Soal Megawati Kecolongan 2 Kali, Sekjen PDIP: Pak SBY Memang Memiliki Desain Pencitraan Tersendiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie mengungkap pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada dirinya bahwa Megawati Soekarnoputri kecolongan dua kali. Hal ini terkait majunya SBY pada Pilpres 2004 yang menggandeng Jusuf Kalla (JK) .
Menanggapi hal itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, 'Satyameva Jayate yang bermakna 'Hanya Kebenaran Yang Berjaya' merupakan semboyan bahasa Sansekerta. Kebijaksanaan ini mungkin sama dengan kebijaksanaan masyarakat Indonesia yang selalu percaya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan pernyataan seperti 'Tangan Tuhan Bekerja' bahkan lewat cara yang kadang tak disangka manusia itu sendiri.
Hasto mengatakan, mungkin itu pula yang kini dirasakan masyarakat Indonesia ketika seorang Marzuki Alie menyampaikan kisah pengakuan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membuat ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri 'dua kali kecolongan'. Yakni pada tahun 2004, ketika maju sebagai calon presiden. Padahal tahun 2004, publik masih segar mengingat bahwa SBY yang bertindak sebagai seakan-akan sebagai sosok yang dizalimi.
Baca juga: Pengakuan Marzuki Alie Dinilai Ungkit Perseteruan SBY-Megawati
"Dalam politik kami diajarkan moralitas politik yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa yang disampaikan oleh Marzuki Ali tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah 'kecolongan dua kali' sebagai cermin moralitas tersebut," tutur Hasto, Rabu (17/2/2021).
"Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan," imbuh dia.
Baca juga: Soal Megawati Kecolongan 2 Kali, Pengamat Sebut SBY Perlu Klarifikasi
Hasto menyatakan, dirinya jadi teringat sebuah kisah yang disampaikan oleh Alm. Prof. Dr. Cornelis Lay. Bahwa sebelum SBY ditetapkan sebagai Menko Polhukam di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri, saat itu ada elite partai yang mempertanyakan keterkaitan SBY sebagai menantu Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno, dan juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
"Namun sikap Megawati Soekarnoputri yang lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan lalu mengatakan: 'Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada 'Indonesia' dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa'. Begitu kata Ibu Megawati penuh sikap kenegarawanan sebagaimana disampaikan Prof. Cornelis kepada Hasto.
Jadi, Hasto menganggap, apa yang disampaikan Marzuki Alie itu bagian dari dialektika bagi kebenaran sejarah itu.
Sebelumnya, Marzuki Alie mengungkapkan pernah melakukan pertemuan empat mata dengan ayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu. Pertemuan itu berlangsung di Hotel Sheraton Bandara dan disaksikan oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo.
"2004 setelah lolos Pemilu Legislatif dapat 7 sekian persen itu saya ketemu SBY empat mata juga," ujar Marzuki Alie dalam diskusi di Channel YouTube Akbar Faizal Uncensored.
Baca juga: Kepada Marzuki Alie, SBY Bilang Megawati Dua Kali Kecolongan
Marzuki awalnya mengira bakal ada rapat dengan SBY. Sebab, ruangan pertemuannya terdapat banyak buku kecil dan pensil.
"Pak SBY menyampaikan Pak Marzuki saya akan berpasangan dengan Pak JK. Ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini. Kecolongan pertama dia yang pindah. Kecolongan kedua dia ambil Pak JK. Itu kalimatnya," ungkap Marzuki Alie.
Lihat Juga: 4 Kapolri Sebelum Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Ada yang Menjabat di Era SBY dan Jokowi
Menanggapi hal itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, 'Satyameva Jayate yang bermakna 'Hanya Kebenaran Yang Berjaya' merupakan semboyan bahasa Sansekerta. Kebijaksanaan ini mungkin sama dengan kebijaksanaan masyarakat Indonesia yang selalu percaya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan pernyataan seperti 'Tangan Tuhan Bekerja' bahkan lewat cara yang kadang tak disangka manusia itu sendiri.
Hasto mengatakan, mungkin itu pula yang kini dirasakan masyarakat Indonesia ketika seorang Marzuki Alie menyampaikan kisah pengakuan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membuat ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri 'dua kali kecolongan'. Yakni pada tahun 2004, ketika maju sebagai calon presiden. Padahal tahun 2004, publik masih segar mengingat bahwa SBY yang bertindak sebagai seakan-akan sebagai sosok yang dizalimi.
Baca juga: Pengakuan Marzuki Alie Dinilai Ungkit Perseteruan SBY-Megawati
"Dalam politik kami diajarkan moralitas politik yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa yang disampaikan oleh Marzuki Ali tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah 'kecolongan dua kali' sebagai cermin moralitas tersebut," tutur Hasto, Rabu (17/2/2021).
"Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan," imbuh dia.
Baca juga: Soal Megawati Kecolongan 2 Kali, Pengamat Sebut SBY Perlu Klarifikasi
Hasto menyatakan, dirinya jadi teringat sebuah kisah yang disampaikan oleh Alm. Prof. Dr. Cornelis Lay. Bahwa sebelum SBY ditetapkan sebagai Menko Polhukam di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri, saat itu ada elite partai yang mempertanyakan keterkaitan SBY sebagai menantu Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno, dan juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
"Namun sikap Megawati Soekarnoputri yang lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan lalu mengatakan: 'Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada 'Indonesia' dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa'. Begitu kata Ibu Megawati penuh sikap kenegarawanan sebagaimana disampaikan Prof. Cornelis kepada Hasto.
Jadi, Hasto menganggap, apa yang disampaikan Marzuki Alie itu bagian dari dialektika bagi kebenaran sejarah itu.
Sebelumnya, Marzuki Alie mengungkapkan pernah melakukan pertemuan empat mata dengan ayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu. Pertemuan itu berlangsung di Hotel Sheraton Bandara dan disaksikan oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo.
"2004 setelah lolos Pemilu Legislatif dapat 7 sekian persen itu saya ketemu SBY empat mata juga," ujar Marzuki Alie dalam diskusi di Channel YouTube Akbar Faizal Uncensored.
Baca juga: Kepada Marzuki Alie, SBY Bilang Megawati Dua Kali Kecolongan
Marzuki awalnya mengira bakal ada rapat dengan SBY. Sebab, ruangan pertemuannya terdapat banyak buku kecil dan pensil.
"Pak SBY menyampaikan Pak Marzuki saya akan berpasangan dengan Pak JK. Ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini. Kecolongan pertama dia yang pindah. Kecolongan kedua dia ambil Pak JK. Itu kalimatnya," ungkap Marzuki Alie.
Lihat Juga: 4 Kapolri Sebelum Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Ada yang Menjabat di Era SBY dan Jokowi
(zik)