagai polling menjelang Pilpres 2014. Sosok yang tadinya cukup terasing di lingkungan elite partai jusru menjadi ikon politik yang demikian popular.
Popularitas itulah yang akhirnya diterima secara realistis oleh PDIP, dengan tidak lagi memajukan Megawati Soekarnoputri sebagai sosok paling penting dalam partai. Dengan adanya preseden itu, bukan tidak mungkin tren yang sama akan terulang. Sejarah adalah sesuatu yang terulang (l’histoire se repete) demikian pepatah lama Prancis. Dan dengan popularitasnya, bukan tidak mungkin beberapa partai justru menunggu peluang menjadi pengusung utama Ganjar untuk posisi RI-1. Dengan harapan agar berada dalam lingkar kekuasaan dan syukur-syukur juga mendapatkan
dampak ekor jas (coattail effect).
Namun demikian, saat ini tampaknya PDIP akan terus berupaya secara maksimal terlebih
dahulu untuk mengutamakan Puan atau trah Soekarno lainnya sebagai kandidat utama posisi
presiden, atau wakil presiden. Upaya itu bisa jadi akan terus dilakukan PDIP sampai batas
terakhir, yakni menjelang Pilpres 2024.
Namun manakala tidak ada pergerakan positif yang signifikan, bukan tidak mungkin PDIP akan beralih arah menjadi pendukung Ganjar, sebagaimana yang dulu dilakukan kepada Jokowi. Dan itulah memang hakikatnya politik sebagai sebuah seni membangun berbagai kemungkinan-kemungkinan untuk berkuasa atau berbagi kekuasaan.
Sementara Ganjar sendiri tampaknya tidak akan banyak berubah. Dia bisa jadi akan terus
dan makin larut dalam membangun kesempatan menjadi orang nomor satu di negara ini. Peluang itu bukan tidak ada. Beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga prestisius, menempatkannya pada posisi antara tiga sampai lima besar.
Survei terbaru LP3ES (5 Mei, 2021) misalnya dengan jelas memperlihatkan Ganjar sebagai kandidat yang menjanjikan selain Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, berserta nama-nama populer lainnya sepeti AHY dan Sandiaga Uno.
Berbagai survei itu juga masih memperlihatkan bagaimana nama Ganjar jauh lebih eksis
ketimbang tokoh-tokoh PDIP lainnya. Eksistensinya itu bisa jadi makin baik, jika para
pendukungnya dapat mengolah stuasi saat ini sebagai pembuktian bagaimana dirinya adalah
sosok yang dizalimi oleh partainya sendiri.