HUT ke-69 Kopassus, Ini Kisah Heroik Prajurit Korps Baret Merah di Medan Operasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hari ini, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merayakan hari jadinya yang ke 69 tahun. Di rentang usianya tersebut, Kopassus telah banyak melahirkan prajurit-prajurit handal, terbaik dan heroik yang siap mempertaruhkan jiwa dan raganya dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai pasukan yang memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan antiteror membuat pasukan ini selalu berhasil dalam menjalankan tugas-tugas berat di medan operasi, tidak hanya di dalam tapi juga di luar negeri. Tak heran jika pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) ini semakin disegani dan masuk dalam jajaran pasukan elite dunia.
Sejarah membuktikan, sejak dibentuk pada 16 April 1952, kesatuan elite yang awalnya bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ini memiliki kemampuan tempur dan taktik perang yang sangat mumpuni. Berikut ini kisah-kisah heroik prajurit Kopassus di medan operasi.
Operasi Pembebasan 1.300 Sandera di Tembagapura, Papua
Berawal dari penyanderaan terhadap 1.300 warga di Kampung Banti 1, Banti 2 Kimbeli, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika Papua yang dilakukan oleh separatis bersenjata.
Sebanyak 13 anggota Kopassus bersama 30 personel Yonif Raider 751/Vira Jaya Sakti kemudian bergerak melakukan operasi pembebasan pada Jumat, 17 November 2017 pagi. Operasi pembebasan pada pagi buta tersebut berlangsung dramatis.
Sebelum melakukan pembebasan, para prajurit Kopassus telah melakukan pengintaian selama lima hari. Mereka bergerak dengan sangat senyap, mengendap, membeku sambil mempelajari situasi. Secara perlahan mereka sampai di titik sasaran. Bahkan, selama satu hari mereka tidak makan pada hari H dan jam J operasi pembebasan.
Dalam operasi pembebasan tesebut dua anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) tewas. Sedangkan enam lainnya mengalami luka-luka.
Operasi Pembebasan KM Sinar Kudus dari Perompak Somalia
Operasi pembebasan kapal KM Sinar Kudus berawal ketika kapal yang membawa empat Warga Negara Indonesia (WNI) dan 22 orang warga negara asing yang sedang melakukan pelayaran dari Kolaka, Sulawesi Selatan menuju Rotterdam, Belanda dibajak oleh perompak Somalia di Kepulauan Seychelles, Somalia pada 16 Maret 2011.
Kabar pembajakan ini langsung mendapat tanggapan dari pemerintahan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung menggelar rapat terbatas dan memutuskan untuk mengambil opsi militer terhadap para perompak. Satgas Merah Putih yang terdiri dari Sat-81 Gultor Kopassus, Denjaka, Kopaska dan Batalyon Taifib Marinir kemudian melakukan operasi pembebasan.
Kontak tembak dengan para perompak pun tak terelakkan. Dalam operasi tersebut, empat perompak berhasil ditembak mati dan jatuh ke laut. Dari tangan para perompak, disita sejumlah peralatan seperti 1 unit speead boat, GPS Garmin, amunisi tajam kaliber 7,62 mm, selongsongamunisi kaliber 7,62 mm, baju loreng dan sebagainya.
Selanjutnya, para sandera kemudian dibawa ke sebuah kapal di Hobyo, sekitar 511 dari Ibu Kota Somalia, Mogadishu. Mereka kemudian dibawa ke safe house di Golkayo Town untuk selanjutnya menuju Wajir Airport yang berada di perbatasan Kenya dan Somalia. Mereka kemudian dibawa ke Bandara Nairobi, Kenya dan selanjutnya berhasil dibawa ke luar dari Somalia.
Operasi Mapenduma, Papua
Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma adalah operasi militer untuk membebaskan peneliti dari Ekspedisi Lorentz 95 yang disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya.
Aksi penculikan ini menyita perhatian dunia internasional. Bahkan, Sekjen PBB saat itu, Boutros Boutros Ghali dan Paus Johanes II ikut andil dalam upaya membujuk para penculik dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk membebaskan sandera. Selama 129 hari berbagai upaya mediasi dilakukan untuk membebaskan para sandera tersebut.
Namun karena menemukan titik buntu. Akhirnya, operasi pembebasan oleh Kopassus pada 8 Januari 1996 yang dipimpin langsung Komandan Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto digelar. Operasi berakhir 9 Mei 1996 setelah penyerbuan Kopassus ke markas OPM di Desa Geselama, Mimika. Dalam penyerbuan ini, 2 dari 11 sandera ditemukan tewas.
Operasi Woyla, di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand
Operasi pembebasan sandera penumpang pesawat Garuda Indonesia di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand ini berlangsung pada 31 Maret 1981. Berawal saat pesawat yang terbang dari Bandara Talangbetutu, Palembang menuju ke Bandara Polonia, Medan dibajak oleh lima orang teroris yang tergabung dalam kelompok Komando Jihad pada 28 Maret 1981.
Pesawat yang dipiloti Kapten Pilot Herman Rante ini diminta untuk menerbangkan pesawat ke Kolombo, Sri Langka. Namun karena terkendala bahan bakar, pesawat kemudian dialihkan ke Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar avtur. Selanjutnya pesawat melanjutkan penerbangan ke Thailand. Informasi pembajakan itu kemudian ditanggapi cepat oleh pemerintah Indonesia.
Kemudian disiapkanlah sejumlah prajurit Kopassandha yang kini bernama Kopassus untuk melakukan operasi pembebasan. Dipimpin langsung oleh Letkol Sintong Panjaitan, tim kecil yang terdiri dari prajurit terbaik Kopassandha dibentuk. Selanjutnya, pada 30 Maret 1981 Perdana Menteri Thailand, Prem Tinsulanonda memberikan lampu hijau terkait operasi militer pembebasan awak pesawat yang disandera.
Selanjutnya, pada 31 Maret 1981 pukul 03.00 waktu setempat, operasi penyerbuan dilakukan. Dalam operasi yang berlangsung sangat cepat yakni 3 menit, seluruh penumpang yang disandera berhasil dibebaskan. Sedangkan lima pembajak tewas ditembak. Tiga orang tewas di luar pesawat sedangkan dua lainnya tewas di dalam pesawat. Dalam operasi tersebut, calon perwira (Capa) Kopassus Lettu Ahmad Kirang gugur.
Pratu Suparlan, Habisi Puluhan Musuh Sendirian
Keberanian dan Kepahlawanan Pratu Suparlan ini berawal saat dia ditugaskan dalam operasi Timor Timur (saat ini Timor Leste) pada 9 Januari 1983. Kala itu, Suparlan yang tergabung dalam unit Nanggala L-II Kopassandha, pimpinan Letnan Poniman Dasuki tengah melakukan patroli di KV 34-34/Komplek Liasidi. Daerah tersebut sangat rawan karena merupakan sarang dari pemberontak Fretilin, sayap militer Timor Timur terlatih karena memiliki pengalaman perang di Angola, Mozambik dan sebagainya sehingga dikenal sangat sadis dan kejam.
Saat sedang berpatroli, tiba-tiba 300-an Fretilin lengkap dengan senapan serbu, GLM, mortir menghadang tim kecil yang tengah berpatroli tersebut. Kontak tembak antara pasukan kecil yang berjumlah 9 orang, terdiri dari 4 Kopassus dan 5 Kostrad dengan ratusan Fretilin pun terjadi. Pertempuran berlangsung tidak seimbang dimana Fretilin berada di ketinggian sedangkan Pratu Suparlan berada di pinggir jurang. Satu persatu anggota pasukan kecil ini gugur dimangsa peluru Fretilin.
Menyadari hal ini, Dantim kemudian memerintahkan pasukan untuk meloloskan diri ke celah bukit. Namun waktu yang tersedia hanya sedikit. Saat itulah, keberanian dan kepahlawanan Pratu Suparlan untuk menyelamatkan teman-temannya kemudian membuang senjatanya dan mengambil senapan mesin milik temannya yang telah gugur. Tanpa gentar sedikitpun, Pratu Suparlan menerjang ke arah musuh.
Saat bersamaan hujan peluru senapan mesin musuh juga mengoyak tubuh Pratu Suparlan, hingga baju lorengnya berubah warna menjadi merah karena darah yang mengalir dari tubuhnya. Bagai banteng ketaton, Pratu Suparlan mengamuk membalas dengan rententan peluru hingga amunisinya habis.
Bukannya roboh, Pratu Suparlan justru menghunus pisau komandonya lalu mengejar musuhnya ke semak belukar hingga berhasil menewaskan 6 pasukan Fretilin. Hingga tiba pada ambang kesanggupannya, Pratu Suparlan terduduk dan tak lagi mampu menggenggam pisau komandonya. Mengetahui prajurit Kopassus tersebut kehabisan daya, pasukan Fretilin mengerumuninya dan memberikan tembakan di lehernya.
Di antara sisa-sisa tenaganya, Pratu Suparlan mencabut pin granat yang diambil dari kantongnya. Sambil berteriak Allahu Akbar, Pratu Suparlan melompat ke arah kerumunan pasukan Fretilin di depannya. Ledakan keras membahana mengiringi robohnya puluhan prajurit komunis bersama seorang prajurit Kopassus bernama Pratu Suparlan. Sang Prajurit Komando itu gugur demi Ibu Pertiwi yang dicintainya.
Sumber:
1. Wikipedia
2. Dinas Sejarah Angkatan Darat
3. Buku Satgas Merah Putih Memburu Perompak Somalia
4. Buku Sintong Panjaitan; Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando
5. Website Kopassus.mil.id
Sebagai pasukan yang memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan antiteror membuat pasukan ini selalu berhasil dalam menjalankan tugas-tugas berat di medan operasi, tidak hanya di dalam tapi juga di luar negeri. Tak heran jika pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) ini semakin disegani dan masuk dalam jajaran pasukan elite dunia.
Baca Juga
Sejarah membuktikan, sejak dibentuk pada 16 April 1952, kesatuan elite yang awalnya bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ini memiliki kemampuan tempur dan taktik perang yang sangat mumpuni. Berikut ini kisah-kisah heroik prajurit Kopassus di medan operasi.
Operasi Pembebasan 1.300 Sandera di Tembagapura, Papua
Berawal dari penyanderaan terhadap 1.300 warga di Kampung Banti 1, Banti 2 Kimbeli, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika Papua yang dilakukan oleh separatis bersenjata.
Sebanyak 13 anggota Kopassus bersama 30 personel Yonif Raider 751/Vira Jaya Sakti kemudian bergerak melakukan operasi pembebasan pada Jumat, 17 November 2017 pagi. Operasi pembebasan pada pagi buta tersebut berlangsung dramatis.
Sebelum melakukan pembebasan, para prajurit Kopassus telah melakukan pengintaian selama lima hari. Mereka bergerak dengan sangat senyap, mengendap, membeku sambil mempelajari situasi. Secara perlahan mereka sampai di titik sasaran. Bahkan, selama satu hari mereka tidak makan pada hari H dan jam J operasi pembebasan.
Dalam operasi pembebasan tesebut dua anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) tewas. Sedangkan enam lainnya mengalami luka-luka.
Operasi Pembebasan KM Sinar Kudus dari Perompak Somalia
Operasi pembebasan kapal KM Sinar Kudus berawal ketika kapal yang membawa empat Warga Negara Indonesia (WNI) dan 22 orang warga negara asing yang sedang melakukan pelayaran dari Kolaka, Sulawesi Selatan menuju Rotterdam, Belanda dibajak oleh perompak Somalia di Kepulauan Seychelles, Somalia pada 16 Maret 2011.
Kabar pembajakan ini langsung mendapat tanggapan dari pemerintahan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung menggelar rapat terbatas dan memutuskan untuk mengambil opsi militer terhadap para perompak. Satgas Merah Putih yang terdiri dari Sat-81 Gultor Kopassus, Denjaka, Kopaska dan Batalyon Taifib Marinir kemudian melakukan operasi pembebasan.
Kontak tembak dengan para perompak pun tak terelakkan. Dalam operasi tersebut, empat perompak berhasil ditembak mati dan jatuh ke laut. Dari tangan para perompak, disita sejumlah peralatan seperti 1 unit speead boat, GPS Garmin, amunisi tajam kaliber 7,62 mm, selongsongamunisi kaliber 7,62 mm, baju loreng dan sebagainya.
Selanjutnya, para sandera kemudian dibawa ke sebuah kapal di Hobyo, sekitar 511 dari Ibu Kota Somalia, Mogadishu. Mereka kemudian dibawa ke safe house di Golkayo Town untuk selanjutnya menuju Wajir Airport yang berada di perbatasan Kenya dan Somalia. Mereka kemudian dibawa ke Bandara Nairobi, Kenya dan selanjutnya berhasil dibawa ke luar dari Somalia.
Operasi Mapenduma, Papua
Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma adalah operasi militer untuk membebaskan peneliti dari Ekspedisi Lorentz 95 yang disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya.
Aksi penculikan ini menyita perhatian dunia internasional. Bahkan, Sekjen PBB saat itu, Boutros Boutros Ghali dan Paus Johanes II ikut andil dalam upaya membujuk para penculik dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk membebaskan sandera. Selama 129 hari berbagai upaya mediasi dilakukan untuk membebaskan para sandera tersebut.
Namun karena menemukan titik buntu. Akhirnya, operasi pembebasan oleh Kopassus pada 8 Januari 1996 yang dipimpin langsung Komandan Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto digelar. Operasi berakhir 9 Mei 1996 setelah penyerbuan Kopassus ke markas OPM di Desa Geselama, Mimika. Dalam penyerbuan ini, 2 dari 11 sandera ditemukan tewas.
Operasi Woyla, di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand
Operasi pembebasan sandera penumpang pesawat Garuda Indonesia di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand ini berlangsung pada 31 Maret 1981. Berawal saat pesawat yang terbang dari Bandara Talangbetutu, Palembang menuju ke Bandara Polonia, Medan dibajak oleh lima orang teroris yang tergabung dalam kelompok Komando Jihad pada 28 Maret 1981.
Pesawat yang dipiloti Kapten Pilot Herman Rante ini diminta untuk menerbangkan pesawat ke Kolombo, Sri Langka. Namun karena terkendala bahan bakar, pesawat kemudian dialihkan ke Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar avtur. Selanjutnya pesawat melanjutkan penerbangan ke Thailand. Informasi pembajakan itu kemudian ditanggapi cepat oleh pemerintah Indonesia.
Kemudian disiapkanlah sejumlah prajurit Kopassandha yang kini bernama Kopassus untuk melakukan operasi pembebasan. Dipimpin langsung oleh Letkol Sintong Panjaitan, tim kecil yang terdiri dari prajurit terbaik Kopassandha dibentuk. Selanjutnya, pada 30 Maret 1981 Perdana Menteri Thailand, Prem Tinsulanonda memberikan lampu hijau terkait operasi militer pembebasan awak pesawat yang disandera.
Selanjutnya, pada 31 Maret 1981 pukul 03.00 waktu setempat, operasi penyerbuan dilakukan. Dalam operasi yang berlangsung sangat cepat yakni 3 menit, seluruh penumpang yang disandera berhasil dibebaskan. Sedangkan lima pembajak tewas ditembak. Tiga orang tewas di luar pesawat sedangkan dua lainnya tewas di dalam pesawat. Dalam operasi tersebut, calon perwira (Capa) Kopassus Lettu Ahmad Kirang gugur.
Pratu Suparlan, Habisi Puluhan Musuh Sendirian
Keberanian dan Kepahlawanan Pratu Suparlan ini berawal saat dia ditugaskan dalam operasi Timor Timur (saat ini Timor Leste) pada 9 Januari 1983. Kala itu, Suparlan yang tergabung dalam unit Nanggala L-II Kopassandha, pimpinan Letnan Poniman Dasuki tengah melakukan patroli di KV 34-34/Komplek Liasidi. Daerah tersebut sangat rawan karena merupakan sarang dari pemberontak Fretilin, sayap militer Timor Timur terlatih karena memiliki pengalaman perang di Angola, Mozambik dan sebagainya sehingga dikenal sangat sadis dan kejam.
Saat sedang berpatroli, tiba-tiba 300-an Fretilin lengkap dengan senapan serbu, GLM, mortir menghadang tim kecil yang tengah berpatroli tersebut. Kontak tembak antara pasukan kecil yang berjumlah 9 orang, terdiri dari 4 Kopassus dan 5 Kostrad dengan ratusan Fretilin pun terjadi. Pertempuran berlangsung tidak seimbang dimana Fretilin berada di ketinggian sedangkan Pratu Suparlan berada di pinggir jurang. Satu persatu anggota pasukan kecil ini gugur dimangsa peluru Fretilin.
Menyadari hal ini, Dantim kemudian memerintahkan pasukan untuk meloloskan diri ke celah bukit. Namun waktu yang tersedia hanya sedikit. Saat itulah, keberanian dan kepahlawanan Pratu Suparlan untuk menyelamatkan teman-temannya kemudian membuang senjatanya dan mengambil senapan mesin milik temannya yang telah gugur. Tanpa gentar sedikitpun, Pratu Suparlan menerjang ke arah musuh.
Saat bersamaan hujan peluru senapan mesin musuh juga mengoyak tubuh Pratu Suparlan, hingga baju lorengnya berubah warna menjadi merah karena darah yang mengalir dari tubuhnya. Bagai banteng ketaton, Pratu Suparlan mengamuk membalas dengan rententan peluru hingga amunisinya habis.
Bukannya roboh, Pratu Suparlan justru menghunus pisau komandonya lalu mengejar musuhnya ke semak belukar hingga berhasil menewaskan 6 pasukan Fretilin. Hingga tiba pada ambang kesanggupannya, Pratu Suparlan terduduk dan tak lagi mampu menggenggam pisau komandonya. Mengetahui prajurit Kopassus tersebut kehabisan daya, pasukan Fretilin mengerumuninya dan memberikan tembakan di lehernya.
Di antara sisa-sisa tenaganya, Pratu Suparlan mencabut pin granat yang diambil dari kantongnya. Sambil berteriak Allahu Akbar, Pratu Suparlan melompat ke arah kerumunan pasukan Fretilin di depannya. Ledakan keras membahana mengiringi robohnya puluhan prajurit komunis bersama seorang prajurit Kopassus bernama Pratu Suparlan. Sang Prajurit Komando itu gugur demi Ibu Pertiwi yang dicintainya.
Sumber:
1. Wikipedia
2. Dinas Sejarah Angkatan Darat
3. Buku Satgas Merah Putih Memburu Perompak Somalia
4. Buku Sintong Panjaitan; Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando
5. Website Kopassus.mil.id
(cip)