Sebagai Warga Negara Taat Hukum, Kubu Moeldoko Berhak Gugat ke PTUN

Senin, 05 April 2021 - 18:12 WIB
loading...
Sebagai Warga Negara Taat Hukum, Kubu Moeldoko Berhak Gugat ke PTUN
Moeldoko dan jajarannya masih dimungkinkan mengajukan gugatan ke PTUN, berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) UU No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Foto/Wahyudi Aulia Siregar
A A A
JAKARTA - Keputusan Kemenkumham yang menolak mengesahkan personalia kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang tidaklah berarti, Demokrat hasil KLB tak bisa melakukan upaya hukum untuk mencari keadilan.



"Tidak! Dari kacamata hukum hal itu harus dilihat bahwa pribadi Moeldoko sebagai warga negara Indonesia sekaligus Ketua Umum PD hasil KLB yang terus mencari keadilan," tambahnya.

Masih berkenaan dengan keputusan tersebut, Miartiko menilai, penolakan Kemenkumham itu dengan jelas dan terang benderang menunjukkan, Moeldoko tak pernah sekali pun melibatkan pemerintah yang tengah berkuasa.

Sayangnya, citra bahwa Moeldoko telah menggunakan kedudukannya sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) untuk melibatkan pemerintah dalam kisruh internal Demokrat itu telah merebak di masyarakat dan perlu kebesaran hati semua pihak untuk membersihkannya.

Menurut pengamat politik dan hukum tersebut, seharusnya kubu Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa berinisiatif membersihkan nama Moeldoko yang selama ini telah kadung menjadi bulan-bulanan berbagai tudingan.

"Misalnya, selama ini kubu AHY selalu mengatakan Moeldoko telah menggunakan kekuasaan, menuding pemerintah campur tangan, memecah belah keutuhan partai politik, dan sebagainya, hingga tudingan telah berperilaku brutal dalam berpolitik," ujarnya.

"Padahal buktinya, dan itu dengan jelas terlihat dengan penolakan pemerintah untuk mengesahkan personalia KLB Demokrat, artinya tidak ada ikut campur pemerintah dalam kisruh tersebut, apalagi sampai memberikan dukungan apa pun untuk KLB Deli Serdang," sambungnya.

Menurut dia, seandainya saja memang (aparat) pemerintah dilibatkan, terutama oleh Moeldoko, hasilnya jelas akan lain dengan realitas yang terjadi saat ini. Mudah saja, jika pemerintah terlibat, tak mungkin keluar keputusan Kemenkumham yang objektif dan independen berdasarkan fakta hukum yang ada.

"Kan enggak susah juga buat Moeldoko untuk menggerakkan aparat pemerintah, baik Polri, TNI maupun BIN. Tetapi kan itu tidak ia lakukan," jelasnya.

Miartiko yang juga merupakan pimpinan Koordinator Nasional Sipil Peduli Demokrasi (Kornas PD) itu menambahkan, keputusan pemerintah itu pun di sisi lain tegas menepis tudingan dan spekulasi politik yang berkembang di tengah publik bahwa pemerintah selama ini dianggap mendukung Partai Demokrat versi Moeldoko.

Persoalannya kata Miartiko, spekulasi yang beredar kuat di publik pun ditengarai kuat merupakan dampak berbagai pernyataan kubu AHY yang selama kisruh senantiasa menuding pemerintah. "Baru setelah keluarnya keputusan pemerintah via Kemenkumham Rabu lalu, kubu AHY menyatakan apresiasi kepada pemerintah yang objektif dan tidak memihak," kata Miartiko.

Masalahnya, menurut dia ada kesan kuat kubu AHY tidak ambil pusing dengan dampak buruk pernyataan mereka beberapa waktu lalu tersebut. "Padahal, kalau kata bule,'the damage has been done', kerusakan sudah terjadi dan hanya ada pembiaran," ungkapnya.

Ia menilai, bila kubu AHY bijak dan memiliki fatsoen atau tata krama politik, seharusnya tak boleh muncul adanya kesan pembiaran dan memframing sehubungan dengan citra negatif yang muncul terhadap Moeldoko dan pemerintah akibat berbagai pernyataan sasat mereka beberapa waktu lalu.

"Seharusnya, kubu AHY setidaknya meralat dan menjelaskan kepada masyarakat, tudingan keterlibatan pemerintah itu tak pernah terbukti, dan harus secara sadar menyatakan permintaan maaf. Itu sudah lebih dari cukup untuk menghapuskan kesan negatif yang muncul selama kisruh Partai Demokrat berlangsung," ungkapnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1761 seconds (0.1#10.140)