Yusril Sebut Pasca-PSU Pilkada Bakal Munculkan Persoalan Baru
loading...
A
A
A
"Kalau sebelumnya MK hanya membuat putusan sela dalam memerintahkan PSU dan KPU melaporkan hasil PSU lalu MK memutuskan dalam putusan akhir, kini MK tidak lagi mengeluarkan putusan sela tetapi mengeluarkan putusan akhir," jelasnya.
Amar Putusan akhir MK antara lain menyatakan memerintahkan KPU melaksanakan PSU di beberapa tempat. Hasilnya digabungkan dengan hasil pemungutan suara yang tidak dibatalkan, dan diumumkan KPU tanpa harus melapor ke MK lebih dulu.
"Ini saya sebut sebagai 'putusan gaya baru' MK yang beda dengan gaya putusan dalam Pilkada yang pernah ada sebelumnya," tuturnya.
"Permasalahannya adalah bagaimana jika hasil PSU ditolak oleh paslon lain, misalnya karena kecurangan kembali terjadi dalam PSU, apakah mereka tidak berhak mengajukan permohonan pembatalan hasil PSU ke MK?" tambahnya.
Yusril melihat ada kelemahan KPU dalam mengantisipasi hal di atas pasca putusan gaya baru MK. KPU tidak segera mengubah dan/atau menambah ketentuan Pasal 54 PKPU Nomor 19 Tahun 2020 pascamunculnya putusan gaya baru itu sehingga ketidakpastian dan bahkan kevakuman hukum.
"Apa yang harus dilakukan KPU di daerah setelah PSU, langsung melakukan rekap dan segera mengumumkan paslon pemenang seperti terjadi di Kabupaten Labuhanbatu atau harus menunggu putusan MK jika ada sengketa di sana?" ungkapnya.
Dikatakan Yusril, putusan gaya baru MK dalam Pilkada Serentak 2020 yang merupakan putusan akhir itu juga menimbulkan problema hukum. Putusan akhir MK itu bersifat final dan mengikat, dan tidak ada upaya hukum apapun untuk membatalkannya.
"Itu benar. Tetapi apa yang final dan mengikat dalam putusan akhir sengketa Pilkada di 17 daerah itu? Amar putusan yang final dan mengikat itu tidak lain tidak bukan adalah perintah agar KPU melaksanakan PSU. Hasil PSU digabungkan dengan hasil suara yang tidak dibatalkan dan diumumkan KPU tanpa harus melapor ke MK. Yang final dan mengikat ya itu," kata Yusril.
Kemudian menurut Yusril, lantas bagaimana dengan hasil PSU yang digabungkan dengan perolehan suara yang tidak dibatalkan itu, final dan mengikat atau tidak?
"Jelas tidak, karena hasil PSU yang digabungkan dengan hasil perilehan suara yang tidak dibatalkan itu bukanlah Putusan MK yang final dan mengikat, tetapi adalah semata-mata keputusan KPU sebagai penyelenggara pemilu/badan tata usaha negara yang setiap keputusannya dapat diperkarakan di pengadilan," jelasnya.
Amar Putusan akhir MK antara lain menyatakan memerintahkan KPU melaksanakan PSU di beberapa tempat. Hasilnya digabungkan dengan hasil pemungutan suara yang tidak dibatalkan, dan diumumkan KPU tanpa harus melapor ke MK lebih dulu.
"Ini saya sebut sebagai 'putusan gaya baru' MK yang beda dengan gaya putusan dalam Pilkada yang pernah ada sebelumnya," tuturnya.
"Permasalahannya adalah bagaimana jika hasil PSU ditolak oleh paslon lain, misalnya karena kecurangan kembali terjadi dalam PSU, apakah mereka tidak berhak mengajukan permohonan pembatalan hasil PSU ke MK?" tambahnya.
Yusril melihat ada kelemahan KPU dalam mengantisipasi hal di atas pasca putusan gaya baru MK. KPU tidak segera mengubah dan/atau menambah ketentuan Pasal 54 PKPU Nomor 19 Tahun 2020 pascamunculnya putusan gaya baru itu sehingga ketidakpastian dan bahkan kevakuman hukum.
"Apa yang harus dilakukan KPU di daerah setelah PSU, langsung melakukan rekap dan segera mengumumkan paslon pemenang seperti terjadi di Kabupaten Labuhanbatu atau harus menunggu putusan MK jika ada sengketa di sana?" ungkapnya.
Dikatakan Yusril, putusan gaya baru MK dalam Pilkada Serentak 2020 yang merupakan putusan akhir itu juga menimbulkan problema hukum. Putusan akhir MK itu bersifat final dan mengikat, dan tidak ada upaya hukum apapun untuk membatalkannya.
"Itu benar. Tetapi apa yang final dan mengikat dalam putusan akhir sengketa Pilkada di 17 daerah itu? Amar putusan yang final dan mengikat itu tidak lain tidak bukan adalah perintah agar KPU melaksanakan PSU. Hasil PSU digabungkan dengan hasil suara yang tidak dibatalkan dan diumumkan KPU tanpa harus melapor ke MK. Yang final dan mengikat ya itu," kata Yusril.
Kemudian menurut Yusril, lantas bagaimana dengan hasil PSU yang digabungkan dengan perolehan suara yang tidak dibatalkan itu, final dan mengikat atau tidak?
"Jelas tidak, karena hasil PSU yang digabungkan dengan hasil perilehan suara yang tidak dibatalkan itu bukanlah Putusan MK yang final dan mengikat, tetapi adalah semata-mata keputusan KPU sebagai penyelenggara pemilu/badan tata usaha negara yang setiap keputusannya dapat diperkarakan di pengadilan," jelasnya.
Lihat Juga :