Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Dinilai Harus Disegerakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk mencapai kemandirian energi , diperlukan peta jalan transisi energi nasional yang terarah dan terukur sembari perlahan meninggalkan energi konvensional demi keseimbangan ekosistem.
"Pemanasan global dan perilaku manusia dalam beraktivitas mempengaruhi perubahan iklim yang mengganggu keseimbangan ekosistem yang berdampak pada kehidupan manusia, peralihan pada pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus segera dilakukan agar ekosistem tetap terjaga," tutur Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat.
Hal itu dikatakannya saat membuka diskusi daring bertema Peta Jalan Menuju Ketahanan dan Percepatan Transisi Energi Nasional yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai Nasdem Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis dan Bidang Mineral dan Energi, Rabu (3/3/2021).
Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Koord Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, pelaku usaha gheotermal Supramu Santosa dan Tri Mumpuni dari Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan/IBEKA sebagai narasumber.
Hadir pula Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai Nasdem Suyoto dan Ketua Bidang Energi dan Mineral DPP Partai Nasdem Kurtubi sebagai penanggap.
Menurut Lestari, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) memungkinkan ketergantungan terhadap energi fosil (migas, batubara) berkurang. Tidak hanya itu, setiap inovasi juga memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam PP 79 Tahun 2014, menurut perempuan yang biasa disapa Rerie itu, diharapkan mampu menjadi acuan pengelolaan energi sampai tahun 2050.
Dengan acuan tersebut, lanjut Rerie, target dan kondisi energi yang diharapkan dapat dikelola dengan baik. Apalagi, ujarnya, visi Indonesia dalam bidang energi bertujuan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan kondisi Indonesia hingga saat ini masih didominasi pemanfaatan energi yang bersumber dari fosil. Ironisnya terjadi konsumsi energi fosil yang terus meningkat, di sisi lain sumber cadangan minyak kita produksinya terus turun.
Bila tidak ada upaya lebih dalam mengeksplorasi sumur-sumur baru, sambung dia, cadangan minyak nasional hanya cukup untuk sembilan tahun saja.
Di tengah kabar yang mengkhawatirkan itu, kata Arifin, potensi pemanfaatan EBT di Indonesia yang bersumber dari gelombang samudera, panas bumi, bio energi dan matahari diperkirakan bisa menghasilkan energi 417,8 GW.
Menurut dia, tantangannya saat ini adalah bagaimana mempercepat proses transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan.
Dia menegaskan perlu dukungan semua pihak dan strategi yang tepat agar masyarakat bisa beralih pada pemanfaatan EBT yang lebih luas.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto berpendapat saat ini kita dihadapkan pada kondisi dengan sejumlah pilihan dalam upaya transisi ke EBT. Saat ini, lanjut dia, minyak masih menjadi pilihan masyarakat untuk dimanfaatkan, karena infrastruktur pendukung EBT yang belum siap. Sugeng menyarankan, persiapan infrastruktur gas agar disegerakan agar masyarakat lebih mudah dalam memanfaatkan gas.
Untuk percepatan pemanfaatan EBT, ungkap Sugeng, saat ini Komisi VII DPR RI sudah membahas energi baru terbarukan untuk dijadikan RUU usulan DPR.
Diharapkan, kata Sugeng, setelah melakukan pembahasan dengan pemerintah, sekitar Oktober 2021 UU EBT bisa menjadi dukungan kebijakan untuk mempercepat perluasan pemanfaatan EBT oleh masyarakat.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menegaskan gas bisa menjadi transisi energi menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
Lihat Juga: Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan Beri 8 Langkah Quick Wins ke Prabowo-Gibran
"Pemanasan global dan perilaku manusia dalam beraktivitas mempengaruhi perubahan iklim yang mengganggu keseimbangan ekosistem yang berdampak pada kehidupan manusia, peralihan pada pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus segera dilakukan agar ekosistem tetap terjaga," tutur Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat.
Hal itu dikatakannya saat membuka diskusi daring bertema Peta Jalan Menuju Ketahanan dan Percepatan Transisi Energi Nasional yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai Nasdem Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis dan Bidang Mineral dan Energi, Rabu (3/3/2021).
Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Koord Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, pelaku usaha gheotermal Supramu Santosa dan Tri Mumpuni dari Institute Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan/IBEKA sebagai narasumber.
Hadir pula Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai Nasdem Suyoto dan Ketua Bidang Energi dan Mineral DPP Partai Nasdem Kurtubi sebagai penanggap.
Menurut Lestari, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) memungkinkan ketergantungan terhadap energi fosil (migas, batubara) berkurang. Tidak hanya itu, setiap inovasi juga memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam PP 79 Tahun 2014, menurut perempuan yang biasa disapa Rerie itu, diharapkan mampu menjadi acuan pengelolaan energi sampai tahun 2050.
Dengan acuan tersebut, lanjut Rerie, target dan kondisi energi yang diharapkan dapat dikelola dengan baik. Apalagi, ujarnya, visi Indonesia dalam bidang energi bertujuan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan kondisi Indonesia hingga saat ini masih didominasi pemanfaatan energi yang bersumber dari fosil. Ironisnya terjadi konsumsi energi fosil yang terus meningkat, di sisi lain sumber cadangan minyak kita produksinya terus turun.
Bila tidak ada upaya lebih dalam mengeksplorasi sumur-sumur baru, sambung dia, cadangan minyak nasional hanya cukup untuk sembilan tahun saja.
Di tengah kabar yang mengkhawatirkan itu, kata Arifin, potensi pemanfaatan EBT di Indonesia yang bersumber dari gelombang samudera, panas bumi, bio energi dan matahari diperkirakan bisa menghasilkan energi 417,8 GW.
Menurut dia, tantangannya saat ini adalah bagaimana mempercepat proses transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan.
Dia menegaskan perlu dukungan semua pihak dan strategi yang tepat agar masyarakat bisa beralih pada pemanfaatan EBT yang lebih luas.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto berpendapat saat ini kita dihadapkan pada kondisi dengan sejumlah pilihan dalam upaya transisi ke EBT. Saat ini, lanjut dia, minyak masih menjadi pilihan masyarakat untuk dimanfaatkan, karena infrastruktur pendukung EBT yang belum siap. Sugeng menyarankan, persiapan infrastruktur gas agar disegerakan agar masyarakat lebih mudah dalam memanfaatkan gas.
Untuk percepatan pemanfaatan EBT, ungkap Sugeng, saat ini Komisi VII DPR RI sudah membahas energi baru terbarukan untuk dijadikan RUU usulan DPR.
Diharapkan, kata Sugeng, setelah melakukan pembahasan dengan pemerintah, sekitar Oktober 2021 UU EBT bisa menjadi dukungan kebijakan untuk mempercepat perluasan pemanfaatan EBT oleh masyarakat.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menegaskan gas bisa menjadi transisi energi menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
Lihat Juga: Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan Beri 8 Langkah Quick Wins ke Prabowo-Gibran
(dam)