Sebut Jampidmil Tak Tepat, Pengamat: Kejagung Tak Urus Tindak Pidana Militer
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung berencana merekrut Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) dari Jenderal TNI bintang tiga. Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai langkah tersebut tidaklah tepat.
“Menurut saya tidak tepat karena Kejagung tidak urus tindak pidana militer/tentara atau tindak pidana yang dilakukan oleh tentara. Selama ini menjadi urusan polisi/penyidik militer dan oditur militer,” katanya Kamis (18/3/2021).
Selain itu, langkah ini akan menimbulkan resistensi di internal Kejaksaan Agung. Pasalnya, bisa berpengaruh pada karir jaksa agung. “Jaksa Agung akan menghadapi resistensi internal, karena karier jaksa bakal mentok dan terhambat. (Ini) karena keputusan Jaksa Agung tersebut. Hal itu nantinya berimbas kepada gaya militer ditujukan kepada terdakwa yang sipil. Sebaiknya Jaksa Agung pikir ulang rencana militerisasi Kejaksaan Agung,” ungkapnya.
Ditanyakan apakah keberadan Jampidmil diperlukan atau tidak, Mudzakir mengatakan hal ini tergantung azas yang dianut. Jika yang dianut adalah azas perbuatan maka tentara yang melakukan tindak pidana pembunuhan diadili di Pengadilan Negeri. “Tapi praktiknya, tentara yang melakukan tindak apapun diadili di pengadilan militer. Jadi menganut asas personalitas. Selama ini kasus tindak pidana yang pelakunya tentara yang melakukan tindak pidana terhadap sipil diadili di pengadilan militer. Contoh kasus pembunuhan terhadap warga sipil sebagai terdakwa pembunuhan seorang tentara yang sedang ditahan di LP Cebongan Sleman Yogyakarta diadili di pengadilan militer. Seharusnya di pengadilan negeri karena pembunuhan biasa,” lanjutnya.
“Menurut saya tidak tepat karena Kejagung tidak urus tindak pidana militer/tentara atau tindak pidana yang dilakukan oleh tentara. Selama ini menjadi urusan polisi/penyidik militer dan oditur militer,” katanya Kamis (18/3/2021).
Selain itu, langkah ini akan menimbulkan resistensi di internal Kejaksaan Agung. Pasalnya, bisa berpengaruh pada karir jaksa agung. “Jaksa Agung akan menghadapi resistensi internal, karena karier jaksa bakal mentok dan terhambat. (Ini) karena keputusan Jaksa Agung tersebut. Hal itu nantinya berimbas kepada gaya militer ditujukan kepada terdakwa yang sipil. Sebaiknya Jaksa Agung pikir ulang rencana militerisasi Kejaksaan Agung,” ungkapnya.
Ditanyakan apakah keberadan Jampidmil diperlukan atau tidak, Mudzakir mengatakan hal ini tergantung azas yang dianut. Jika yang dianut adalah azas perbuatan maka tentara yang melakukan tindak pidana pembunuhan diadili di Pengadilan Negeri. “Tapi praktiknya, tentara yang melakukan tindak apapun diadili di pengadilan militer. Jadi menganut asas personalitas. Selama ini kasus tindak pidana yang pelakunya tentara yang melakukan tindak pidana terhadap sipil diadili di pengadilan militer. Contoh kasus pembunuhan terhadap warga sipil sebagai terdakwa pembunuhan seorang tentara yang sedang ditahan di LP Cebongan Sleman Yogyakarta diadili di pengadilan militer. Seharusnya di pengadilan negeri karena pembunuhan biasa,” lanjutnya.
(cip)