Beri Perhatian Besar Soal Penanganan Bencana, Megawati: Saya Bukan Mau Cari Nama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden RI kelima yang juga Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri meminta tolong kepada sejumlah pejabat Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin agar bersedia serius mengambil langkah koordinasi maupun kebijakan menghadapi kemungkinan bencana di Indonesia.
Megawati mengatakan dirinya bukan hendak mencari nama dengan aksi minta tolongnya itu."Saya bukan mau cari nama. Apalagi yang saya mau cari? Saya sudah cukup kok," ujar Megawati yang hadir secara virtual dalam launching Gerakan Budaya Siaga Bencana, yang dilaksanakan di auditorium BMKG, di Jakarta Pusat, Jumat (23/4/2021).
Sambil berkelar, dia bercerita pertemuannya dengan Presiden Jokowi. Dimana Megawati mengaku sudah bahagia mendapat uang pensiunan sebagai mantan anggota DPR, mantan presiden dan wakil presiden, serta nantinya sebagai Kepala Badan Pengarah BPIP. Baginya, itu semua sudah cukup untuk bisa memberi uang saku untuk cucu-cucunya.
Putri Proklamator RI Soekarno itu mengatakan dirinya meminta agar para pejabat negara pusat dan pemerintahan daerah perlu diskusi, duduk, hingga membuat keputusan bersama soal bencana. Sehingga bisa langsung diaplikasikan.
"Karena saya deg-degan melulu (tentang potensi bencana, red). Saya nyuwun tulung bener (minta tolong sekali, red). Karena ini buat rakyat, bukan buat saya. Tolong diurus sampai detail," kata Megawati.
Dia lalu menceritakan pengalamannya bicara dengan mantan Wapres AS Al Gore dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Bhutan. Intinya, soal bahayanya krisis global warming yang akan berdampak besar ke Indonesia.
Kata Megawati, Siklon Seroja di NTT secara teoritis sebenarnya tak mungkin terjadi. Namun malah terjadi. Ini mengingatkannya pada percakapannya dengan Al Gore, yang menyampaikan penelitian soal bahaya global warming.
Al Gore dan dirinya sepakat bahwa posisi Indonesia di ring of fire, dimana di atas permukaan dan di bawah permukaan selalu bergolak. Ditambah dengan pemanasan global yang membuat es mencair sehingga meningkatkan volume air laut.
"Saat saya ke Bhutan, Menteri Lingkungannya menceritakan Bhutan sedang dijaga Unesco. Sebab kita tahu dia di bawah Pegunungan Himalaya. Es-esnya bukan sekadar mencair tapi patah-patah akibat global warming. Sehingga sampai bisa ada danau. Jika satu saja retak bisa disaster di sana," urai Megawati.
"Ini bukan mau menakuti, tapi justru supaya kita mencari tahu," sambungnya.
Megawati mengatakan dirinya bukan hendak mencari nama dengan aksi minta tolongnya itu."Saya bukan mau cari nama. Apalagi yang saya mau cari? Saya sudah cukup kok," ujar Megawati yang hadir secara virtual dalam launching Gerakan Budaya Siaga Bencana, yang dilaksanakan di auditorium BMKG, di Jakarta Pusat, Jumat (23/4/2021).
Sambil berkelar, dia bercerita pertemuannya dengan Presiden Jokowi. Dimana Megawati mengaku sudah bahagia mendapat uang pensiunan sebagai mantan anggota DPR, mantan presiden dan wakil presiden, serta nantinya sebagai Kepala Badan Pengarah BPIP. Baginya, itu semua sudah cukup untuk bisa memberi uang saku untuk cucu-cucunya.
Putri Proklamator RI Soekarno itu mengatakan dirinya meminta agar para pejabat negara pusat dan pemerintahan daerah perlu diskusi, duduk, hingga membuat keputusan bersama soal bencana. Sehingga bisa langsung diaplikasikan.
"Karena saya deg-degan melulu (tentang potensi bencana, red). Saya nyuwun tulung bener (minta tolong sekali, red). Karena ini buat rakyat, bukan buat saya. Tolong diurus sampai detail," kata Megawati.
Dia lalu menceritakan pengalamannya bicara dengan mantan Wapres AS Al Gore dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Bhutan. Intinya, soal bahayanya krisis global warming yang akan berdampak besar ke Indonesia.
Kata Megawati, Siklon Seroja di NTT secara teoritis sebenarnya tak mungkin terjadi. Namun malah terjadi. Ini mengingatkannya pada percakapannya dengan Al Gore, yang menyampaikan penelitian soal bahaya global warming.
Al Gore dan dirinya sepakat bahwa posisi Indonesia di ring of fire, dimana di atas permukaan dan di bawah permukaan selalu bergolak. Ditambah dengan pemanasan global yang membuat es mencair sehingga meningkatkan volume air laut.
"Saat saya ke Bhutan, Menteri Lingkungannya menceritakan Bhutan sedang dijaga Unesco. Sebab kita tahu dia di bawah Pegunungan Himalaya. Es-esnya bukan sekadar mencair tapi patah-patah akibat global warming. Sehingga sampai bisa ada danau. Jika satu saja retak bisa disaster di sana," urai Megawati.
"Ini bukan mau menakuti, tapi justru supaya kita mencari tahu," sambungnya.