SMSI Minta Pemerintah dan DPR Tidak Bahas RKUHP dan RUU Ciptaker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) meminta pemerintah dan DPR RI untuk tidak membahas Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) dan Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dalam situasi pandemi Covid-19. Ini sejalan dengan sikap Dewan Pers yang juga menolak pasal-pasal dalam RKHUP yang akan membatasi kebebasan pers.
"Permohonan kepada pemerintah dan DPR agar dapat menahan diri dan bisa bersama-sama fokus dalam melawan Covid-19," ujar Ketua Umum SMSI Firdaus dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (19/4/2020).
Pasal-pasal RKUHP yang ditolak adalah 217-220 tentang tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden, 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah, 262-263 tentang penyiaran berita bohong, 281 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan, pasal 304-306 tentang tindak pidana terhadap agam, dan pasal 353-354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Kemudian, pasal 440 tentang pencemaran nama baik dan Pasal 446 tentang pencemaran terhadap orang mati. Dalam Omnibus Law Ciptaker, Dewan Pers dan SMSI menolak perubahan pasal 11 dan 18 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Sikap SMSI mendukung apa yang disampaikan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang berorientasi pada kemerdekaan pers," terang Firdaus.
Mohammad Nuh sudah menyampaikan sebaiknya pembahasan RKHUP dan Omnibus Law Ciptaker ditunda sampai kondisi kondusif. "Sehingga pelaksanaan proses legislasi dapat berjalan secara layak, memperoleh legitimasi, saran, dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers secara maksimal," ucapnya dalam keterangan tertulis. ( ).
Dewan Pers meminta pemerintah dan DPR RI fokus dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Dampak pandemi ini berimbas pada semua sektor dan aspek kehidupan masyarakat.
"Pemerintah dan DPR harus dapat menjadi teladan bagi publik dalam hal upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak di masyarakat," pungkas Nuh.
"Permohonan kepada pemerintah dan DPR agar dapat menahan diri dan bisa bersama-sama fokus dalam melawan Covid-19," ujar Ketua Umum SMSI Firdaus dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (19/4/2020).
Pasal-pasal RKUHP yang ditolak adalah 217-220 tentang tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden, 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah, 262-263 tentang penyiaran berita bohong, 281 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan, pasal 304-306 tentang tindak pidana terhadap agam, dan pasal 353-354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Kemudian, pasal 440 tentang pencemaran nama baik dan Pasal 446 tentang pencemaran terhadap orang mati. Dalam Omnibus Law Ciptaker, Dewan Pers dan SMSI menolak perubahan pasal 11 dan 18 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Sikap SMSI mendukung apa yang disampaikan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang berorientasi pada kemerdekaan pers," terang Firdaus.
Mohammad Nuh sudah menyampaikan sebaiknya pembahasan RKHUP dan Omnibus Law Ciptaker ditunda sampai kondisi kondusif. "Sehingga pelaksanaan proses legislasi dapat berjalan secara layak, memperoleh legitimasi, saran, dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers secara maksimal," ucapnya dalam keterangan tertulis. ( ).
Dewan Pers meminta pemerintah dan DPR RI fokus dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Dampak pandemi ini berimbas pada semua sektor dan aspek kehidupan masyarakat.
"Pemerintah dan DPR harus dapat menjadi teladan bagi publik dalam hal upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak di masyarakat," pungkas Nuh.
(zik)