Belajar dari Tarik-Ulur PON XX Papua
loading...
A
A
A
Agus Kristiyanto
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dari FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dewan Pakar KONI Jawa Tengah, dan Pengurus Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI)
KESELAMATAN bersama adalah orientasi utama dibandingkan tujuan-tujuan lain. Sebuah pernyataan bijak yang menjadi dasar penguat penundaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua. Pernyataan tersebut disampaikan pemerintah melalui Wapres KH Ma’ruf Amin di beberapa kesempatan tepat setahun silam. Bencana nasional berupa pandemi Covid-19 yang mendera sejak pertengahan Maret tahun lalu memang kemudian harus disikapi secara arif untuk menunda perhelatan akbar olahraga nasional itu ke 2021. Semua pihak menerima penundaan tersebut dengan legawa dan rasa maklum yang tinggi.
Masa penantian berlangsung dalam suasana harus beradaptasi dengan keadaan, yakni #OlahragadiRumahSaja. Tentu saja hal tak mudah membangun persiapan dengan cara demikian. Tetapi selalu ada cara dan jalan untuk belajar beradaptasi dengan keadaan. Belajar beradaptasi untuk terus tertib menerapkan protokol kesehatan (prokes) dilakukan bersamaan dengan ikhtiar mengoptimalkan pengembangan performance atlet, walau pun pasti tidak seleluasa sebelum pandemi. Penundaan juga memiliki nilai positif bagi tuan rumah untuk lebih optimal mempersiapkan segala sesuatunya.
Menimbang Kesiapan
Waktu berjalan mundur menuju ke Oktober 2021 diupayakan oleh berbagai pihak untuk menyempurnakan kesiapan. KONI, PB PON, stakeholder olahraga prestasi, tuan rumah PON XX, serta berbagai komponen pentahelix, termasuk juga adalah kontingen masing-masing daerah yang dipersiapkan mengambil peran yang luas. Mereka menunggu dan mempersiapkan proses latihan versi new normal. Selama penantian, sebagian besar dari mereka bahkan menjadi “model dan relawan” di lingkungannya untuk menggelorakan gaya hidup aktif, serta memelihara imunitas selama masa Pandemi Covid-19.
Pada saat segala sesuatu telah disempurnakan persiapannya, belakangan muncul berbagai dinamika baru. Wacana sebagian komponen masyarakat menghendaki PON XX Papua diundur pelaksanaannya ke 2022. Namun juga, di saat yang bersamaan muncul dukungan agar tetap berlangsung karena segala sesuatu telah disiapkan. Jika terpaksa, diusulkan PON tetap digelar sekalipun tanpa ada penonton di arena.
Lepas dari persoalan tersebut, pertanyaan kritisnya tertuju pada menimbang tentang kesiapan penyelenggaraan PON Papua. Kesiapan berkaitan dengan kesiapan teknis tuan rumah, serta kesiapan yang berhubungan dengan perkembangan nilai pragmatis adaptasi kebiasaan baru selama masa penundaan. Hal tersebut menjadi dasar sikap tarik-ulur dalam penyelenggaraan PON (bukan berubah menjadi tarik tambang). Setidaknya ada 6 (enam) modal kesiapan umum yang menjadi dasar PON XX bisa berjalan sesuai dengan rencana awal.
Pertama, hasil kunjungan terakhir yang dilakukan rombongan DPD RI didapatkan informasi bahwa sarana prasarana yang digunakan bagi penyelenggaraan PON telah selesai. Papua sebagai tuan rumah telah mempersiapkan secara baik dan lengkap venue yang dibutuhkan demi suksesnya penyelenggaraan PON XX.
Kedua, penyusunan dan verifikasi Technical Handbook (THB) PON XX sudah dinyatakan tuntas pada pertengahan Februari 2021. THB merupakan pedoman pelaksanaan penyelenggaraan event menjadi bukti penting tentang aspek teknis tata kelola penyelenggaraan PON XX. Penyusunan THB adalah karya representatif karena menghadirkan seluruh Technical Delegate (TD) dari seluruh cabang olahraga yang dipertandingkan. Nilai representasi ini menjadi modal bersama bahwa secara teknis PON nantinya bisa berlangsung dengan skenario standar dan terpercaya.
Ketiga, pengurangan cabang olahraga (cabor) yang dipertandingkan telah dilakukan untuk memberikan nilai tinggi penerapan protokol kesehatan dan juga kalkulasi lain, terutama pada pengurangan biaya operasional penyelenggaraan. Mengurangi cabor yang dipertandingkan atau dilombakan menjadi bagian skenario mengurangi kerumunan Di balik pro-kontra saat ini, telah dipastikan ada 10 cabor yang tidak diagendakan pada PON XX Papua, yakni balap sepeda, tenis meja, soft tenis, petanque, woodball, gateball, dansa, golf, bridge, dan dansa.
Keempat, satu tahun menerapkan 3 M menjadi sebuah kebiasaan baru ternyata membuahkan hasil. Tanggal 22 Februari 2021 ada informasi yang sangat menggembirakan terkait dengan pandemi Covid-19 yang cenderung mulai bisa terkendali.
Kelima, pengamanan event dengan screening dan deteksi sudah terbiasa dilakukan dengan pengukuran suhu. Persyaratan PCR dan rapid antigen bukan merupakan hal yang asing.
Keenam, salah satu faktor pemberat alasan penundaan PON adalah belum ditemukannnya vaksin pada setahun yang lalu. Tapi kini vaksin dengan berbagai versi sudah berhasil ditemukan, bahkan terus selalu diperbaiki tingkat keamanan, keampuhan, dan keawetannya. Kabar terbaru yang sangat menggembirakan lagi adalah pemerintah memberikan kebijakan baru untuk memprioritaskan atlet menerima vaksin. Prioritas vaksin bagi atlet menjadi energi tambahan yang besar bagi optimisme penyelenggaraan PON pada 2021 ini.
Tak Sekadar Pesta Olahraga
Pandemi Covid-19 merupakan krisis multidimensional tanpa terkecuali mengimbas ke persoalan me-manage penyelenggaraan event olahraga, khususnya PON XX. Krisis dalam kacamata bijak dapat diumpamakan sebagai “timbangan”. Satu sisi sebagai sebuah ancaman, tetapi sisi yang lainnya adalah peluang. Adaptasi harus dilakukan untuk merespons keduanya. Sikap waspada seperlunya hadir untuk membangun kewaspadaan, sedangkan emosi positif diperlukan untuk melihat peluang dengan spirit yang kuat. Olahraga adalah sumber spirit yang menjadi “bandul emas” yang diharapkan menambah bobot timbangan emosi positif. Menjalani masa krisis dengan lebih memberi bobot spirit hidup positif, tanpa kehilangan kewaspadaan. PON adalah sebuah reservoir besar bagi fungsi pengolah spirit tersebut.
Pertama, kesuksesan penyelenggaraan PON I di Solo pada tahun 1948, menjadi tonggak sejarah eksistensi kegagahan sebagai sebuah bangsa. Sebuah event pemersatu bangsa yang gemilang, karena berhasil diselenggarakan dalam kondisi yang sangat serba sulit secara politik, keamanan, ekonomi, dan sosial. Pelajaran besar yang merupakan pembuktian awal bahwa PON terlahir dan memiliki nilai nation and character building.
Kedua, panggung spirit PON memiliki fungsi sebagai reaktor energi kebangkitan bangsa secara lengkap. Indikator sukses penyelenggaraan PON dikenal dengan Tri Sukses, yakni: sukses prestasi, sukses penyelenggaraan, dan sukses ekonomi kerakyatan. Terdapat mega-refleksi empat-tahunan terhadap ketiga indikator sukses kebangsaan tersebut, pada saat duta seluruh daerah berada di tempat yang sama. PON sekaligus menjadi pemantik kesadaran kolektif tentang sport science, sport tourism, dan sport industry.
Ketiga, PON merupakan pengikatan silaturahmi nasional dalam panggung keolahragaan yang memiliki nilai strategis bagi promosi keunikan dan keunggulan daerah. Pada awalnya PON didesain tetap diselenggarakan di Jakarta sebagai ibukota negara. Namun, kemudian daerah diberi kesempatan untuk menjadi tuan rumah.
Sangat menarik terkait tarik ulur penyelenggaraan PON XX Papua. Penundaan yang awalnya karena Covid-19, ternyata berbuntut pada banyak munculnya persoalan lain di kemudian hari. Terdapat pesan pembelajaran di balik tarik-ulur penyelenggaraan PON. Hasil belajar yang bukan untuk memberhasilkan PON Papua semata, tetapi juga memberikan warisan pembelajaran yang berguna bagi generasi penerus. PON ternyata bukan sekadar pesta olahraga, tetapi sebagai panggung lengkap literasi bangsa secara komprehensif.
Filosofi tarik-ulur itu ibarat proses “menerbangkan” sebuah layang-layang ke angkasa. Dipersyarati kemampuan lengkap, terutama akurasi tentang kapan menarik dan kapan mengulurnya. Adaptasi terhadap kekuatan angin dan juga arahnya menjadi keniscayaan. Ketika benang yang kuat telah yakin dipersiapkan, layang-layang telah siap untuk dimanuverkan di angkasa, dan adaptasi arah dan angin sudah berhasil dilakukan, maka tinggal keberanian yang gagah diperlukan untuk memanuverkan layang-layang “merah-putih” terbang gemilang di langit bumi pertiwi.
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dari FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dewan Pakar KONI Jawa Tengah, dan Pengurus Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI)
KESELAMATAN bersama adalah orientasi utama dibandingkan tujuan-tujuan lain. Sebuah pernyataan bijak yang menjadi dasar penguat penundaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua. Pernyataan tersebut disampaikan pemerintah melalui Wapres KH Ma’ruf Amin di beberapa kesempatan tepat setahun silam. Bencana nasional berupa pandemi Covid-19 yang mendera sejak pertengahan Maret tahun lalu memang kemudian harus disikapi secara arif untuk menunda perhelatan akbar olahraga nasional itu ke 2021. Semua pihak menerima penundaan tersebut dengan legawa dan rasa maklum yang tinggi.
Masa penantian berlangsung dalam suasana harus beradaptasi dengan keadaan, yakni #OlahragadiRumahSaja. Tentu saja hal tak mudah membangun persiapan dengan cara demikian. Tetapi selalu ada cara dan jalan untuk belajar beradaptasi dengan keadaan. Belajar beradaptasi untuk terus tertib menerapkan protokol kesehatan (prokes) dilakukan bersamaan dengan ikhtiar mengoptimalkan pengembangan performance atlet, walau pun pasti tidak seleluasa sebelum pandemi. Penundaan juga memiliki nilai positif bagi tuan rumah untuk lebih optimal mempersiapkan segala sesuatunya.
Menimbang Kesiapan
Waktu berjalan mundur menuju ke Oktober 2021 diupayakan oleh berbagai pihak untuk menyempurnakan kesiapan. KONI, PB PON, stakeholder olahraga prestasi, tuan rumah PON XX, serta berbagai komponen pentahelix, termasuk juga adalah kontingen masing-masing daerah yang dipersiapkan mengambil peran yang luas. Mereka menunggu dan mempersiapkan proses latihan versi new normal. Selama penantian, sebagian besar dari mereka bahkan menjadi “model dan relawan” di lingkungannya untuk menggelorakan gaya hidup aktif, serta memelihara imunitas selama masa Pandemi Covid-19.
Pada saat segala sesuatu telah disempurnakan persiapannya, belakangan muncul berbagai dinamika baru. Wacana sebagian komponen masyarakat menghendaki PON XX Papua diundur pelaksanaannya ke 2022. Namun juga, di saat yang bersamaan muncul dukungan agar tetap berlangsung karena segala sesuatu telah disiapkan. Jika terpaksa, diusulkan PON tetap digelar sekalipun tanpa ada penonton di arena.
Lepas dari persoalan tersebut, pertanyaan kritisnya tertuju pada menimbang tentang kesiapan penyelenggaraan PON Papua. Kesiapan berkaitan dengan kesiapan teknis tuan rumah, serta kesiapan yang berhubungan dengan perkembangan nilai pragmatis adaptasi kebiasaan baru selama masa penundaan. Hal tersebut menjadi dasar sikap tarik-ulur dalam penyelenggaraan PON (bukan berubah menjadi tarik tambang). Setidaknya ada 6 (enam) modal kesiapan umum yang menjadi dasar PON XX bisa berjalan sesuai dengan rencana awal.
Pertama, hasil kunjungan terakhir yang dilakukan rombongan DPD RI didapatkan informasi bahwa sarana prasarana yang digunakan bagi penyelenggaraan PON telah selesai. Papua sebagai tuan rumah telah mempersiapkan secara baik dan lengkap venue yang dibutuhkan demi suksesnya penyelenggaraan PON XX.
Kedua, penyusunan dan verifikasi Technical Handbook (THB) PON XX sudah dinyatakan tuntas pada pertengahan Februari 2021. THB merupakan pedoman pelaksanaan penyelenggaraan event menjadi bukti penting tentang aspek teknis tata kelola penyelenggaraan PON XX. Penyusunan THB adalah karya representatif karena menghadirkan seluruh Technical Delegate (TD) dari seluruh cabang olahraga yang dipertandingkan. Nilai representasi ini menjadi modal bersama bahwa secara teknis PON nantinya bisa berlangsung dengan skenario standar dan terpercaya.
Ketiga, pengurangan cabang olahraga (cabor) yang dipertandingkan telah dilakukan untuk memberikan nilai tinggi penerapan protokol kesehatan dan juga kalkulasi lain, terutama pada pengurangan biaya operasional penyelenggaraan. Mengurangi cabor yang dipertandingkan atau dilombakan menjadi bagian skenario mengurangi kerumunan Di balik pro-kontra saat ini, telah dipastikan ada 10 cabor yang tidak diagendakan pada PON XX Papua, yakni balap sepeda, tenis meja, soft tenis, petanque, woodball, gateball, dansa, golf, bridge, dan dansa.
Keempat, satu tahun menerapkan 3 M menjadi sebuah kebiasaan baru ternyata membuahkan hasil. Tanggal 22 Februari 2021 ada informasi yang sangat menggembirakan terkait dengan pandemi Covid-19 yang cenderung mulai bisa terkendali.
Kelima, pengamanan event dengan screening dan deteksi sudah terbiasa dilakukan dengan pengukuran suhu. Persyaratan PCR dan rapid antigen bukan merupakan hal yang asing.
Keenam, salah satu faktor pemberat alasan penundaan PON adalah belum ditemukannnya vaksin pada setahun yang lalu. Tapi kini vaksin dengan berbagai versi sudah berhasil ditemukan, bahkan terus selalu diperbaiki tingkat keamanan, keampuhan, dan keawetannya. Kabar terbaru yang sangat menggembirakan lagi adalah pemerintah memberikan kebijakan baru untuk memprioritaskan atlet menerima vaksin. Prioritas vaksin bagi atlet menjadi energi tambahan yang besar bagi optimisme penyelenggaraan PON pada 2021 ini.
Tak Sekadar Pesta Olahraga
Pandemi Covid-19 merupakan krisis multidimensional tanpa terkecuali mengimbas ke persoalan me-manage penyelenggaraan event olahraga, khususnya PON XX. Krisis dalam kacamata bijak dapat diumpamakan sebagai “timbangan”. Satu sisi sebagai sebuah ancaman, tetapi sisi yang lainnya adalah peluang. Adaptasi harus dilakukan untuk merespons keduanya. Sikap waspada seperlunya hadir untuk membangun kewaspadaan, sedangkan emosi positif diperlukan untuk melihat peluang dengan spirit yang kuat. Olahraga adalah sumber spirit yang menjadi “bandul emas” yang diharapkan menambah bobot timbangan emosi positif. Menjalani masa krisis dengan lebih memberi bobot spirit hidup positif, tanpa kehilangan kewaspadaan. PON adalah sebuah reservoir besar bagi fungsi pengolah spirit tersebut.
Pertama, kesuksesan penyelenggaraan PON I di Solo pada tahun 1948, menjadi tonggak sejarah eksistensi kegagahan sebagai sebuah bangsa. Sebuah event pemersatu bangsa yang gemilang, karena berhasil diselenggarakan dalam kondisi yang sangat serba sulit secara politik, keamanan, ekonomi, dan sosial. Pelajaran besar yang merupakan pembuktian awal bahwa PON terlahir dan memiliki nilai nation and character building.
Kedua, panggung spirit PON memiliki fungsi sebagai reaktor energi kebangkitan bangsa secara lengkap. Indikator sukses penyelenggaraan PON dikenal dengan Tri Sukses, yakni: sukses prestasi, sukses penyelenggaraan, dan sukses ekonomi kerakyatan. Terdapat mega-refleksi empat-tahunan terhadap ketiga indikator sukses kebangsaan tersebut, pada saat duta seluruh daerah berada di tempat yang sama. PON sekaligus menjadi pemantik kesadaran kolektif tentang sport science, sport tourism, dan sport industry.
Ketiga, PON merupakan pengikatan silaturahmi nasional dalam panggung keolahragaan yang memiliki nilai strategis bagi promosi keunikan dan keunggulan daerah. Pada awalnya PON didesain tetap diselenggarakan di Jakarta sebagai ibukota negara. Namun, kemudian daerah diberi kesempatan untuk menjadi tuan rumah.
Sangat menarik terkait tarik ulur penyelenggaraan PON XX Papua. Penundaan yang awalnya karena Covid-19, ternyata berbuntut pada banyak munculnya persoalan lain di kemudian hari. Terdapat pesan pembelajaran di balik tarik-ulur penyelenggaraan PON. Hasil belajar yang bukan untuk memberhasilkan PON Papua semata, tetapi juga memberikan warisan pembelajaran yang berguna bagi generasi penerus. PON ternyata bukan sekadar pesta olahraga, tetapi sebagai panggung lengkap literasi bangsa secara komprehensif.
Filosofi tarik-ulur itu ibarat proses “menerbangkan” sebuah layang-layang ke angkasa. Dipersyarati kemampuan lengkap, terutama akurasi tentang kapan menarik dan kapan mengulurnya. Adaptasi terhadap kekuatan angin dan juga arahnya menjadi keniscayaan. Ketika benang yang kuat telah yakin dipersiapkan, layang-layang telah siap untuk dimanuverkan di angkasa, dan adaptasi arah dan angin sudah berhasil dilakukan, maka tinggal keberanian yang gagah diperlukan untuk memanuverkan layang-layang “merah-putih” terbang gemilang di langit bumi pertiwi.
(bmm)