Siswa Terancam Learning Loss, Pembelajaran Tatap Muka Mendesak Dilakukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pengamat menilai kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mendesak untuk segera dilakukan demi mengindarkan anak Indonesia dari kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar (learning loss). Rencana kebijakan sekolah tatap muka dengan sistem rotasi atau 50% hadir di sekolah dinilai sebagai langkah yang tepat. Desakan terhadap penyelesaian proses vaksinasi terhadap guru dan tenaga kependidikan yang sedang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga semakin menguat.
Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan kembalinya pembelajaran tatap muka menjadi suatu hal yang baik khususnya terkait penguatan interaksi para siswa. Konsep hybrid – menggabungkan antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) – yang akan dijalankan dinilai akan jauh lebih sempurna di tengah situasi saat ini. Dia menjelaskan, PJJ mendorong anak untuk bisa dengan mudah dan kreatif mengeksplorasi pengetahuan, sementara PTM akan membantu manifestasinya. “Budaya online akan mengisi kognisi, tetapi untuk melatih dan mempraktikkan membutuhkan ruang offline. Ke depan akan sangat sulit dihindari kehidupan hybrid ini,” ujar Devie di Jakarta. Baca juga: 170 Sekolah di Kabupaten Bogor Siap Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka
PTM juga dinilai akan membuat proses transformasi pendidikan yang mengedepankan kerja sama, interaksi antar-siswa dan guru di kelas berjalan efektif. Dalam konteks hubungan sosial berbasis data yang telah dirilis sejumlah lembaga kredibel, para siswa juga sangat merindukan interaksi dengan temannya secara langsung. Devie menjelaskan, interaksi langsung di kelas dapat menjadi media rekreasi dan refreshing yang menyenangkan bagi anak saat mereka merasa lelah dan bosan. PTM juga dapat mengikis budaya ketergantungan anak kepada orang tuanya yang secara tidak langsung tercipta selama masa pandemi. “Karakter ketergantungan mudah-mudahan setelah nanti kembali adanya ruang offline tidak lagi terjadi,” ungkapnya.
Data UNICEF Education Covid-19 Response Oktober 2020 mencatat, Indonesia adalah satu di antara empat negara di Asia Timur dan Asia Pasifik yang belum melakukan PTM secara penuh. Sampai akhir Oktober tahun lalu, 85% negara di dua kawasan tersebut sudah membuka sekolah secara penuh.
Khusus Indonesia, UNICEF selama 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020 juga telah menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi terkait PTM. Hasilnya, 87% siswa ingin segera kembali ke sekolah. Bahkan, 88% dari mereka bersedia mengenakan masker di sekolah dan 90% telah memahami urgensi menjaga jarak fisik jika PTM dilaksanakan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri merilis bahwa telah ada sekitar 34.200 sekolah atau 15% yang sudah menggelar PTM di tengah pandemi Covid-19.
Pengamat Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Budi Santoso Wignyosukarto menilai, terdapat hambatan PJJ yang berpotensi memicu learning loss, terutama dalam pembelajaran praktik. “Saat praktikum siswa harus melakukannya sendiri, mencoba sendiri. Ada suatu proses pembelajaran yang penting dan itu kalau tidak dilakukan akan mengurangi apa yang mereka dapatkan,” ujar Budi.
Budi pun menyarankan pemerintah mempersiapkan fasilitas sesuai protokol kesehatan, percepatan vaksinasi guru dan tenaga kependidikan oleh Kementerian Kesehatan, serta menentukan prioritas pelajar yang memerlukan PTM. “Kita harus mengupayakan itu terjadi, kendati tidak mudah. Sekarang sudah ada beberapa universitas dan sekolah yang memperbolehkan mahasiswa atau muridnya masuk,” pungkas Budi.
Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan kembalinya pembelajaran tatap muka menjadi suatu hal yang baik khususnya terkait penguatan interaksi para siswa. Konsep hybrid – menggabungkan antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) – yang akan dijalankan dinilai akan jauh lebih sempurna di tengah situasi saat ini. Dia menjelaskan, PJJ mendorong anak untuk bisa dengan mudah dan kreatif mengeksplorasi pengetahuan, sementara PTM akan membantu manifestasinya. “Budaya online akan mengisi kognisi, tetapi untuk melatih dan mempraktikkan membutuhkan ruang offline. Ke depan akan sangat sulit dihindari kehidupan hybrid ini,” ujar Devie di Jakarta. Baca juga: 170 Sekolah di Kabupaten Bogor Siap Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka
PTM juga dinilai akan membuat proses transformasi pendidikan yang mengedepankan kerja sama, interaksi antar-siswa dan guru di kelas berjalan efektif. Dalam konteks hubungan sosial berbasis data yang telah dirilis sejumlah lembaga kredibel, para siswa juga sangat merindukan interaksi dengan temannya secara langsung. Devie menjelaskan, interaksi langsung di kelas dapat menjadi media rekreasi dan refreshing yang menyenangkan bagi anak saat mereka merasa lelah dan bosan. PTM juga dapat mengikis budaya ketergantungan anak kepada orang tuanya yang secara tidak langsung tercipta selama masa pandemi. “Karakter ketergantungan mudah-mudahan setelah nanti kembali adanya ruang offline tidak lagi terjadi,” ungkapnya.
Data UNICEF Education Covid-19 Response Oktober 2020 mencatat, Indonesia adalah satu di antara empat negara di Asia Timur dan Asia Pasifik yang belum melakukan PTM secara penuh. Sampai akhir Oktober tahun lalu, 85% negara di dua kawasan tersebut sudah membuka sekolah secara penuh.
Khusus Indonesia, UNICEF selama 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020 juga telah menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi terkait PTM. Hasilnya, 87% siswa ingin segera kembali ke sekolah. Bahkan, 88% dari mereka bersedia mengenakan masker di sekolah dan 90% telah memahami urgensi menjaga jarak fisik jika PTM dilaksanakan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri merilis bahwa telah ada sekitar 34.200 sekolah atau 15% yang sudah menggelar PTM di tengah pandemi Covid-19.
Pengamat Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Budi Santoso Wignyosukarto menilai, terdapat hambatan PJJ yang berpotensi memicu learning loss, terutama dalam pembelajaran praktik. “Saat praktikum siswa harus melakukannya sendiri, mencoba sendiri. Ada suatu proses pembelajaran yang penting dan itu kalau tidak dilakukan akan mengurangi apa yang mereka dapatkan,” ujar Budi.
Budi pun menyarankan pemerintah mempersiapkan fasilitas sesuai protokol kesehatan, percepatan vaksinasi guru dan tenaga kependidikan oleh Kementerian Kesehatan, serta menentukan prioritas pelajar yang memerlukan PTM. “Kita harus mengupayakan itu terjadi, kendati tidak mudah. Sekarang sudah ada beberapa universitas dan sekolah yang memperbolehkan mahasiswa atau muridnya masuk,” pungkas Budi.
(cip)