Mengejar Lailatulakadar

Selasa, 04 Mei 2021 - 05:05 WIB
loading...
A A A
Tampaknya, Allah SWT memang sengaja merahasiakan kedatangan lailatulkadar itu dengan maksud agar orang yang berpuasa terjaga motivasinya untuk terus meningkatkan amal ibadahnya selama bulan Ramadan sehingga pada akhirnya ia bisa meraih gelar manusia takwa (la’allakum tattaqun) sesuai dengan tujuan akhir (final goal) puasa Ramadan (QS. al-Baqarah:183).

Dengan kata lain, lailatulkadar itu hanya mau mampir dan pasti jatuh pada orang yang bertakwa. Tidak mungkin jatuh kepada sembarang orang atau terlebih orang yang tidak berpuasa. Karena hal ini akan bertentangan dengan firman Allah sendiri.

Ironisnya, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan justru dipergunakan untuk melupakan momentum lailatulkadar. Saat itu sudah terlalu banyak pikiran dan kebutuhan untuk Lebaran. Inilah kultur masyarakat kita yang wajib diluruskan atau dikembalikan kepada hakikinya.

Penafsiran Rasional
Kata al-qadr dalam kalimat “lailat al-qadr”, jika dicermati lebih mendalam, ternyata tidak bermakna tunggal, yakni kemuliaan atau keistimewaan. Tetapi, mempunyai arti lain yang lebih mendekatkan pada penafsiran rasional, yaitu kepastian atau ketentuan. Dengan demikian, lailatulkadar berarti malam kepastian atau ketentuan.

Malam kepastian, secara tekstual mengandung arti saat kepastian atau ketentuan turunnya Alquran. Sedangkan secara kontekstual, lailatulkadar bermakna kepastian akan hadirnya keistimewaan. Kalau zaman Nabi SAW keistimewaan itu berbentuk Alquran, maka untuk zaman sekarang bentuknya adalah hidayah (petunjuk Allah).

Dengan kata lain, secara substansial, sebenarnya lailatulkadar itu adalah hidayah Allah yang turun di bulan Ramadan dan diberikan kepada orang-orang yang menjalankan puasa. Dalam konteks itu diperlihatkan adanya sebuah kepastian tentang kebenaran Alquran. Inilah penafsiran kontemporer tentang lailatulkadar. Artinya, orang yang mendapat lailatulkadar berarti memiliki akhlak mulia sesuai dengan tuntunan Alquran yang mewujud dalam kehidupan kesehariannya.

Lailatulkadar memang turun untuk dan didapatkan oleh individu, namun sinar lailatulkadar dari orang yang mendapatkannya memantul dalam hidup kesehariannya, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan penafsiran ini, maka sejatinya lailatulkadar mengandung dua pengertian. Pertama, “lailatulkadar konseptual” yang berkaitan dengan kepastian adanya suatu malam istimewa dalam setiap bulan Ramadan. Lailatulkadar konseptual ini bersifat statis dan tidak berwujud.

Kedua, “lailatulkadar aktual” yang berkenaan dengan sikap dan perilaku orang yang mendapat hidayah di bulan Ramadan. Karakteristik yang kedua adalah dinamis dan mewujud dalam akhlak seseorang yang mendapatkannya di bulan suci Ramadan.

Walhasil, orang yang telah memperoleh lailatulkadar adalah orang yang benar-benar menjalankan ritual puasanya dengan baik (imanan wahtisaban), kemudian ia mampu mengaktualisasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh puasa dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia menjadi sosok yang dinamis, inovatif, dan kreatif.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1222 seconds (0.1#10.140)