Tangkap Peluang di Era Digital dengan Arah Kebijakan yang Jelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peluang dan potensi di era digital perlu disikapi dengan arah kebijakan yang jelas dan bisa diterapkan. Tujuannya agar daya saing bangsa terus meningkat.
"Di era ketika komposisi 70 persen penduduk produktif di Indonesia, 25 persennya dari kelompok milenial, yang memiliki karakteristik digital native, peluang yang muncul di era digital harus segera dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat.
Lestari Moerdijat menyampaikan itu saat membuka diskusi daring bertema Peta Jalan Indonesia Digital 2024: Arah dan Kebijakan. Diskusi digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/4/2021).
Dalam diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Atang Irawan itu hadir Menkominfo Johnny G Plate, Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan, Komisione Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mohamad Reza dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Inaya Rakhmani sebagai narasumber.
Hadir juga Founder Data Driven Asia Muhammad Imran, Co-Founder & Komisaris Utama Modal Rakyat Wafa Taftazani , dan Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Pemilih Pemula dan Milenial Lathifa Al Anshori sebagai penanggap.
Menurut Lestari, di era digital banyak sektor yang harus beradaptasi antara lain sektor ekonomi, pendidikan, teknologi, data dan sejumlah sektor lainnya.
Banyaknya sektor yang akan terpengaruh di era digital, kata Rerie, sapaan Lestari, sekaligus membuka peluang bagi masyarakat yang mampu memanfaatkan. Apalagi, kata dia, merujuk studi Google Temasek potensi ekonomi Indonesia saat ini berada di kisaran 40% dari nilai potensi kawasan ASEAN secara keseluruhan.
Di masa pandemi ini, kata anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, pengaplikasian teknologi digital sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan juga negara, terutama di sektor ekonomi digital.
Menurut Rerie, peluang-peluang tersebut harus bisa ditangkap dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa dan negara ini. Untuk mewujudkan hal itu, kata dia, arah dan kebijakan digital nasional harus segera diperjelas agar para pemangku kepentingan dan masyarakat bisa memanfaatkan peluang-peluang tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengakui, saat ini pemerintah sedang menyiapkan peta jalan digitalisasi nasional. Saat ini, menurut Johnny, pemerintah sedang melakukan pengkajian lintas sektoral dengan berpatokan pada praktik digitalisasi di 42 negara. Pengkajian itu, kata dia, antara lain terkait penggunaan sejumlah payung hukum dan integrasi dengan Industri 4.0.
Salah satu dari langkah tersebut, jelasnya, pemerintah sedang melakukan transformasi digital lewat percepatan integrasi pusat data nasional.
"Saat ini kita butuh satu data. Persoalannya saat ini dari 2.700 sumber data dan hanya 3% yang memenuhi standar dunia," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan mengungkapkan, pentingnya digitalisasi bagi bangsa dan negara saat ini. Lompatan besar di sejumlah sektor, jelas Farhan, akan dimungkinkan terjadi dengan pemanfaatan teknologi digital saat ini.
Komisioner KPI Mohamad Reza berpendapat digitalisasi bukan soal infrastruktur saja, tetapi juga soal kontennya. Konten di era digital akan sangat berpengaruh pada sektor keamanan dan kebudayan nasional. Karena itu, jelasnya, di era digitalisasi ini penting untuk dikedepankan nilai-nilai kebangsaan dan konten-konten lokal.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Inaya Rakhmani mengungkapkan, transformasi digital sangat dipengaruhi berbagai faktor antara lain kondisi sosial, ekonomi dan demografi serta kebijakan yang diterapkan. Karena itu, kata Inayah, perlu pola-pola komunikasi yang efektif antar sektor-sektor yang mempengaruhi upaya transformasi digital itu.
Founder Data Driven Asia, Muhammad Imran menegaskan, transformasi data digital harus mulai dari perbaikan data pada internal di kementerian dan lembaga. Meski digitalisasi sering dikaitkan dengan bonus demografi yang akan diperoleh. Imran mengingatkan, digitalisasi atau otomatisasi juga berpotensi jadi ancaman demografi.
Sementara itu, Co-Founder Modal Rakyat, Wafa Taftazani mengatakan, peta jalan seringkali terlihat sangat baik di atas kertas, namun sulit diterapkan secara baik, merata dan tepat waktu. "Eksekusi peta jalan itu tergantung kualitas SDM yang terlibat dalam penerapannya," katanya.
Jurnalis senior Saur Hutabarat menilai masalah besar yang dihadapi dalam transformasi digital di Tanah Air adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Menteri Kominfo mengisyaratkan, Indonesia butuh 9 juta SDM yang digital friendly dalam 16 tahun. Itu artinya, jelas Saur, dalam satu tahun Indonesia membutuhkan 600.000 SDM.
Langkah Presiden Jokowi mengintegrasikan Kemenristek ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Saur, mencerminkan langkah yang benar.
"Di era ketika komposisi 70 persen penduduk produktif di Indonesia, 25 persennya dari kelompok milenial, yang memiliki karakteristik digital native, peluang yang muncul di era digital harus segera dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat.
Lestari Moerdijat menyampaikan itu saat membuka diskusi daring bertema Peta Jalan Indonesia Digital 2024: Arah dan Kebijakan. Diskusi digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/4/2021).
Dalam diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Atang Irawan itu hadir Menkominfo Johnny G Plate, Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan, Komisione Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mohamad Reza dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Inaya Rakhmani sebagai narasumber.
Hadir juga Founder Data Driven Asia Muhammad Imran, Co-Founder & Komisaris Utama Modal Rakyat Wafa Taftazani , dan Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Pemilih Pemula dan Milenial Lathifa Al Anshori sebagai penanggap.
Menurut Lestari, di era digital banyak sektor yang harus beradaptasi antara lain sektor ekonomi, pendidikan, teknologi, data dan sejumlah sektor lainnya.
Banyaknya sektor yang akan terpengaruh di era digital, kata Rerie, sapaan Lestari, sekaligus membuka peluang bagi masyarakat yang mampu memanfaatkan. Apalagi, kata dia, merujuk studi Google Temasek potensi ekonomi Indonesia saat ini berada di kisaran 40% dari nilai potensi kawasan ASEAN secara keseluruhan.
Di masa pandemi ini, kata anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, pengaplikasian teknologi digital sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan juga negara, terutama di sektor ekonomi digital.
Menurut Rerie, peluang-peluang tersebut harus bisa ditangkap dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa dan negara ini. Untuk mewujudkan hal itu, kata dia, arah dan kebijakan digital nasional harus segera diperjelas agar para pemangku kepentingan dan masyarakat bisa memanfaatkan peluang-peluang tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengakui, saat ini pemerintah sedang menyiapkan peta jalan digitalisasi nasional. Saat ini, menurut Johnny, pemerintah sedang melakukan pengkajian lintas sektoral dengan berpatokan pada praktik digitalisasi di 42 negara. Pengkajian itu, kata dia, antara lain terkait penggunaan sejumlah payung hukum dan integrasi dengan Industri 4.0.
Salah satu dari langkah tersebut, jelasnya, pemerintah sedang melakukan transformasi digital lewat percepatan integrasi pusat data nasional.
"Saat ini kita butuh satu data. Persoalannya saat ini dari 2.700 sumber data dan hanya 3% yang memenuhi standar dunia," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan mengungkapkan, pentingnya digitalisasi bagi bangsa dan negara saat ini. Lompatan besar di sejumlah sektor, jelas Farhan, akan dimungkinkan terjadi dengan pemanfaatan teknologi digital saat ini.
Komisioner KPI Mohamad Reza berpendapat digitalisasi bukan soal infrastruktur saja, tetapi juga soal kontennya. Konten di era digital akan sangat berpengaruh pada sektor keamanan dan kebudayan nasional. Karena itu, jelasnya, di era digitalisasi ini penting untuk dikedepankan nilai-nilai kebangsaan dan konten-konten lokal.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Inaya Rakhmani mengungkapkan, transformasi digital sangat dipengaruhi berbagai faktor antara lain kondisi sosial, ekonomi dan demografi serta kebijakan yang diterapkan. Karena itu, kata Inayah, perlu pola-pola komunikasi yang efektif antar sektor-sektor yang mempengaruhi upaya transformasi digital itu.
Founder Data Driven Asia, Muhammad Imran menegaskan, transformasi data digital harus mulai dari perbaikan data pada internal di kementerian dan lembaga. Meski digitalisasi sering dikaitkan dengan bonus demografi yang akan diperoleh. Imran mengingatkan, digitalisasi atau otomatisasi juga berpotensi jadi ancaman demografi.
Sementara itu, Co-Founder Modal Rakyat, Wafa Taftazani mengatakan, peta jalan seringkali terlihat sangat baik di atas kertas, namun sulit diterapkan secara baik, merata dan tepat waktu. "Eksekusi peta jalan itu tergantung kualitas SDM yang terlibat dalam penerapannya," katanya.
Jurnalis senior Saur Hutabarat menilai masalah besar yang dihadapi dalam transformasi digital di Tanah Air adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Menteri Kominfo mengisyaratkan, Indonesia butuh 9 juta SDM yang digital friendly dalam 16 tahun. Itu artinya, jelas Saur, dalam satu tahun Indonesia membutuhkan 600.000 SDM.
Langkah Presiden Jokowi mengintegrasikan Kemenristek ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Saur, mencerminkan langkah yang benar.
(dam)