Petani Menangis, Ini Solusi La Nyalla soal Anjloknya Harga Singkong
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persoalan anjloknya harga komoditas pertanian , apakah itu singkong atau gabah di tingkat petani, selalu harus dilihat dari dua pendekatan, makro dan mikro.
Demikian dikatakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti . Penegasan itu disampaikan La Nyalla saat membuka FGD secara virtual, tentang anjloknya harga singkong di Lampung, yang dihelat Pimpinan Majelis Wilayah (PWM) Koorps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lampung, Selasa (16/3/2021) pagi.
Hadir dalam FGD itu, senator asal Lampung, Ahmad Bastian, anggota DPR I Komang Suheri, Ketua KPPU Kodrat Wibowo, anggota DPRD Provinsi Lampung I Made Suarjaya dan Wahrul Fauzi Silalahi, serta kalangan akademisi dari Universitas Lampung.
Menurut La Nyalla, pendekatan makro berkaitan dengan tata kelola atau perniagaan hasil komoditas pertanian. Termasuk di sini cara pandang pemerintah terhadap petani. Mau ditempatkan sebagai subyek atau obyek? Karena ini sangat menentukan nasib petani.
Lalu, sambung Senator asal Jawa Timur itu, apakah pemerintah akan hadir secara maksimal, atau hanya cukup lewat pencanangan-pencanangan program saja?
Juga dukungan data yang konkret dari ketersediaan dan kebutuhan komoditas itu. Suplay dan demand-nya. Termasuk bagaimana rantai distribusi komoditas tersebut, serta suplay-chain manajemen.
“Di Indonesia hanya delapan provinsi penghasil besar singkong. Artinya ada 26 provinsi non-penghasil. Dan kebutuhan produk turunan singkong digunakan banyak industri. Dan pabrik-pabrik itu tidak semua ada di provinsi penghasil. Artinya di sini kita bicara suplay-chain manajemen di dalam negeri,” urainya.
Karena itu, La Nyalla mengatakan, impor bukan jawaban untuk menyuplai kebutuhan bahan baku di pabrik-pabrik tersebut. Tetapi distribusi dan alur pergerakan bahan baku ke daerah-daerah non-penghasil itu yang penting.
“Makanya Presiden Jokowi concern dengan akses melalui infrastruktur, termasuk tol laut. Sebenarnya untuk menjawab suplay-chain manajemen tadi. Tinggal, bisa jalan atau tidak di lapangan. Ada yang menghambat atau tidak,” tuturnya.
Demikian dikatakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti . Penegasan itu disampaikan La Nyalla saat membuka FGD secara virtual, tentang anjloknya harga singkong di Lampung, yang dihelat Pimpinan Majelis Wilayah (PWM) Koorps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lampung, Selasa (16/3/2021) pagi.
Hadir dalam FGD itu, senator asal Lampung, Ahmad Bastian, anggota DPR I Komang Suheri, Ketua KPPU Kodrat Wibowo, anggota DPRD Provinsi Lampung I Made Suarjaya dan Wahrul Fauzi Silalahi, serta kalangan akademisi dari Universitas Lampung.
Menurut La Nyalla, pendekatan makro berkaitan dengan tata kelola atau perniagaan hasil komoditas pertanian. Termasuk di sini cara pandang pemerintah terhadap petani. Mau ditempatkan sebagai subyek atau obyek? Karena ini sangat menentukan nasib petani.
Lalu, sambung Senator asal Jawa Timur itu, apakah pemerintah akan hadir secara maksimal, atau hanya cukup lewat pencanangan-pencanangan program saja?
Juga dukungan data yang konkret dari ketersediaan dan kebutuhan komoditas itu. Suplay dan demand-nya. Termasuk bagaimana rantai distribusi komoditas tersebut, serta suplay-chain manajemen.
“Di Indonesia hanya delapan provinsi penghasil besar singkong. Artinya ada 26 provinsi non-penghasil. Dan kebutuhan produk turunan singkong digunakan banyak industri. Dan pabrik-pabrik itu tidak semua ada di provinsi penghasil. Artinya di sini kita bicara suplay-chain manajemen di dalam negeri,” urainya.
Karena itu, La Nyalla mengatakan, impor bukan jawaban untuk menyuplai kebutuhan bahan baku di pabrik-pabrik tersebut. Tetapi distribusi dan alur pergerakan bahan baku ke daerah-daerah non-penghasil itu yang penting.
“Makanya Presiden Jokowi concern dengan akses melalui infrastruktur, termasuk tol laut. Sebenarnya untuk menjawab suplay-chain manajemen tadi. Tinggal, bisa jalan atau tidak di lapangan. Ada yang menghambat atau tidak,” tuturnya.