Kepala BKKBN: Pemprov Jatim Bisa Menjadi Contoh Dalam Penanganan Stunting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Hasto Wardoyo mengatakan pentingnya sumber data yang sama dalam penanganan stunting di Jawa Timur (Jatim).
Hal itu disampaikan Hasto saat melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur, selama dua hari pada Kamis hingga Jumat, 11-12 Maret 2021, kemarin. Dalam kunjungan kerjanya, dokter hasto, sapaan akrab Kepala BKKBN melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, di gedung Negara Grahadi.
Dalam audiensi tersebut, ada beberapa hal yang disampaikan. Pertama, terkait penunjukan BKKBN menjadi koordinator penanganan stunting di Indonesia, dokter Hasto meminta masukan dari Gubernur bagaimana strategi yang tepat untuk penanganan stunting di Jawa Timur. Menurut dia, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) turut memengaruhi tinggi rendahnya stunting.
Dari data yang ada, kata dokter Hasto, secara nasional, angka stunting saat ini adalah 26.9% dan harus diturunkan menjadi 14% pada 2024 mendatang. Bila dilihat dari jumlah balita secara nasional maka ada 7 juta lebih balita mengalami stunting. Oleh karenanya, BKKBN berusaha keras untuk menekan bayi yang lahir dengan tinggi kurang dari standar. Dari target 14% di 2024, maka di 2024 tidak boleh ada balita yang mengalami stunting sebanyak 3,6 juta balita. “Untuk stunting ini, kami mohon arahan. Kami berharap Jatim bisa menjadi contoh, sebab di Indonesia belum ada contoh daerah dengan penurunan stunting sangat cepat dan semoga Provinsi Jawa Timur bisa menjadi contoh model Provinsi dengan penurunan stunting tercepat,” tutur Hasto.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, saat ini ada tiga sistem yang digunakan untuk mendata kasus stunting dan setiap sistem angka stunting berbeda-beda. Oleh karenanya, dia mengharapkan agar hanya ada satu sumber sehingga bisa dijadikan dasar intervensi di kabupaten/kota. “Sumber data dari satu sumber supaya bupati atau wali kota tahu dalam mengukur stunting. Tugas pemerintah kabupaten memetakan dan melakukan intervensi di Posyandu. Bulan timbang menimbang semua balita, itu bisa dijadikan data langsung di Posyandu,” terangnya.
Lebih lanjut, Khofifah menuturkan daerah yang bisa dijadikan percontohan dalam penurunan AKI. “Untuk penurunan AKI, Surabaya berhasil melakukan dimana awalnya Surabaya merupakan daerah nomor 2 tertinggi AKI di Jatim dan menjadi nomor 5 dengan melakukan kerja sama dengan Universitas Airlangga. Oleh karenanya, Jember kami sarankan untuk bisa melakukan hal serupa melalui bekerjasama dengan UNEJ untuk menurunkan AKI, AKB dan Stunting,” jelasnya.
Selain itu, guna mencegah anemia yang tentunya berdampak pada stunting, Provinsi Jawa Timur memiliki program untuk memanfaatkan lahan di rumah maupun hidroponik, sebagai sarana untuk menanam sayuran guna mencukupi kebutuhan keluarga. Serta edukasi kesehatan reproduksi di sekolah.
Terkait dengan upaya penurunan stunting, hasil Pendataan Keluarga (PK) 2021 memiliki peranan yang sangat signifikan. “PK harus mempunyai data dengan satu sumber yang akurat. Dalam pelaksanaannya, bisa bekerjasama dengan stakeholder yang ada. Oleh karenanya, mari bersama sukseskan PK 2021 yang akan dimulai pada 1 April 2021,” ucapnya.
Hal itu disampaikan Hasto saat melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur, selama dua hari pada Kamis hingga Jumat, 11-12 Maret 2021, kemarin. Dalam kunjungan kerjanya, dokter hasto, sapaan akrab Kepala BKKBN melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, di gedung Negara Grahadi.
Dalam audiensi tersebut, ada beberapa hal yang disampaikan. Pertama, terkait penunjukan BKKBN menjadi koordinator penanganan stunting di Indonesia, dokter Hasto meminta masukan dari Gubernur bagaimana strategi yang tepat untuk penanganan stunting di Jawa Timur. Menurut dia, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) turut memengaruhi tinggi rendahnya stunting.
Dari data yang ada, kata dokter Hasto, secara nasional, angka stunting saat ini adalah 26.9% dan harus diturunkan menjadi 14% pada 2024 mendatang. Bila dilihat dari jumlah balita secara nasional maka ada 7 juta lebih balita mengalami stunting. Oleh karenanya, BKKBN berusaha keras untuk menekan bayi yang lahir dengan tinggi kurang dari standar. Dari target 14% di 2024, maka di 2024 tidak boleh ada balita yang mengalami stunting sebanyak 3,6 juta balita. “Untuk stunting ini, kami mohon arahan. Kami berharap Jatim bisa menjadi contoh, sebab di Indonesia belum ada contoh daerah dengan penurunan stunting sangat cepat dan semoga Provinsi Jawa Timur bisa menjadi contoh model Provinsi dengan penurunan stunting tercepat,” tutur Hasto.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, saat ini ada tiga sistem yang digunakan untuk mendata kasus stunting dan setiap sistem angka stunting berbeda-beda. Oleh karenanya, dia mengharapkan agar hanya ada satu sumber sehingga bisa dijadikan dasar intervensi di kabupaten/kota. “Sumber data dari satu sumber supaya bupati atau wali kota tahu dalam mengukur stunting. Tugas pemerintah kabupaten memetakan dan melakukan intervensi di Posyandu. Bulan timbang menimbang semua balita, itu bisa dijadikan data langsung di Posyandu,” terangnya.
Lebih lanjut, Khofifah menuturkan daerah yang bisa dijadikan percontohan dalam penurunan AKI. “Untuk penurunan AKI, Surabaya berhasil melakukan dimana awalnya Surabaya merupakan daerah nomor 2 tertinggi AKI di Jatim dan menjadi nomor 5 dengan melakukan kerja sama dengan Universitas Airlangga. Oleh karenanya, Jember kami sarankan untuk bisa melakukan hal serupa melalui bekerjasama dengan UNEJ untuk menurunkan AKI, AKB dan Stunting,” jelasnya.
Selain itu, guna mencegah anemia yang tentunya berdampak pada stunting, Provinsi Jawa Timur memiliki program untuk memanfaatkan lahan di rumah maupun hidroponik, sebagai sarana untuk menanam sayuran guna mencukupi kebutuhan keluarga. Serta edukasi kesehatan reproduksi di sekolah.
Terkait dengan upaya penurunan stunting, hasil Pendataan Keluarga (PK) 2021 memiliki peranan yang sangat signifikan. “PK harus mempunyai data dengan satu sumber yang akurat. Dalam pelaksanaannya, bisa bekerjasama dengan stakeholder yang ada. Oleh karenanya, mari bersama sukseskan PK 2021 yang akan dimulai pada 1 April 2021,” ucapnya.
(cip)