Cinta Produk Lokal, Kenapa Impor Presidential

Sabtu, 17 April 2021 - 10:45 WIB
loading...
Cinta Produk Lokal,  Kenapa Impor Presidential
Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007-2012 Mayjen TNI Purn Prijanto. Foto/Okezone
A A A
JAKARTA - Mayjen TNI Purn Prijanto
Wagub DKI JAKARTA 2007-2012, Rumah Kebangkitan Indonesia

JOKOWI Kaget, Tak Percaya Ada Guru Bergaji Rp300 Ribu (CNN Indonesia, 11/1/2019). Wapres Ma’ruf Amin Kaget, Dengan Izin Investasi Miras Jokowi (CNN Indonesia, 2/3/2021). Menko PMK Kaget Tenaga Tracing Covid-19 Tak Sampai 5 Ribu (DetikNews, 11/2/2021). Luhut Kaget Tambahan Kasus Covid-19 Capai 6.000 Per Hari (Bisnis.com, 16/12/2020).

Risma Kaget Rp.1,3 T Untuk Data : Mati Kita Kalau Tak Hati-hati (CNN Indonesia, 23/12/2020). Sri Mulyani Kaget Ada Uang WNI di Swiss Susah Masuk ke RI (liputan6.com, 18/10/2016). Nadiem Kaget: Kami Tak Akan Pernah Hilangkan Pengajaran Agama (DetikNews, 10/3/2021).

Pembaca "kaget" baca berita pejabat kaget? Tak perlu kaget. Kaget itu bisa beneran kaget, bisa tidak kaget tapi dikaget-kagetkan. Sebab ada adagium kepemimpinan: ‘apa yang dilakukan dan tidak dilakukan bawahan, merupakan tanggung jawab pimpinan.

Penulis tidak bermaksud membahas berita di atas. Penulis suka judulnya. Logatnya, memberi inspirasi. Penulis ingin menyajikan sesuatu, yang mungkin orang bisa kaget, tidak kaget atau masa bodoh. Namun penulis berharap, demi orang banyak janganlah masa bodoh. Kita hendaknya berani mengambil langkah positip demi bangsa dan negara.

Pembatasan; dalam artikel bersambung ini, karena ada perbedaan yang mendasar, agar mudah membedakan, Undang-undang Dasar hasil amendemen dalam artikel ini, ditulis dengan sebutan UUD 2002.

Sebelum impor sistem presidensial, sistem pemerintahan kita dikenal dengan sistem pemerintahan sendiri atau sistem pemerintahan MPR. Penulis berpendapat, dan lebih suka menyebut sistem pemerintahan Pancasila, karena landasannya Pancasila.

Para politisi sepakat mengganti menjadi sistem presidensial saat mengamendemen UUD 1945. Seperti apa sistem presidensial itu? Seperti yang kita pakai dalam bernegara pasca amendemen UUD 1945. Sistem Presidensial jauh berbeda dengan produk lokal yang disusun oleh "founding fathers" yang penulis sebut Sistem Pemerintahan Pancasila.

Sistem pemerintahan Pancasila merupakan karya besar bapak bangsa untuk Indonesia Merdeka. Sistem ini tertuang dalam UUD 1945. Pasal-pasal dalam UUD 1945 merupakan penjabaran dari pokok-pokok pikiran dalam “Pembukaan UUD 1945”. Sistem pemerintahan yang tidak ikut sana sini, tidak menganut parlementer ataupun presidensial.

Bahwasannya, kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada Pancasila. Kedaulatan rakyat seperti apa? Kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di dalam MPR duduk wakil-wakil rakyat, sebagai representasi atau penjelmaan rakyat Indonesia. Ada perwakilan parpol, ada utusan daerah dan utusan golongan. Dengan demikian, tidak satu pun yang tidak terwakili.

Karena itulah MPR sebagai lembaga negara tertinggi, yang memegang kekuasaan negara tertinggi. Sehingga MPR memiliki kewenangan menetapkan Undang-Undang Dasar dan GBHN serta memilih presiden dan wakil presiden. Kedudukan ini berimplikasi, MPR memiliki kewenangan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar yang bersifat tehnis.

Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara, para wakil rakyat di MPR membuat garis-garis besar daripada haluan negara atau GBHN. Untuk melaksanakan GBHN, para wakil rakyat memberikan mandatnya kepada Presiden yang dipilihnya. Dengan demikian, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawahnya MPR.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2371 seconds (0.1#10.140)
pixels