Menanti Aksi Membumi ISORI
loading...
A
A
A
Berdasarkan peta prioritas tersebut, setidaknya terdapat 6 (enam) aksi yang memiliki urgensi dan relevansi tinggi dengan peran membumi ISORI. Pertama, menumbuhkan angka partisipasi olahraga dan kebugaran masyarakat. ISORI sangat strategis dalam fungsinya sebagai katalisator yang memoderasi keperilakuan gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat di masyarakat. Dalam empat tahun ke depan indeks partisipasi dan kebugaran jasmani didesain menuju ke angka 40%. Sebuah pergerakan modal intangble asset yang berkontribusi besar untuk penguatan daya saing olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.
Kedua, meningkatkan produktivitas dan daya ungkit sport science untuk memajukan performa olahraga. Peta jalan riset para akademisi keolahragaan mulai diarahkan ke bentuk riset yang berkontribusi untuk memajukan keolahragaan. Publikasi, hilirisasi, dan komersialisasi riset dibuka secara progresif untuk membangun iklim akademisi olahraga yang produktif-pragmatis. Daya ungkit sport science ke depan menjadi hal yang optimistis, pasalnya dalam kepengurusan ISORI yang sekarang setidaknya ada 34 orang profesor olahraga, hampir separuhnya masuk di Dewan Pakar ISORI.
Ketiga, ISORI berpotensi besar menjawab tuntutan sinergi pentahelix olahraga yang menjadi formula ideal “kegotong-royongan” dalam pembinaan dan pengembangan (binbang) olahraga. Pasalnya, salah satu ciri khas ISORI adalah beranggotakan lulusan PTKOR yang lintas profesi. Pentahelix terdiri atas unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Sinergi dapat mulai dimodelkan dengan cara meramu ciri pentahelix dalam keanggotaan internal ISORI, sebelum kemudian diamalgamasikan dengan pentahelix yang lebih luas dan terbuka.
Keempat, pergeseran kewenangan pusat menuju daerah menjadi keniscayaan era otonomi daerah, termasuk yang berkaitan dengan pembangunan keolahragaan. Satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap daerah adalah mewujudkan enam standar nasional keolahragaan. Tidak semua harus segera terwujud, tetapi setidaknya standar pelayanan minimal (SPM) olahraga ke depan dapat menjadi urusan wajib di daerah. Setiap daerah berkewajiban memenuhi SPM olahraga sebagai wujud meletakkan bidang tumpu evaluasi dan monitoring pembangunan olahraga yang lengkap dan mendasar. Tangan-tangan gagah ISORI di daerah menjadi penting untuk memberhasilkan program tersebut.
Kelima, membuka kran bagi munculnya sentra-sentra olahraga yang mengedepankan keunikan dan kejeniusan lokal tiap daerah. Regulasi pemberdirian sekolah khusus olahraga (SKO) dan kelas khusus olahraga (KKO) sebaiknya mulai mengedepankan pada pertimbangan unik potensi setiap daerah. Sentra pendidikan yang demikian di masa yang akan datang akan menghilangkan stigma negatif masa depan atlet. Para pelajar tidak harus dihadapkan pada simalakama berulang untuk pilih sekolah atau latihan olahraga. Keduanya dapat dilakukan bersama-sama. Lulusan PTKOR tentu banyak yang memiliki best practice tata kelola SKO maupun KKO olahraga.
Keenam, formula penganggaran untuk olahraga mulai dipecah fokusnya tidak bergantung “secara mati-matian” pada sumber APBD/APBN. Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 18/2007 Tentang Pendanaan Olahraga, ada banyak alternatif sumber dana olahraga yang harus mulai dibuka oleh daya kreatif ISORI ke depan, senyampang mengembangkan sport industry dan sport tourism. Dua ranah pengembangan keolahragaan yang bersanding dengan sport science dan dengan paradigma development of sport maupun development trought sport.
Sebagai sebuah wadah kaum terpelajar, ISORI selanjutnya ke depan terus bergerak open-minded kepada semua potensi bangsa dalam mengawal persoalan besar keolahragaan. Mengelola dan menumbuhkan potensi internal terbaiknya, sambil bersanding dan membuka akses pihak di luar ISORI untuk juga berpartisipasi turut berkontribusi memajukan olahraga, sejauh bersifat sinergi. Menghindari keinginan bermonopoli dan eksklusif dalam menata olahraga, karena sportivitas dan fairplay esensinya adalah menghargai yang berdedikasi dan berprestasi. Untuk berprestasi di bumi pertiwi, ISORI harus terus membumi. ISORI semoga berdedikasi dengan memberi solusi untuk negeri.
Kedua, meningkatkan produktivitas dan daya ungkit sport science untuk memajukan performa olahraga. Peta jalan riset para akademisi keolahragaan mulai diarahkan ke bentuk riset yang berkontribusi untuk memajukan keolahragaan. Publikasi, hilirisasi, dan komersialisasi riset dibuka secara progresif untuk membangun iklim akademisi olahraga yang produktif-pragmatis. Daya ungkit sport science ke depan menjadi hal yang optimistis, pasalnya dalam kepengurusan ISORI yang sekarang setidaknya ada 34 orang profesor olahraga, hampir separuhnya masuk di Dewan Pakar ISORI.
Ketiga, ISORI berpotensi besar menjawab tuntutan sinergi pentahelix olahraga yang menjadi formula ideal “kegotong-royongan” dalam pembinaan dan pengembangan (binbang) olahraga. Pasalnya, salah satu ciri khas ISORI adalah beranggotakan lulusan PTKOR yang lintas profesi. Pentahelix terdiri atas unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Sinergi dapat mulai dimodelkan dengan cara meramu ciri pentahelix dalam keanggotaan internal ISORI, sebelum kemudian diamalgamasikan dengan pentahelix yang lebih luas dan terbuka.
Keempat, pergeseran kewenangan pusat menuju daerah menjadi keniscayaan era otonomi daerah, termasuk yang berkaitan dengan pembangunan keolahragaan. Satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap daerah adalah mewujudkan enam standar nasional keolahragaan. Tidak semua harus segera terwujud, tetapi setidaknya standar pelayanan minimal (SPM) olahraga ke depan dapat menjadi urusan wajib di daerah. Setiap daerah berkewajiban memenuhi SPM olahraga sebagai wujud meletakkan bidang tumpu evaluasi dan monitoring pembangunan olahraga yang lengkap dan mendasar. Tangan-tangan gagah ISORI di daerah menjadi penting untuk memberhasilkan program tersebut.
Kelima, membuka kran bagi munculnya sentra-sentra olahraga yang mengedepankan keunikan dan kejeniusan lokal tiap daerah. Regulasi pemberdirian sekolah khusus olahraga (SKO) dan kelas khusus olahraga (KKO) sebaiknya mulai mengedepankan pada pertimbangan unik potensi setiap daerah. Sentra pendidikan yang demikian di masa yang akan datang akan menghilangkan stigma negatif masa depan atlet. Para pelajar tidak harus dihadapkan pada simalakama berulang untuk pilih sekolah atau latihan olahraga. Keduanya dapat dilakukan bersama-sama. Lulusan PTKOR tentu banyak yang memiliki best practice tata kelola SKO maupun KKO olahraga.
Keenam, formula penganggaran untuk olahraga mulai dipecah fokusnya tidak bergantung “secara mati-matian” pada sumber APBD/APBN. Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 18/2007 Tentang Pendanaan Olahraga, ada banyak alternatif sumber dana olahraga yang harus mulai dibuka oleh daya kreatif ISORI ke depan, senyampang mengembangkan sport industry dan sport tourism. Dua ranah pengembangan keolahragaan yang bersanding dengan sport science dan dengan paradigma development of sport maupun development trought sport.
Sebagai sebuah wadah kaum terpelajar, ISORI selanjutnya ke depan terus bergerak open-minded kepada semua potensi bangsa dalam mengawal persoalan besar keolahragaan. Mengelola dan menumbuhkan potensi internal terbaiknya, sambil bersanding dan membuka akses pihak di luar ISORI untuk juga berpartisipasi turut berkontribusi memajukan olahraga, sejauh bersifat sinergi. Menghindari keinginan bermonopoli dan eksklusif dalam menata olahraga, karena sportivitas dan fairplay esensinya adalah menghargai yang berdedikasi dan berprestasi. Untuk berprestasi di bumi pertiwi, ISORI harus terus membumi. ISORI semoga berdedikasi dengan memberi solusi untuk negeri.
(bmm)