Tingkatkan Mutu Pendidikan, Organisasi Guru Dukung POP Kemendikbud
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dukungan terhadap Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mengalir. Setelah bupati seluruh Indonesia, dukungan kini datang dari dua organisasi guru terbesar yakni Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) organisasi di bawah naungan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI).
Perwakilan Pengurus Pusat IGTKI PGRI Nita Priyanti menyatakan POP dapat menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah dibidang pendidikan yang ada selama ini. “Dengan menggandeng organisasi profesi, POP dapat menjadi upaya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu program ini dapat mendukung pemerataan pendidikan di wilayah yang selama ini sulit terjangkau oleh pemerintah,” ujar Nita Priyanti di Jakarta. Nita yang juga praktisi pendidikan anak usia dini menjelaskan, IGTKI PGRI pada usianya yang sudah mencapai 70 tahun senantiasa membantu pemerintah khususnya dalam pengembangan kompetensi guru taman kanak-kanak. Kehadiran POP dinilai sejalan dengan tujuan organisasi untuk membangun generasi cerdas, sehat, dan berakhlak mulia.
Menurutnya, IGTKI PGRI telah melewati tahapan yang cukup ketat dalam seleksi POP dan siap melaksanakan program ini. “Kami telah membuat grup khusus yang akan kami berikan intervensi sehingga memudahkan untuk berkolaborasi dalam segala hal. Sumber Daya Manusia juga sudah kami persiapkan dengan baik sehingga Insya Allah kami siap melaksanakan program ini,” jelas Nita.
Ketua Tim POP Ikatan Guru Indonesia (IGI), Arfah Azikin juga berkomitmen untuk terus ikut bersama Kemendikbud meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Selama ini IGI memiliki praktik yang telah terlaksana dalam mengembangkan kompetensi guru di dunia pendidikan.
Menurut Arfah, IGI telah mengikuti seluruh rangkaian seleksi POP, termasuk revisi rancangan anggaran dan biaya (RAB) yang merupakan proses akhir. “Alhamdulillah kami saat ini sedang menunggu undangan untuk menandatangani nota kesepahaman dengan pihak kementerian,” kata dia.
IGI pun siap mendukung penuh program ini sebagai agenda meningkatkan kompetensi guru dengan menyasar kabupaten yang belum tersentuh perkembangan teknologi. Nantinya, IGI hanya menyasar Garut sebagai satu-satunya kabupaten di Jawa sebagai daerah sasaran.
Sementara sebagian besar program akan diarahkan di daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T). Contohnya, Sumatera yang meliputi daerah pegunungan seperti Rokan Hulu, pesisir di Indragiri hilir, dan Aceh Utara, Kalimantan mencakup daerah yang baru terbuka seperti Gunung Mas dan Pulang Pisau, serta Sulawesi yakni, kepulauan Talaud yang berbatasan dengan Filipina, termasuk kepulauan di Sulawesi Tengah.
“Sasaran kami adalah daerah-daerah 3T karena kami yakin itulah kekuatan kami. Kami membantu pihak kementerian untuk menyasar sampai daerah-daerah pelosok. Makanya kami tidak menyasar daerah-daerah Jawa, daerah yang sudah berkembang, Makasar juga tidak kami sasar karena kami anggap sudah sangat terbantu dengan keadaan fasilitas sarana selama ini,” ulasnya.
IGI optimistis perannya di POP mampu membantu mengatasi kesenjangan pendidikan di daerah pegunungan, pesisir, dan kepulauan. Menurut Arfah, IGI tidak akan bisa bergerak sendiri tanpa kolaborasi dengan POP dan organisasi lain yang berada dalam program ini. Saat ini IGI menyesuaikan dengan persyaratan Kemendikbud dalam prosesnya sehingga hanya mengajukan 25 kabupaten kota untuk SMP dan 24 kabupaten kota untuk jenjang SD. “Kami butuh dukungan pemerintah daerah dalam bentuk akses untuk mobilisasi guru-guru dan kepala sekolah mereka untuk kami bimbing dalam program yang sudah kita desain ini,” pungkas Arfah.
Perwakilan Pengurus Pusat IGTKI PGRI Nita Priyanti menyatakan POP dapat menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah dibidang pendidikan yang ada selama ini. “Dengan menggandeng organisasi profesi, POP dapat menjadi upaya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu program ini dapat mendukung pemerataan pendidikan di wilayah yang selama ini sulit terjangkau oleh pemerintah,” ujar Nita Priyanti di Jakarta. Nita yang juga praktisi pendidikan anak usia dini menjelaskan, IGTKI PGRI pada usianya yang sudah mencapai 70 tahun senantiasa membantu pemerintah khususnya dalam pengembangan kompetensi guru taman kanak-kanak. Kehadiran POP dinilai sejalan dengan tujuan organisasi untuk membangun generasi cerdas, sehat, dan berakhlak mulia.
Menurutnya, IGTKI PGRI telah melewati tahapan yang cukup ketat dalam seleksi POP dan siap melaksanakan program ini. “Kami telah membuat grup khusus yang akan kami berikan intervensi sehingga memudahkan untuk berkolaborasi dalam segala hal. Sumber Daya Manusia juga sudah kami persiapkan dengan baik sehingga Insya Allah kami siap melaksanakan program ini,” jelas Nita.
Ketua Tim POP Ikatan Guru Indonesia (IGI), Arfah Azikin juga berkomitmen untuk terus ikut bersama Kemendikbud meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Selama ini IGI memiliki praktik yang telah terlaksana dalam mengembangkan kompetensi guru di dunia pendidikan.
Menurut Arfah, IGI telah mengikuti seluruh rangkaian seleksi POP, termasuk revisi rancangan anggaran dan biaya (RAB) yang merupakan proses akhir. “Alhamdulillah kami saat ini sedang menunggu undangan untuk menandatangani nota kesepahaman dengan pihak kementerian,” kata dia.
IGI pun siap mendukung penuh program ini sebagai agenda meningkatkan kompetensi guru dengan menyasar kabupaten yang belum tersentuh perkembangan teknologi. Nantinya, IGI hanya menyasar Garut sebagai satu-satunya kabupaten di Jawa sebagai daerah sasaran.
Sementara sebagian besar program akan diarahkan di daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T). Contohnya, Sumatera yang meliputi daerah pegunungan seperti Rokan Hulu, pesisir di Indragiri hilir, dan Aceh Utara, Kalimantan mencakup daerah yang baru terbuka seperti Gunung Mas dan Pulang Pisau, serta Sulawesi yakni, kepulauan Talaud yang berbatasan dengan Filipina, termasuk kepulauan di Sulawesi Tengah.
“Sasaran kami adalah daerah-daerah 3T karena kami yakin itulah kekuatan kami. Kami membantu pihak kementerian untuk menyasar sampai daerah-daerah pelosok. Makanya kami tidak menyasar daerah-daerah Jawa, daerah yang sudah berkembang, Makasar juga tidak kami sasar karena kami anggap sudah sangat terbantu dengan keadaan fasilitas sarana selama ini,” ulasnya.
IGI optimistis perannya di POP mampu membantu mengatasi kesenjangan pendidikan di daerah pegunungan, pesisir, dan kepulauan. Menurut Arfah, IGI tidak akan bisa bergerak sendiri tanpa kolaborasi dengan POP dan organisasi lain yang berada dalam program ini. Saat ini IGI menyesuaikan dengan persyaratan Kemendikbud dalam prosesnya sehingga hanya mengajukan 25 kabupaten kota untuk SMP dan 24 kabupaten kota untuk jenjang SD. “Kami butuh dukungan pemerintah daerah dalam bentuk akses untuk mobilisasi guru-guru dan kepala sekolah mereka untuk kami bimbing dalam program yang sudah kita desain ini,” pungkas Arfah.
(cip)