Reformasi Kesehatan Masa Pandemi

Jum'at, 05 Maret 2021 - 19:28 WIB
loading...
Reformasi Kesehatan Masa Pandemi
Mohammad Adib Khumaidi (Foto: Istimewa)
A A A
Mohammad Adib Khumaidi
Ketua Tim Mitigasi PB IDI

SITUASI pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran berharga bagi Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Problematika di bidang kesehatan semakin terlihat jelas di era pandemi Covid-19 ini. Pandemi sudah setahun melanda Indonesia sejak kasus positif pertama terkonfirmasi pada awal Maret 2020. Namun, Indonesia sejauh ini masih mengalami persoalan mendasar dalam penanganan pandemi.

Rasio angka kematian Covid-19 mencapai 27% dari kasus yang terkonfirmasi (per 28 Februari 2020) sebesar 36.166 angka kematian. Kapasitas tes PCR juga masih rendah. Kemampuan melakukan tes sesuai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 1.000 tes per 1 juta penduduk per minggu baru dicapai 11 provinsi (Data Satgas Covid-19 pada 3 Desember 2020).

Walaupun saat ini bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit menurun selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), namun persoalan yang menjadi tantangan ialah kurangnya sarana prasarana fasilitas kesehatan, terutama masih minimnya ketersediaan ICU dan ventilator di rumah sakit.

Implementasi pada fase pencegahan yang dilaksanakan pun masih lemah, seperti dalam screening test, tracing, dan tracking-nya. Selain itu, belum siapnya masyarakat dalam mematuhi protokol Covid-19 dan menjaga jarak sosial (social distancing) juga jadi masalah tersendiri. Kondisi kapasitas tenaga kesehatan juga masih terbatas, termasuk tata laksana kasus dan keterbatasan ruang rawat. Ini seharusnya menjadi konsentrasi dalam penanganan masalah kesehatan ke depannya.

Data-data juga menunjukkan peningkatan attack rate dan positivity rate kasus Covid-19 di Indonesia dalam enam bulan terakhir . Peningkatan indikator-indikator tersebut akibat belum tepat sasarannya strategi dan kebijakan sebelumnya. Solusi kebijakan praktis harus terukur dengan indikator-indikator luaran dan capaian waktunya.

Pengamatan atas data-data morbiditas dan mortalitas Covid-19 sejauh ini masih belum secara signifikan meyakinkan bahwa telah terjadi penurunan kasus. Pengamatan data-data attack rate, terlihat meningkat sebesar 25,5 kali yakni dari 10,06/100,000 jumlah penduduk pada awal Juni 2020 menjadi 257,07/100,000 jumlah penduduk pada akhir Desember 2020.

Begitu juga, positivity rate meningkat sebesar 128% dari 11,60% awal Juni 2020 menjadi 14,93% pada akhir Desember 2020. Pada akhir Februari bahkan melonjak menjadi 26,19%. Padahal WHO menetapkan positivity rate harus di bawah 5%.

Penting juga mengamati laju mortalitas (kematian) berdasarkan fatality rates. Angka ini berhubungan dengan keparahan Covid-19, dan berguna untuk mengidentifikasi population at-risk serta mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan. Case fatality ratio adalah ukuran yang dipakai untuk pengamatan laju kematian pasien terinfeksi. Umumnya tingkat transmisi (penyebaran) Covid-19 adalah di bawah perkiraan sebenarnya. Itu terjadi karena banyak penderita OTG (orang tanpa gejala) yang tidak terdeteksi dan banyak masyarakat di daerah perifer (neglected and under-served segment) yang tidak tersentuh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dan testing.

Tingkat keparahan dan kefatalan Covid-19 dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan penyakit penyerta (komorbiditas). Kasus-kasus Covid-19 dan kematiannya banyak terjadi di komunitas/masyarakat dan tak terdeteksi .

Mencermati data-data tersebut di atas, terdapat arah dan strategi kebijakan yang belum dilaksanakan secara komprehensif sehingga strategi nasional pengendalian Covid-19 harus senantiasa dievaluasi.

Seandainya strategi dan arah kebijakan nasional penanganan Covid-19 tepat sasaran dan komprehensif, maka akan tampak perbaikan melalui indikator-indikator berikut. Pertama, angka positivity rate akan turun mencapai 5% sesuai dengan rekomendasi standar WHO, Kedua, jumlah orang yang dites mencapai 2 orang per 1.000 testing per minggu. Ketiga, kasus fatality rate dan attack rate akan menurun, serta case recovery rate akan jauh meningkat.

Upaya yang harus dilakukan tentunya adalah mereformasi sistem kesehatan yang adaptif dengan pandemi Covid-19. Perlu merevitalisasi puskesmas dengan mengembalikan fungsi utamanya dalam upaya preventif promotif dengan memfokuskan peningkatan kemampuan tracing sebagai bagian tugas surveillance epidemiologi.

Pandemi telah menunjukkan bahwa terdapat banyak hal yang perlu dibenahi guna mendapatkan satu solusi membentuk satu protokol kesehatan yang komprehensif dan dapat menjadi pedoman nasional memasuki adaptasi kebiasaan baru.

Upaya dan strategi yang harus dilakukan, pertama, memperkuat sinergitas regulasi tentang sistem kesehatan nasional yang adaptif dengan pandemi Covid-19, di antaranya adalah penguatan puskesmas dalam rangka meningkatkan fungsi promotif dan preventif serta pelayanan kesehatan di daerah sulit. Tujuannya, untuk penguatan sistem rujukan serta pemenuhan dokter dan 9 jenis tenaga kesehatan di puskemas mengingat masih cukup banyak puskesmas yang tidak lengkap soal jenis tenaga kesehatan yang dimilikinya. Perlu pula sinkronisasi sektor hulu, regulasi, operasional dan hilir sebagai fokus utama , serta mengatur mengenai perlindungan dan hak tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan.

Kedua, menyiapkan sistem kesehatan nasional, di antaranya melakukan klastering rumah sakit yang disiapkan untuk menangani Covid-19 dan non-Covid-19, memperbanyak rumah sakit yang disiapkan untuk menangani penyakit yang berpotensi wabah (pandemi), serta melakukan penataan sistem rujukan dan distribusi tenaga medis dan tenaga kesehatan. Ketiga, mempercepat industri dan teknologi kesehatan, di antaranya membangun dan mempersiapkan infrastruktur dan teknologi di bidang kesehatan, mendorong pembuatan regulasi untuk memprioritaskan inovasi obat-obatan dan alat kesehatan yang bersumber dari produk dalam negeri.

Selain itu, mempercepat ketahanan infrastruktur kesehatan melalui kemandirian supply chain system, ketahanan finansial, dan kemandirian obat serta alat kesehatan.

Keempat, memperkuat kesadaran dan kepatuhan masyarakat, dengan memberdayakan semaksimal mungkin organisasi informal di tingkat masyarakat khususnya RT dan RW sebagai garda terdepan dalam sosialisasi dan penanggulangan Covid-19, meningkatan ketersediaan literasi dan sumber-sumber informasi tentang Covid-19 yang mudah diakses oleh masyarakat secara lebih luas.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6317 seconds (0.1#10.140)