Jadikan Puasa, Harkitnas dan Idul Fitri Momen Semangat Lawan Corona
loading...
A
A
A
“Dalam bahasa Arab, puasa dikenal dengan istilah shaum atau shiyam. Keduanya memiliki makna 'Al-Imsak', yaitu menahan diri atau menunda kesenangan,” kata Maman.
Hal tersebut, menurut dia, sangat relevan dengan tujuan berpuasa, yaitu menunda kesenangan dan mengkhusyukan diri di rumah dengan beribadah, bekerja dan meningkatkan kualitas komunikasi antar anggota keluarga demi terwujudnya ketahanan keluarga.
Mengenai penanganan Covid-19, Maman menilai pemerintah telah optimal dalam memerangi pandemi ini. Namun, dia tetap memberikan catatan penting yang harus diperbaiki pemerintah, yaitu mengenai validasi data dan koordinasi antar lembaga dan kementrian. Dua kelemahan sangat terlihat saat menghadapi Covid-19.
“Kita butuh kerja keras, kerja sama dan kerja cerdas. Ini hikmah penting, memerangi virus Corona birokrasi pemerintah harus bergerak dengan sistematis, profesional dan sinergis, tidak boleh ada kebijakan yang tumpang tindih,” urainya.
Menurut dia, sejauh ini masyarakat masih lemah dari sisi komitmen bersama menghadapi Covid-19 ini. Untuk itu, edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan.
Selain itu, jiwa gotong royong bangsa Indonesia sedang diuji karena itu tidak boleh ada kelompok masyarakat yang egois dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Pun umat Islam. Menurut Maman, umat Islam masih terbelah dalam menghadapi COVID-19. Yang pasti, suasana Ramadan benar-benar berubah, lebih sunyi dan sedikit mencekam.
“Tapi ini mengajarkan kita tentang hakikat Ramadan untuk lebih berintrospeksi diri (muhasabah) dan tidak terjebak kepada prilaku keberagaman yang simbolik dan palsu,” tukasnya.
Kendati demikian,d ia melihat semangat solidaritas umat Islam dan seluruh masyarakat dalam berbagi tetap terlihat. Dengan pandemi ini, pembagian zakat juga lebih subtansional. Diharapkan pembagian zakat tidak ada yang berkerumun dan berdesak-desakan hingga jatuh korban.
Selain itu, tradisi silaturahmi dan mudik di Hari Raya Idul Fitri sedikit berubah dan pasti lebih sepi, tetapi itu akan tetap makna yang besar bagi umat Islam.
Hal tersebut, menurut dia, sangat relevan dengan tujuan berpuasa, yaitu menunda kesenangan dan mengkhusyukan diri di rumah dengan beribadah, bekerja dan meningkatkan kualitas komunikasi antar anggota keluarga demi terwujudnya ketahanan keluarga.
Mengenai penanganan Covid-19, Maman menilai pemerintah telah optimal dalam memerangi pandemi ini. Namun, dia tetap memberikan catatan penting yang harus diperbaiki pemerintah, yaitu mengenai validasi data dan koordinasi antar lembaga dan kementrian. Dua kelemahan sangat terlihat saat menghadapi Covid-19.
“Kita butuh kerja keras, kerja sama dan kerja cerdas. Ini hikmah penting, memerangi virus Corona birokrasi pemerintah harus bergerak dengan sistematis, profesional dan sinergis, tidak boleh ada kebijakan yang tumpang tindih,” urainya.
Menurut dia, sejauh ini masyarakat masih lemah dari sisi komitmen bersama menghadapi Covid-19 ini. Untuk itu, edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan.
Selain itu, jiwa gotong royong bangsa Indonesia sedang diuji karena itu tidak boleh ada kelompok masyarakat yang egois dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Pun umat Islam. Menurut Maman, umat Islam masih terbelah dalam menghadapi COVID-19. Yang pasti, suasana Ramadan benar-benar berubah, lebih sunyi dan sedikit mencekam.
“Tapi ini mengajarkan kita tentang hakikat Ramadan untuk lebih berintrospeksi diri (muhasabah) dan tidak terjebak kepada prilaku keberagaman yang simbolik dan palsu,” tukasnya.
Kendati demikian,d ia melihat semangat solidaritas umat Islam dan seluruh masyarakat dalam berbagi tetap terlihat. Dengan pandemi ini, pembagian zakat juga lebih subtansional. Diharapkan pembagian zakat tidak ada yang berkerumun dan berdesak-desakan hingga jatuh korban.
Selain itu, tradisi silaturahmi dan mudik di Hari Raya Idul Fitri sedikit berubah dan pasti lebih sepi, tetapi itu akan tetap makna yang besar bagi umat Islam.