KPK Sita Sejumlah Uang dari Kasus Korupsi PT Dirgantara Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menyita sejumlah uang terkait kasus korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia sejak 2007 sampai 2017.
Penyitaan dilakukan terhadap saksi dari pihak swasta Eko Santoso Soepardjo. Eko sendiri diperiksa sebagai untuk tersangka mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.
"Eko Santoso Soepardjo (swasta) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi Zailani), kepada yang bersangkutan dilakukan penyitaan sejumlah uang yang terkait dengan perkara ini," kata Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Dalami Kasus Korupsi PT Dirgantara Indonesia, KPK Panggil Pensiunan TNI
Dalam kasus ini KPK telah menjerat mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh, eks Dirut PT DI Budi Santosa, dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.
KPK pun kembali menjerat tersangka baru, yakni Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 yang juga Direktur Produksi PT DI tahun 2014 s.d 2019 Arie Wibowo, Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana, dan Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata.
Dalam perkara ini Arie Wibowo diduga menerima aliran dana sebesar Rp9.172.012.834,00, sementara Didi Laksamana sebesar Rp10.805.119.031,00, dan Ferry Santosa sebesar Rp1.951.769.992,00.
Baca juga: KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Kasus ini bermula ketika Direksi PT DI (Persero) periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi pada akhir 2007. Rapat tersebut antara lain membahas dan menyetujui, penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada pembeli PT DI atau end user untuk memperoleh proyek.
Rapat tersebut juga membahas pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait. Kemudian juga, terkait persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada end user dilanjutkan oleh Direksi periode 2010-2017.
Di awal 2008, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rinaldi Zailani, bersama-sama dengan Direktur Aircraft Integration, Budi Wuraskito; Direktur Aerostructure, Budiman Saleh; serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, Arie Wibowo membahas mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia.
Salah satu yang dibahas yakni cara untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan direksi tersebut, para pihak di PT Dirgantara melakukan kerja sama dengan tersangka Didi Laksamana, serta para pihak di lima perusahaan yakni, PT BTP, PT AMK, PT ASP, PT PMA, dan PT NPB, serta Ferry Santosa Subrata selaku Dirut PT SBU, untuk menjadi mitra penjualan.
Adapun, penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016. Kontrak mitra penjualan tersebut diduga adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada end user.
Pembayaran dari PT DI kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan. Kemudian sejumlah yang yang ada di rekening tersebut dikembalikan secara transfer/tunai/cek ke pihak-pihak di PT DI maupun ke pihak lain atas perintah pihak PT DI (Persero) serta digunakan sebagai fee mitra penjualan.
Selanjutnya, dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI, pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya.
Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PT DI (Persero) senilai Rp202.196.497.761 dan USD8.650.945. Sehingga total kerugian negara lebih kurang Rp315 miliar dengan asumsi kurs 1 USD adalah Rp14.600.
Penyitaan dilakukan terhadap saksi dari pihak swasta Eko Santoso Soepardjo. Eko sendiri diperiksa sebagai untuk tersangka mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.
"Eko Santoso Soepardjo (swasta) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi Zailani), kepada yang bersangkutan dilakukan penyitaan sejumlah uang yang terkait dengan perkara ini," kata Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Dalami Kasus Korupsi PT Dirgantara Indonesia, KPK Panggil Pensiunan TNI
Dalam kasus ini KPK telah menjerat mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh, eks Dirut PT DI Budi Santosa, dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.
KPK pun kembali menjerat tersangka baru, yakni Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 yang juga Direktur Produksi PT DI tahun 2014 s.d 2019 Arie Wibowo, Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana, dan Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata.
Dalam perkara ini Arie Wibowo diduga menerima aliran dana sebesar Rp9.172.012.834,00, sementara Didi Laksamana sebesar Rp10.805.119.031,00, dan Ferry Santosa sebesar Rp1.951.769.992,00.
Baca juga: KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Kasus ini bermula ketika Direksi PT DI (Persero) periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi pada akhir 2007. Rapat tersebut antara lain membahas dan menyetujui, penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada pembeli PT DI atau end user untuk memperoleh proyek.
Rapat tersebut juga membahas pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait. Kemudian juga, terkait persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada end user dilanjutkan oleh Direksi periode 2010-2017.
Di awal 2008, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rinaldi Zailani, bersama-sama dengan Direktur Aircraft Integration, Budi Wuraskito; Direktur Aerostructure, Budiman Saleh; serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, Arie Wibowo membahas mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia.
Salah satu yang dibahas yakni cara untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan direksi tersebut, para pihak di PT Dirgantara melakukan kerja sama dengan tersangka Didi Laksamana, serta para pihak di lima perusahaan yakni, PT BTP, PT AMK, PT ASP, PT PMA, dan PT NPB, serta Ferry Santosa Subrata selaku Dirut PT SBU, untuk menjadi mitra penjualan.
Adapun, penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016. Kontrak mitra penjualan tersebut diduga adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada end user.
Pembayaran dari PT DI kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan. Kemudian sejumlah yang yang ada di rekening tersebut dikembalikan secara transfer/tunai/cek ke pihak-pihak di PT DI maupun ke pihak lain atas perintah pihak PT DI (Persero) serta digunakan sebagai fee mitra penjualan.
Selanjutnya, dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI, pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya.
Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PT DI (Persero) senilai Rp202.196.497.761 dan USD8.650.945. Sehingga total kerugian negara lebih kurang Rp315 miliar dengan asumsi kurs 1 USD adalah Rp14.600.
(abd)